Setelah melewati trimester pertama yang penuh dengan rasa deg-degan dan masih tersisa sedikit trauma, akhirnya kehamilan ketiga ini memasuki babak baru yaitu trimester kedua. Yeaayy *throw confetti*
Memasuki awal trimester kedua, Prof Jacoeb pun memberikan rujukan untuk melakukan pemeriksaan USG 4 dimensi. Pemeriksaan USG 4D ini bukan serta merta, di awal periksa kehamilan Prof Jacoeb sudah bilang kalau masuk usia 13 minggu bakalan ada pemeriksaan USG 4D untuk mengetahui secara detail tentang janin. Namun karena waktu periksa dengan usia kandungan 13 minggu terlalu dekat (pas periksa terakhir ke Prof di usia kandungan 12 minggu), maka pemeriksaan USG 4D pun dilaksanakan di minggu ke 14.
(Baca juga: Cerita Program Hamil Ketiga: Hallo, Prof Jacoeb)
USG 4D dilakukan di Sammarie Wijaya dengan dr Yuditya Purwosunu SpOG-KFM, spesialis fetomaternal (kehamilan berisiko tinggi). Ini bukan pertama kalinya saya melakukan USG 4D dengan dr Yudit karena sebelumnya pun saya sudah pernah melakukan pas kehamilan kedua sesaat sebelum divonis blighted ovum. Bedanya, USG 4D kali ini dilakukan di Sammarie Wijaya, sedangkan saat kehamilan kedua dilakukan di Klinik Anggrek RSCM.
(Baca juga: We Lost You, Adik…)
Jadwal praktik dr Yudit di Sammarie cuma ada Hari Sabtu sore. Seperti halnya kalau mau kontrol ke Prof Jacoeb, kontrol ke dr Yudit pun harus dengan perjanjian terlebih dahulu. Saya harus menelepon untuk mendaftar sebelumnya di pagi hari. Sorenya, saat menunggu dokter datang saya baru sadar ternyata yang kontrol ke dr Yudit bukan cuma pasien yang mau USG 4D, tetapi juga pasien biasa yang rutin kontrol kehamilan.
Untuk kontrol ke dr Yudit, prosedurnya hampir sama dengan kontrol ke Prof Jacoeb. Suster akan cek tensi darah dan juga berat badan tapi nggak pakai USG terlebih dahulu karena dr Yudit lah yang akan meng-USG sendiri. Sekitar pukul 16.30 dr Yudit baru datang. Ternyata saya pasien ke-3. Hanya perlu menunggu sekitar 30 menit antrian masuk pasien, lalu nama saya pun dipanggil ke dalam.
Ini bukan kali pertama saya USG 4D dengan dr Yudit, tapi ada aja rasa deg-degannya. Apalagi Prof Jacoeb bilang, USG 4D di bulan keempat ini buat deteksi dini apakah ada kelainan seperti down syndrome pada janin. Deteksi dini ini memang baik sih dengan maksud untuk mengetahui dan mempersiapkan semua kemungkinan sejak awal. Tapi toh saya tetap saja ingin semua hasilnya baik dan menggembirakan.
(Baca juga: Cerita Program Hamil Ketiga: Akhirnya Garis Dua)
Karena pengalaman USG 4D dengan dr Yudit sebelumnya melalui transvaginal, saya udah bingung aja begitu masuk ruangan karena suster nggak lantas menutup tirai di ruangan periksa. Padahal saya udah ancang-ancang mau buka bawahan. Biasanya, standar prosedur kalau mau USG transvaginal memang tirai langsung ditutup dan sudah disediakan semacam kain untuk selimut. Tapi ini susternya justru selow aja mempersilakan saya buat tiduran. Untung saya tanya dulu USG-nya transvaginal apa lewat perut. Ternyata eh ternyata lewat perut, hahaha. Aman deh.
Kesan saya dengan dr Yudit kali ini berbeda dengan pas di Klinik Anggrek RSCM. Sore itu, dr Yudit lebih ramah dan murah senyum. Bahkan bertanya sudah berapa minggu usia kandungan dan ini kehamilan ke berapa. Mungkin dulu pas di RSCM lebih dingin karena faktor antrian pasien yang banyak, suasananya pas puasa, plus sayanya yang udah menebak-nebak kabar buruk sebelumnya jadi semuanya serba rungsing.
Prosedur USG 4D kali ini sebenarnya sama dengan USG pada umumnya yang dilakukan di perut, hanya saja lebih lama dan lebih teliti. Dokter memeriksa semua-muanya, nggak cuma berat janin atau detak jantung tetapi juga ukuran kepala, organ dalam, bahkan saya sampai dikasih tahu tentang aliran darah janin yang seluruhnya bisa terlihat melalui monitor besar seperti TV di dalam ruang periksa.
Kali ini dr Yudit juga lebih komunikatif memberi tahu banyak hal tapi kalau kata suami saya suaranya terlalu kecil. Jadi aja suami saya yang juga satu ruangan nggak begitu kedengeran dokternya bilang apa secara lengkap. Kalo kata suami saya, rasanya saat itu gemas banget pengen kasih tahu dokternya suruh kencengan suaranya, jangan bisik-bisik, haha. Aslinya mungkin dia cemburu karena cuma saya yang dikasih tahu lengkap perkembangan anaknya.
Selama pemeriksaan, saya juga deg-deg serrr. Takutnya ada hasil yang memang nggak bagus. Sampai saya perhatiin detail mimik muka dr Yudit tapi dalam hati juga nggak putus berdoa.
¨Sering kontraksi ya ini? Perutnya kenceng-kenceng akhir-akhir ini?¨ tanya dr Yudit di tengah-tengah pemeriksaan.
*Eh ini dokter kok tahu ya akhir-akhir ini perutnya suka kencang-kencang. Si baby sering kayak numpuk di 1 titik jadi perut saya kayak ngejendol atau penyok gitu. Tapi saya sama suami selama ini membahasakannya dia lagi ndusel di dalam perut. Ternyata ini kontraksi toh. Nih dokter kayak cenayang aja bisa tahu, hahaha.*
Eits itu omongan dalam hati ya. Aslinya saya cuma jawab ¨Iya dok akhir-akhir ini suka kenceng perutnya¨.
Lalu dr Yudit kembali melakukan pemeriksaan. Alat USG ditekan lumayan keras di perut. Saya kira pas hamil, perut nggak boleh ditekan kencang-kencang sampai kalau jalan desak-desakan saya suka melindungi perut pakai tangan kayak perisai. Tapi toh ternyata ditekan-tekan juga sama dokter. Yang pasti, beliaunya kan udah tahu harus gimana. Beda kalau dengan bukan orang medis yang melakukan tekanannya.
Setiap bagian yang sudah diperiksa akan keluar hasilnya berupa foto USG yang kemudian akan ditempel di sebuah map besar oleh suster yang jadi asistennya. Ada banyak bagian yang jadi foto USG, lebih dari 8 foto keluar dari mesinnya. Hasilnya nanti berupa kumpulan foto-foto USG di dalam satu map plus ada kesimpulannya yang ditulis oleh dokter.
Oh ya, saya juga sempat salah kaprah soal USG 4D di usia kandungan 4 bulan ini. Saya kira USG-nya akan seperti USG 4D yang suka diunggah orang-orang di media sosial. Itu lhooo, yang ada foto nyata baby-nya dari dalam perut, yang bisa kelihatan pipinya tembam atau hidungnya mancung atau mirip bapak/ibunya. Tapi ternyata hasilnya sama dengan USG pada umumnya hanya saja ini lebih detail dan teliti (kalau dipikir-pikir USG 4D sebelumnya juga kayak begini sih hasilnya, saya aja yang nggak ngeh).
¨Ada yang mau ditanyakan lagi nggak?¨ pertanyaan itu jadi penutup sesi USG 4D saya dengan dr Yudit.
¨Itu suka kencang-kencang kenapa ya, dok?¨ tanya saya.
¨Nah kalo itu nanti dicari tahu sama Prof Jacoeb ya.¨
Jawaban itu pun benar-benar mengakhiri semua proses USG 4D saya sore itu. Saya dipersilakan bangun dan menunggu sebentar di kursi sementara dokter menulis hasil lebih lengkapnya.
Oh ya, selama USG 4D ini saya sepanjang prosesnya juga amazing karena bisa melihat dan diterangkan semuanya sama dr Yudit. Apalagi saat membaca hasilnya, ternyata semuanya normal hanya saja ada keluhan perut saya yang suka kencang-kencang alias kontraksi. Hasil USG 4D ini nantinya akan dibawa saat saya konsultasi ke Prof Jacoeb di sesi konsultasi berikutnya.
Saat sesi konsultasi dengan Prof Jacoeb pun tiba….
Overall Prof Jacoeb nggak ada masalah dengan hasil USG 4D-nya dan bilang semuanya baik-baik saja. Saya hanya ditanya udah tahu atau belum jenis kelamin baby-nya, lalu saya jawab belum. Tapi yang paling melegakan adalah, Prof Jacoeb bilang semuanya sehat.
Oh ya, untuk keluhan perut saya yang suka kontraksi, saya diberi rujukan buat periksa gigi di dokter gigi di Sammarie Wijaya juga karena bisa jadi kontraksi disebabkan karena ada masalah pada gigi. Lalu proses selanjutnya pun akan bersambung ke drama bolak-balik ke dokter gigi. Deramahnya ditulis di postingan selanjutnya yaaa…
Biaya USG 4D dengan dr Yudit di Sammarie Wijaya: Rp 910.000
Administrasi pasien: Rp 35.000
Total: Rp 945.000