Zaman saya SD dulu, sering banget ditemui teman yang nggak naik kelas sampai berkali-kali karena kesusahan belajar. Usianya sudah melebihi kelas yang seharusnya ia duduki, diajari membaca berkali-kali tapi nggak mudeng-mudeng juga. Zaman dulu, apalagi saya tinggal di desa, yang seperti ini biasanya buru-buru dilabeli sebagai anak bodoh. Tapi, zaman now ketika kita melihat fenomena seperti ini please banget jangan buru-buru melabeli anak dengan kata ´bodoh´. Coba selami lebih dalam mengapa anak bisa seperti itu. Karena bisa jadi si anak terkena dyslexia.
Ada sebuah FTV berkesan yang tayang pertengahan tahun 2005 dan saya masih ingat sampai sekarang, judulnya Juli di Bulan Juni. Bercerita tentang Juli yang diperankan Sissy Prescilia, seorang perempuan yang menderita dyslexia dan selalu menjadi bahan cercaan serta bully-an teman-temannya. Juli dianggap bodoh dan nggak bisa membaca sehingga ia harus putus sekolah saat SD. Setiap kali ingin membaca, tulisan yang ada di depannya menari-nari dan acak-acakan.
FTV yang mendapatkan banyak Piala Vidia dan Piala Citra ini memperkenalkan saya dengan istilah dyslexia. Saya jadi tahu kalau ada kelainan seperti ini. Dan setelah saya baca lebih lanjut, ternyata banyak tokoh dunia, artis luar negeri, dan bahkan artis Indonesia yang menderita kelainan ini. Walt Disney, Albert Einstein, Tom Cruise, Deddy Corbuzier, bahkan Tamara Blezysnki adalah sederet nama terkenal yang juga menderita dyslexia.
Mengenal Dyslexia dan Gejalanya
DYSLEXIA berasal dari Bahasa Yunani DYS yang berarti kesulitan dan LEXIA yang berarti membaca kata. Gampangnya, dyslexia dipahami sebagai kesulitan belajar.
Disleksia merupakan kesulitan belajar yang menyebabkan masalah dengan membaca, menulis, dan mengeja. Gangguan belajar ini masuk ke dalam gangguan saraf pada bagian batang otak. Bagian otak inilah yang memproses bahasa. Namun, masalah ini tidak ada hubungannya dengan kecerdasan seseorang, asalkan dikelola dan ditangani dengan baik (www.halodoc.com).
Fakta menyatakan 5-10% orang mengalami kesulitan untuk membaca dan menulis walaupun tingkat intelegensi mereka normal. Berbeda dengan kelainan lain seperti ADHD atau autism, dyslexia cenderung tidak terlihat gejalanya. Pada anak usia sekolah, dyslexia biasanya ditandai dengan kesulitan membaca, menulis, dan mengeja.
Dyslexia bukan penyakit. Akan tetapi, kondisi ini akan bertahan seumur hidup. Orang-orang dengan dyslexia disarankan untuk mendapatkan penanganan secepatnya. Namun, sebelum mencari penanganan bagi orang dyslexia, kita perlu tahu sebenarnya apa saja sih gejala dyslexia?
Dalam pembukaan D Genius Learning Center Indonesia yang difungsikan sebagai Pusat Penanganan Dyslexia di Indonesia, Tuan Jaldeen Mohd Ali, selaku pakar dyslexia dari Malaysia menerangkan tentang kelainan ini. Berikut beberapa red flag atau gejala yang umumnya terjadi pada penderita dyslexia:
Gejala Umum:
- Lambat dalam memproses omongan atau tulisan
- Sulit konsentrasi
- Kesulitan untuk mengikuti perintah
- Mudah melupakan kata-kata
Dalam hal membaca:
- Mengalami kesusahan dalam belajar membaca terutama dengan metode melihat dan berbicara
- Kesulitan untuk memahami susunan huruf-huruf
- Kesulitan untuk membangun suku kata atau awalan dan akhiran kata
- Tidak ada ekspresi saat membaca
- Bisa memahami dengan baik jika dibacakan sesuatu
- Ragu-ragu dan berusaha keras dalam membaca terutama jika harus membaca dengan keras
- Kehilangan atau justru menambahkan kata-kata ketika membaca
- Gagal mengenali kata-kata yang familiar
- Kehilangan inti cerita ketika membaca atau menulis
- Kesulitan memahami poin inti dari sebuah tulisan
Dalam hal menulis:
- Memiliki standar yang buruk saat menulis dibandingkan dengan kemampuannya
- Kesulitan dan gagal berulang kali untuk menuliskan suatu huruf, misalnya menulis tradisional menjadi tadisional, tardisional, atau tradsional
- Bingung ketika harus menuliskan huruf yang bentuknya mirip, seperti: p dan q, b dan d, m dan w
- Memiliki tulisan tangan yang jelek, dengan bentuk huruf-huruf yang jelek dan terbalik
- Mengacak kata-kata dalam huruf, misalnya: ‘paras’ untuk ‘pasar’
- Menghasilkan ejaan fonetis dan aneh yang tidak sesuai usia/kemampuannya
- Menggunakan urutan yang tidak biasa dari suatu huruf atau kata
Dalam hal berhitung:
- Kebingungan memahami angka atau satuan, puluhan, atau ratusan
- Kebingungan memahami tanda dan simbol seperti kali (x) atau bagi (:)
- Kesulitan mengingat sesuatu secara berurutan, misalnya: tabel, nama-nama hari dalam seminggu, alfabet
Dalam hal waktu:
- Kesulitan saat belajar penyebutan waktu
- Buruk dalam hal mengorganisir waktu
- Sulit mengatur diri sendiri
- Kesulitan untuk mengingat hari, minggu, tahun, tanggal lahir, atau bulan dalam setahun
- Kesulitan untuk memahami konsep hari ini, kemarin, dan esok
Dalam hal kemampuan:
- Memiliki kemampuan motorik yang buruk. lemah dalam kecepatan, kontrol, dan akurasi khususnya dalam memegang pensil
- Memiliki keterbatasan dalam memahami komunikasi nonverbal
- Bingung menantukan arah seperti: kanan-kiri, atas-bawah, depan-belakang
- Memiliki gerakan tangan tak tentu dari hari ke hari
Dalam hal tingkah laku:
- Menghindari pekerjaan-pekerjaan seperti meraut pensil atau mencari buku
- Terlihat seperti bermimpi atau melamun, tidak terlihat menyimak atau mendengarkan
- Gampang terdistraksi
- Menjadi badut kelas, suka mengganggu temannya, atau menarik diri (seringnya menangis saat meminta bantuan)
- Terlalu lelah saat diharuskan untuk berkonsentrasi atau dibutuhkan usaha
Pada anak-anak usia dini, psikolog & dosen Universitas Pelita Harapan, Dr Fransisca Febriana Sidjaja, M.Psi., Ph.D yang juga hadir di tengah-tengah talkshow menyatakan pada anak usia dini, dyslexia sudah terlihat gejalanya, misalnya kesulitan mengenal, menulis, dan menghafal huruf di usia 3 hingga 5 tahun apabila sudah terus-terusan diajarkan. Jika memang sudah begini, orang tua wajib waspada dengan kemungkinan dyslexia pada anak.
Pengalaman Penderita Dyslexia Menjalani Kehidupan
Lain halnya dengan difabel fisik seperti tuna netra, tuna daksa, tuna rung, dsb serta kelainan lain seperti cerebral palsy atau autis, dyslexia cenderung tak terlihat. Awareness soal dyslexia apalagi pada beberapa generasi dan masyarakat yang minim terjamah informasi masih kurang.
Sebagai contoh, banyak anak-anak usia sekolah yang terpaksa tidak naik, drop out, dikeluarkan, dan dilabeli bodoh oleh gurunya hanya karena dia susah membaca dan menulis. Belum lagi cercaan dan bully-an yang didapat dari lingkungan sekitar. Ditambah lagi tekanan dari orang tua yang justru tidak tahu atau tidak memberikan penerimaan diri, membuat penderita dyslexia semakin sulit untuk menjalani kehidupan.
Ketua Komite Nasional Disabilitas Indonesia, Dr. Dante Rigmalia, M.Pd., yang juga penyandang dyslexia menyatakan bahwa ketidakterlihatan dyslexia sebagai disabilitas membuat orang-orang di sekitarnya tidak tahu bahwa penderita memiliki kebutuhan khusus dan harus dilayani. Apalagi saat memasuki masa sekolah.
Pada saat bersekolah, tuntutan guru pada Ibu Dante yang notabene dyslexia harus sama dengan yang lain. Kala itu, orang-orang di sekitar bahkan Bu Dante sendiri tidak tahu bahwa dirinya menderita dyslexia. Hal ini menjadikan orang-orang di sekitarnya memberikan judgement negatif pada dirinya, seperti: malas, tidak tertib, tidak mau belajar, dll.
Saat bersekolah, banyak sekali hambatan bagi anak dyslexia. Selain kesulitan belajar khususnya baca tulis, anak dengan dyslexia juga kesulitan untuk menghafal. Itu pula yang dialami Bu Dante yang bisa membaca saat kelas 4 SD dan bisa menulis dengan benar saat duduk di kelas 1 SMP sehingga ia lebih memilih untuk menarik diri dari kehidupan. Ia pun jadi pribadi yang minder dalam kehidupan sosial dan drop out sekolah saat duduk di bangku SMA.
Begitu juga yang dialami oleh Bulan Ayu, Program Director D Genius Learning Center yang juga dikenal sebagai Bulan Ayu Dyslexia. Puan Bulan, biasa ia disapa, juga mengalami banyak kesulitan saat bersekolah. Apalagi ia tidak didukung oleh lingkungan yang ramah bagi penderita dyslexia. Ia menghadapi masalahnya sendiri karena waktu itu belum tahu bahwa dirinya menderita dyslexia. Yang ada justru ia dan lingkungannya melabeli dirinya sebagai orang yang bodoh.
Semakin sering belajar, Puan Bulan justru semakin tidak ingat apa yang dipelajari. Apa yang ia baca, ia tidak mengerti. Ketika bersekolah, ia tidak bisa ikut banyak aktivitas seperti ekstrakurikuler atau bersosialisasi dengan temannya. Hal ini akhirnya membuat Puan Bulan jadi orang yang penyendiri. Nilai-nilai sekolahnya juga buruk sampai akhirnya ia harus masuk ke sekolah privat saat SMA.
Kesulitan-kesulitan dalam belajar ini masih terus Puan Bulan alami hingga ia duduk di bangku perkuliahan. Banyak hal yang harus diperjuangkan lebih daripada anak-anak lainnya. Puan Bulan sampai bertanya-tanya ada apa sebenarnya dengan dirinya. Sampai akhirnya ia menikah dengan orang yang mengerti mengenai masalah dyslexia dan baru tahu bahwa ia menderita itu di usia 30 tahun hidupnya.
Dari sini bisa dilihat bahwa perjuangan orang dengan dyslexia tidaklah mudah. Dari luar, orang-orang dengan dyslexia dianggap sebagai orang yang normal. Namun, ketidakmampuan mereka untuk belajar dengan cepat layaknya orang ‘normal’ menjadikan mereka sebagai pribadi yang jadi sasaran penghakiman orang lain.
Baik Bu Dante maupun Puan Bulan merupakan dua contoh penderita dyslexia yang saat ini sukses menempuh pendidikan tinggi dan menempati posisi yang bisa menolong orang lain sesama penderita dyslexia. Walaupun jalannya tidak mudah, tetapi mereka bisa karena sesungguhnya penderita dyslexia bisa hidup seperti orang normal atau berprestasi dalam pelajaran asalkan mendapatkan penanganan yang tepat.
D Genius Learning Center, Ikhtiar Penanganan bagi Penderita Dyslexia
Dyslexia bukanlah akhir dunia. Anak dengan dyslexia, jika mendapatkan penanganan secara cepat dan tepat, tidak menutup kemungkinan jika ia bisa bersaing dengan anak-anak normal lainnya.
Di Indonesia sendiri masih jarang atau bahkan belum ada lembaga yang menangani khusus dyslexia. Oleh karena itu, D Genius Learning Center hadir sebagai Pusat Penanganan Dyslexia di Indonesia. Mega Poerbo Paningkas, Owner sekaligus Direktur D Genius Indonesia menyatakan bahwa D Genius Learning Center merupakan pusat penanganan khusus dyslexia pertama di Indonesia. Harapannya, dengan didirikannya lembaga ini bisa menjadi wadah bagi para penderita dyslexia untuk belajar dan meraih mimpi-mimpinya.
D Genius Learning Center yang berpusat di Malaysia telah menjadi tempat penanganan penderita dyslexia selama puluhan tahun. Dengan menggunakan metode STPBID (Sariah Program & Teknik Bimbingan Intensif Disleksia) yang juga telah digunakan untuk penanganan dyslexia genius Malaysia, tempat ini berusaha untuk menolong penderita dyslexia baik itu yang berusia anak-anak maupun mereka yang telah memasuki usia dewasa.
Puan Bulan yang juga Program Director D Genius menyatakan di D Genius Learning Center bisa diakses oleh anak-anak dari usia 3-6 tahun. Ada 2 program utama di D Genius Learning center, yaitu:
1. Program ECE (Early Chidhood Education)
yaitu pendidikan anak usia dini yang diharapkan bisa membantu anak usia dini untuk siap memasuki bangku sekolah. Program ECE ini terdapat 3 level, yaitu: playgroup, pre-school, dan kindergarten.
Program ECE ini terbentuk untuk membantu anak sedini mungkin untuk belajar di usia emasnya yaitu 3 tahun. Usia 3 tahun merupakan usia emas tumbuh kembang otak anak dimana 80% tumbuh pesat pada usia tersebut. Pada usia ini, anak juga pertama kalinya membentuk 1000 perekatan perbendaharaan kata mereka sehingga pengenalan dan pengalaman di sepanjang tahun ini membentuk cara anak-anak melihat dunia.
2. Intervention Program
Adalah kelas intensif khusus untuk penderita dyslexia. Di D Genius Learning Center penanganan dyslexia bisa diawali dari screening yang selanjutnya dari hasil screening bisa diketahui anak bisa dimasukkan dalam kelas intensif yang seperti apa. Kelas intensif ini pun bahkan bisa diakses tidak hanya untuk anak-anak tetapi juga dewasa hingga usia 30 tahun.
Kelas intensif dyslexia di D Genius Learning Center terdiri dari kelas pagi dan siang. Tiap kelasnya hanya diisi oleh 6 murid dan 1 guru agar pembelajaran lebih terfokus. Guru atau terapis yang ada di D Genius pun tersertifikasi Diploma SLDM (Special Learning Diffiiculty Management) yang akan disupervisi oleh terapis dan guru dari Malaysia yang merupakan lulusan psikologi.
Kelas intensif ini diadakan 3 jam pada tiap pertemuan. Dalam seminggu, ada 2 kali pertemuan. Menggunakan teknik khusus berbasis fun learning, kelas akan dibangun dengan suasana menyenangkan. Biaya kelas intensif di D Genius Learning Center berbeda pada tiap levelnya dimulai dari Rp 900.000 untuk level paling awal.
Ada beberapa kelas dalam program intensif ini, antara lain:
- Reading Difficulties
- Literacy Difficulties
- Writing Difficulties
- Lack of Focus
- Short Term memory
- Behaviour and Character Issue (Dyslexia & Other Specific learning disorder)
Harapannya dengan adanya pusat penanganan dyslexia ini, para penderita dyslexia bisa memperoleh penanganan yang optimal sehingga tidak lagi terpuruk dalam masyarakat. Apalagi seorang dyslexia juga bisa jadi genius dyslexia apabila mendapatkan penanganan yang baik. Dengan adanya ikhtiar edukasi ini, diharapkan para penderita dyslexia Indonesia tidak harus menjalani masa sulit pembelajaran di sekolah.
Untuk yang masih penasaran dengan D genius Learning Center Indonesia, bisa langsung mengunjungi kantor serta melihat kelas-kelasnya atau menghubungi mereka via social media:
D Genius Learning Center
Perumahan Banjar Wijaya Cluster Viola Blok B75 No. 12 Rt. 01 Rw. 16, kel. Cipete, Kec. Pinang, Tangerang
Instagram: @dgenius_ind
Email: dgenius.indo@gmail.com
Nomer Kontak: 0812 2514 8946