Saat hingga setelah pandemi, keluarga kecil saya selalu mudik ke kampung halaman dengan mobil. Hampir tidak pernah kami mudik dengan kendaraan umum lagi mengingat bawaan yang banyak dan durasi mudik yang lama. Jadi mendingan naik mobil saja. Dan setiap mudik pasti selalu ada cerita yang berbeda walaupun jalur mudik yang dilalui selalu sama. Seperti halnya mudik tahun ini, mudik dengan kondisi saya yang sedang hamil 15 minggu.
Berbeda dengan pas hamil Aqsa yang lumayan ringkih, sering kontraksi palsu, dan disarankan dokter untuk tidak mudik karena saat itu kami masih pakai kereta api, kehamilan kali ini alhamdulillah cukup aman dan lancar. Palingan hanya saya yang mualnya lebih dahsyat dan nggak doyan makan. Dokter pun sudah memberi izin pas saya bilang mau mudik Lebaran ke Purworejo. Alhamdulillah, hamil kali ini juga insyaallah lebih tangguh dari yang sebelumnya. Jadi, saya dan suami nggak terlalu khawatir.
Walaupun kondisinya stabil dan nggak ada yang meng khawatirkan, tapi saya dan suami tetap mengantisipasi berbagai hal dan menganggap mudik kali ini dengan kondisi yang spesial. Apalagi kalau diingat ternyata ini adalah kali pertama saya mudik Lebaran dalam keadaan hamil. Walaupun sudah mengalami 4 kali hamil, tapi baru kali ini menjalani mudik Lebaran karena sebelumnya selalu berlebaran di Jakarta.
Dengan penuh persiapan, berikut beberapa hal yang saya lakukan saat mudik dengan menggunakan jalur darat (mobil pribadi) saat hamil muda:
1. Mudik jauh hari sebelum Lebaran
Salah satu privilege yang saya miliki sejak pandemi adalah punya suami yang WFH, bahkan sampai sekarang. Yah, walaupun sekarang suami saya ada periode masuk kantor seminggu 2x tapi sebagian besar hari-harinya masih dihabiskan untuk bekerja di rumah. Nggak cuma itu, masalah cuti dan perizinan pun kantornya sangat fleksibel. Jadi sangat memungkinkan untuk keluarga kami mudik jauh-jauh hari sebelum Lebaran.
Kami mudik sekitar 2 minggu sebelum Lebaran. Waktu yang panjang sebelum akhirnya puncak arus mudik tiba. Jalanan kala itu masih lengang. Tak ada kemacetan karena mudik dan jalan-jalan masih dalam perbaikan. Posko mudik pun baru mulai pada dibangun Bersyukur banget saya karena bisa mudik lebih awal tanpa harus takut macet atau kena momok rest area yang penuh dengan pemudik.
2. Bekal makanan yang banyak
Setelah 2x keguguran, setiap hamil saya selalu memutuskan tidak puasa demi kesehatan saya sendiri dan bayi di dalam kandungan. Termasuk kehamilan yang keempat ini, Apalagi sebelum kehamilan ini saya menderita asam lambung yang cukup parah, yang memungkinkan saya mual muntah kalau kerasa lapar sedikit saja.
So, karena hal ini juga saya mudik dalam keadaan tidak puasa. Karena keadaan hamil dan masih terbayang sakit asam lambung, saya pun bawa banyak makanan dari rumah, mulai dari makanan yang emang saya niatkan buat bekal di jalan sampai makanan sisa di rumah yang sayang banget kalau dibuang atau dimasukkan kulkas. Selain bekal amunisi makanan dari rumah, saya juga beli makanan yang disukai dan dipengenin saat berhenti di rest area. Apalagi waktu itu saya masih di periode mual muntah. Jadi, kalau mood beli makanan di rest area muncul, buru-buru saya turuti daripada ntar keburu nggak mood makan.
3. Istirahat setiap beberapa jam sekali
Saat mudik dalam keadaan tidak hamil, biasanya dalam sekali perjalanan kami hanya akan istirahat 2 kali untuk salat, makan, dan mengistirahatkan mesin mobil. Hal ini kami lakukan agar selain perjalanan lebih efisien juga supaya kami cepat sampai tujuan. Akan tetapi, karena kali ini special case, kami lebih fleksibel untuk berheti selama perjalanan. Apalagi bawa ibu hamil yang rawan kebelet pipis, mual, kaki bengkak, dan lapar.
Jadi aja, kami berhenti beberapa kali utamanya buat saya pipis atau meluruskan kaki agar tidak bengkak. Karena sering berhenti, durasi di jalan juga akan lebih lama. Oleh karenanya, kami spare waktu lebih banyak untuk perjalanan dan berangkat lebih awal dari rumah agar tidak terlalu kemalaman sampai tujuan.
4. Mudik santai dengan durasi 2 hari
Sebenarnya konsep road trip dan mudik dengan durasi 2 hari ini sudah keluarga kami lakukan sejak tahun lalu. Mengingat kondisi puasa dan hanya suami yang menyetir. Jadi, daripada memforsir tenaga untuk nyetir seharian, mendingan mengeluarkan sedikit uang untuk tidur di hotel demi mudik yang lebih nyaman dan kesehatan ‘supir’.
Karena rencana perjalanan 2 hari ini juga, kami selalu memberi kabar ke keluarga bahwa kami akan singgah dulu untuk menginap di hotel agar keluarga di rumah nggak khawatir dan ‘ngarep-arep’ karena kami nggak nyampe-nyampe.
5. Istirahat di hotel di tengah perjalanan
Mengeluarkan sedikit uang untuk istirahat di tengah perjalanan sudah jadi bagian dari proses mudik di keluarga saya beberapa tahun ini. Kami menganggapnya sebagai fun mudik, biar nggak kerasa rugi harus mengeluarkan uang untuk budget menginap. Kami juga menganggap menginap di tengah perjalanan ini sebagai bagian dari liburan bersama keluarga.
Begitu juga dengan mudik tahun ini. Pas tahu saya hamil, suami langsung mantap buat memutuskan mudik durasi 2 hari biar saya juga nggak kecapekan. Seperti tahun lalu, kami singgah di Purwokerto yang jadi titik tengah lokasi antara Jakarta dan Kutoarjo. Mudik dengan durasi 2 hari ini juga mungkin akan kami lakukan sampai beberapa tahun ke depan mengingat kami akan mudik dengan membawa bayi.
6. Perhatikan situasi dan kondisi
Karena kondisi lagi hamil apalagi hamil muda dan suami juga puasa, kami nggak saklek dengan banyak hal. Ada beberapa hal yang fleksibel dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi saat kami mudik, seperti durasi perjalanan, berapa kali berhenti di jalan, sampai kata suami saya kalaupun harus mengubah rute lewat jalur utara atau Semarang (biasanya kami lewat jalur selatan via Purwokerto) juga akan ia jalani. Semua semata-mata untuk kenyamana kami bersama khususnya saya yang lagi hamil muda.
Makanya, perjalanan mudik kali ini juga harus fun, nggak ngejar target, dan minim ekspektasi agar semua juga happy. Alhamdulillah, semua bisa dijalani dengan baik dan nggak saklek. Jadi kalau di tengah jalan tiba-tiba ada perubahan, kami udah siap dengan itu. Makanya, saya pun nggak berekspektasi yang muluk-muluk untuk mudik kali ini.
7. Taati aturan atau perintah dokter
Jika dibandingkan dengan kehamilan-kehamilan yang sebelumnya, kehamilan keempat saya ini sampai saat ini jadi kehamilan yang paling aman. Bahkan, sehari sebelum saya tahu hamil saya masih olahraga berat dan alhamdulillah tidak apa-apa. Hingga hari yang mendekati waktu mudik pun tidak ada keluhan berarti kecuali mual dan muntah.
Kendati begitu, saya nggak mau gegabah untuk memutuskan mudik. Terlebih dahulu saya tanya terlebih dahulu pada dokter kandungan saya apakah memungkinkan kondisi hamil kali ini untuk mudik. Kalau memang tidak mengizinkan ya sudah, tidak apa-apa. Beruntungnya, dokter kandungan saya mengizinkan yang penting berhati-hati. Kalau dokter sudah berkata oke, lampu hijau pun sudah saya dapatkan. Nggak lupa, saya bawa berbagai obat yang diresepkan dokter untuk kehamilan saya.
So, itu dia beberapa tips yang didapat dari pengalaman mudik tahun ini. Tiap mudik saya memang selalu menghadirkan pengalaman yang berbeda dan alhamdulillah tahun ini dikasih pengalaman mudik dalam keadaan hamil. Walaupun capek di perjalanan apalagi dengan mobil yang berkapasitas kecil, tapi tetap aja perjalanannya menyenangkan.
Btw, adakah di antara kalian yang pernah mudik dalam keadaan hamil? Share juga yuk gimana pengalamannya!