Halllooooo…
Akhirnya nulis lagi cerita tentang program hamil ketiga. Rasanya lama sekali nggak nulis dan setelah dilihat-lihat tulisan terbaru tentang program hamil ketiga ini memang tahun 2016 lalu. Iya, soalnya memang nggak ada bahan yang bisa ditulis karena dari September 2016 sampai Mei 2017 memang kegiatannya itu-itu aja yaitu tiap bulan beli Viagra dan dimasukin biar perlengketannya kebuka.
Sambil nunggu perlengketannya kebuka sebenarnya bisa saja ada potensi untuk haid. Dulu, Prof Jacoeb bilang kalau belum haid juga, masukin Viagranya harus sampai 6 siklus. Ini berarti 6 bulan dikali Rp 1,6 juta aja gitu per bulan.
Hampir Rp 10 juta buat beli Viagra aja!! *brb pingsan*
(Baca juga: Cerita Program Hamil Ketiga: Bersahabat dengan Viagra)
Oh meeennn, seketika nyesek tapi kan nggak boleh ya hitung-hitungan buat kesehatan. Jadi ya sudahlah. Mungkin sekarang saya dan suami memang sedang dikasih rezeki materi yang berlimpah tapi diuji dengan proses memiliki anak yang jalannya menuntut ekstrakesabaran.
Dalam rentang waktu hampir 8 bulan nggak ke Prof Jacoeb itu, banyak perasaan yang berkecamuk. Saya sempat putus asa karena nggak kunjung haid sementara setiap dimasukin Viagra itu rasanya sakit. Semakin kesini justru nggak semakin rileks, yang terasa malah semakin sakit. Makanya, pas udah bulan-bulan terakhir masukin Viagra saya sempat kasih jeda 2 siklus buat nggak dimasukin karena memang sakit banget. Suami pun jadi kasihan sama saya.
(Baca juga: Cerita Program Hamil Ketiga: Hallo, Prof Jacoeb)
Naik Turunnya Program Hamil Ketiga
Dalam waktu 8 bulan itu juga ada aja galaunya. Bukan tanpa sebab saya galau. Pasalnya, ini adalah program hamil terlama dengan progress yang lambat selama saya ikut program hamil. Program hamil terdahulu (pertama dan kedua) selalu menunjukkan progress yang cepat. Nggak sampai setengah tahun pasti saya sudah hamil. Tapi ya itu yang jadi masalah hamilnya nggak pernah tuntas. Justru saya lah yang memilih buat ganti dokter yang lebih teliti untuk melihat permasalahan apa yang ada di diri saya dan suami. Tapi malah saya sendiri yang suka drop. Dipikir-pikir labil juga ya saya, hahaha.
Pernah di suatu masa saya berpikir seandainya tujuan saya punya anak adalah sebuah destinasi dan doa serta usaha yang saya lakukan adalah kendaraannya, saya pengen tahu sejauh apa destinasi itu. Jika saja destinasi itu sejauh dari Jakarta ke Afrika Selatan, maka saya bisa menakar kecepatan atau kendaraan apa yang saya pakai. Saya jadi bisa semakin kencang berdoa dan semangat berusaha karena sudah ketahuan sejauh apa destinasinya.
Tapi kalau ternyata takdir saya punya anak itu adalah destinasi yang tidak ada, trus saya berpikir buat apa selama ini saya sakit-sakitan masukin Viagra atau semakin giat berdoa. Sementara destinasi yang saya kejar itu nggak ada tempatnya. Ngerti kan maksud saya?
Ya begitulah ungkapan-ungkapan hampir putus asa dari saya. Mungkin karena saya orangnya tertarget jadi suka ‘ngelokro’ duluan kalau ngerjain apa-apa progress-nya lambat. Semuanya itu saya ungkapkan sama suami. Untungnya saya punya suami yang ekstrasabar dan nggak ikut down saat saya down. Saat saya curhat begitu, suami saya justru bilang “Destinasi yang kita tuju emang nggak kelihatan letaknya dimana, tapi kalau kita ternyata putar balik pas udah deket tujuannya gimana?”
Saya pun mulai semangat lagi. Lalu di suatu masa suami saya kasih tahu saya tentang postingan di instagram Hanum Rais yang dia bercerita soal ayahnya, Amien Rais. Trus saya buka-buka lagi postingan yang lain. Dari situ saya jadi malu. Dibandingkan dengan usaha promil seorang Hanum Rais, saya mah belum ada apa-apanya. Belum seujung kuku tapi sudah nyerah duluan.
(Baca juga: Pasang Surut Program Hamil)
Sementara Hanum Rais sudah lebih dari 7 kali gagal program hamil toh tetap semangat berusaha. Akhirnya sekarang bisa dapat anak juga. Persamaan dalam diri kami adalah, kami sudah pernah sama-sama hamil dan bisa hamil. Saya malah sudah 2 kali tapi kok putus asa. Duh, malu rasanya. Kan memang tidak ada hasil yang mengkhianati usaha.
Saya harusnya melihat ke bawah bukan ke atas. Saya harusnya bersyukur karena masih bisa promil padahal di luar sana mungkin juga banyak perempuan yang ingin promil seperti saya, di klinik dan dokter pilihan namun terbentur dengan berbagai keterbatasan uang, kesehatan, atau jarak. Nah dari sinilah saya semangat lagi lalu meneruskan ritual memasukkan Viagra di siklus yang terakhir.
Say Goodbye to Viagra
Setelah Lebaran kemarin akhirnya saya bertekad untuk kembali ke Prof Jacoeb karena belum kunjung haid juga. Sudah lebih dari 1,5 tahun hitungannya saya belum haid. Namun, sebelum kesana saya juga sempat dibayangin banyak ketakutan. Bukan Ratna Dewi namanya kalau nggak bisa jauh-jauh dari parno. Takut malah sesuatu yang lebih buruk yang terjadi.
Kalau perlengketannya belum kebuka juga gimana?
Kalau perlengketannya malah tambah parah gimana?
Kalau harus terusin pakai Viagra sampai batas waktu yang nggak ditentukan gimana?
Dan sederet ketakutan lainnya yang membuncah dalam dada. Tapi toh tetap saja saya penasaran bagaimana progress-nya selama hampir 10 bulan ini. Suami saya juga sempat bikin option kalau memang tambah parah, belum kebuka, atau masih harus pakai Viagra maka kami akan cari second opinion. Yah, paling gampang sih balik lagi ke dr Budi Wiweko di Klinik Yasmin atau justru cari dokter lainnya.
(Baca juga: Tak Bisa Ke Lain Hati)
Akhirnya pada Hari Jumat 22 Juli 2017 kami pun memutuskan ke Prof Jacoeb lagi. Saya dan suami sudah stand by telepon dari pagi hari biar nggak salah jadwal.
Deg-degan rasanya apalagi pas ditanya suster dan dr Nadir Chan yang meng-USG transvaginal saya “Kapan terakhir haid?” dan jawaban saya masih November 2015. Bahkan dr Nadir Chan nggak berkata apapun sesaat setelah saya di-USG. “Wah jangan-jangan tambah parah nih,” batin saya.
Setelah menunggu lama akhirnya kami pun dipanggil saya. Ketemu Prof Jacoeb rasanya pun dag dig dug. Prof Jacoeb pun membaca hasil USG transvaginal dari dr Nadir Chan. Kata Prof Jacoeb, perlengketannya udah mulai terbuka sedikit demi sedikit.
UWOOOWWWW *throw confetti*
Nggak dink, saya senyum-senyum sendiri sambil adem ayem rasanya. Prof Jacoeb memperlihatkan titik-titik di foto USG yang menandakan perlengketannya sudah mulai terbuka namun belum terbentuk rongga karena belum haid. Saya sih iya-iya aja soalnya memang nggak ngerti baca USG. Yah manut saja sama dokter yang sudah bergelar Professor ini.
Untuk memancing haid, Prof Jacoeb meresepkan dua macam obat pada saya yaitu Esthero dan Prothyra (sayangnya si obat-obat ini lupa difoto). Semuanya harus diminum dalam 25 hari (Esthero 20 hari, dan Prothyra 5 hari masing-masing sehari sekali). Kalau dalam 25 hari plus masa tunggu 5 hari belum haid juga maka kami diminta kembali lagi untuk konsultasi. Lalu Prof Jacoeb pun hanya memberikan rujukan lagi untuk cek lab namun kali ini tanpa mikro kuretase, HSG, dan USG Folikel, serta hanya cek di hari ke 7 dan 21 haid.
Kami pun akhirnya selesai konsultasi dan menuju apotek untuk menebus obat. Sempat ada sedikit salah paham sih karena pihak apotek memberikan obatnya masing-masing untuk diminum 2 kali sehari (Esthero 40 butir, dan Prothyra 10 butir). Namun setelah dikonfirmasi, obat yang Esthero ternyata hanya 20 butir untuk sehari sekali dan yang satunya tetap 10 butir untuk 2 kali sehari setelah makan.
Total pengeluaran di konsultasi kali ini Rp 1.119.100 dengan rincian:
- Konsultasi Prof Jacob Rp 550.000
- USG Transvaginal dr Nadir Chan Rp 350.000
- Obat Rp 184.100
- Pendaftaran Rp 35.000
Si obat akhirnya sukses saya minum selama 25 hari plus (ada beberapa hari yang saya lupa harus minum 2 kali malah cuma sekali). Sambil minum obat itu, saya juga barengi dengan olahraga dan menata makanan. Apalagi suami baru saja membelikan treadmill di rumah, jadi semangat biar cepet haid. Tadinya saya sih udah pesimis obatnya nggak akan bekerja. Pasalnya, ditunggu tiap hari haidnya nggak kunjung datang. Dalam hati udah pasrah aja bakal ke Prof Jacoeb dengan hasil hampa.
Pas hari ke 3 setelah obat habis, entah mengapa ini badan sangat nggak enak. Pegal dan kram di pinggul kayak mau dapet haid. Pas saya cek, ternyata eh ternyata akhirnya saya dapet. Wuuiiihh senang deh dan segera lapor ke suster di Sam Marie biar dibuatkan jadwal buat cek macam-macam.
Akhirnya yang ditunggu hampir 2 tahun ini muncul juga. Nanti saya update lagi ya setelah selesai semua cek laboratorium. Semoga semuanya hasilnya bagus.