Menjaga Kehangatan di Lima Tahun Perkawinan

Menjaga Kehangatan di Lima Tahun Perkawinan

Usia lima tahun pertama pernikahan konon jadi usia yang rawan. Ibarat kata, yang lulus akan bertahan ke jenjang selanjutnya tentu dengan ujian baru, sementara yang terkena seleksi alam akan berakhir di palu pengadilan. Kalaupun lolos ujian lima tahun pernikahan, jangan kemudian berbangga hati karena di depan sana mungkin akan lebih banyak dan berat lagi ujian yang segera menanti.

Sering kita lihat di sekitar kita banyak pernikahan yang tak mampu bertahan melebihi angka lima tahun. Banyak yang bertahan tetapi tak sedikit pula yang menyerah. Lima tahun pertama adalah masa adaptasi. Barang siapa yang tidak bisa beradaptasi dan berdamai dengan berbagai masalah yang menghantam, bisa jadi kapal bernama perkawinan itu akan karam di tengah jalan.

Situs terkenal tentang keluarga, fatherly.com bahkan menyebutkan ada banyak kemungkinan masalah yang akan dihadapi di lima tahun pernikahan. Ketidaksamaan visi, komunikasi yang buruk, materi, keturunan, bahkan masalah dengan saudara ipar bisa jadi pemicu retaknya perkawinan di usia lima tahun yang disebutkan sebagai usia rawan. Jadi, bagaimana kehidupan pernikahanmu lima tahun pertama?

Suka Duka Lima Tahun Pernikahan

Tahun ini pernikahan saya dan suami memasuki tahun kelima. Rasanya? Pastilah campur aduk. Ada senang, haru, bahkan nggak menyangka kita bisa tahan sekuat ini sampai di tahun kelima. Bukannya apa-apa, kalau ditilik lima tahun ke belakang, pernikahan kami tidaklah mudah. Ada banyak peristiwa terjadi dan semuanya tak melulu menyenangkan.

Kalau orang melihat sekilas kebersamaan kami pasti mengira selalu baik-baik saja. Tapi kami pun pernah berada di titik terendah. Yang paling menonjol tentu peristiwa dua kali kehilangan harapan memiliki anak. Rasanya hancur. Apalagi anak adalah sesuatu yang sangat diidamkan dalam pernikahan. Toh sampai sekarang nyatanya kami bisa melewati dan tetap tegak berdiri di lima tahun perkawinan. Walaupun pernah ada peristiwa yang mengoyak perasaan saat itu.

Belum lagi kisah perjuangan saya dan suami saat program hamil untuk memperoleh momongan. Semuanya serbapenuh perjuangan. Ya perjuangan fisik, mental, dan material. Beberapa kali kami harus menghadapi berbagai macam tes dan tindakan. Saya khususnya harus menahan rasa sakit fisik demi impian kami memperoleh momongan. Sedangkan suami harus bekerja ekstrakeras untuk mengisi pundi-pundi tabungan agar kami tidak berkekurangan saat dana segar untuk program hamil dibutuhkan.

Seperti halnya sebuah pepatah “Tidak ada hasil yang mengkhianati usaha”, seluruh ikhtiar kami untuk memiliki momongan pun menunjukkan ‘hilal’-nya di usia lima tahun pernikahan. Tanda garis dua di testpack akhirnya terjadi juga setelah sekian lama kami menunggu hal ini terjadi lagi.

Baca Juga:   Rasanya Jadi Narasumber di Program Ayo Hidup Sehat TV One

Iya, di tahun kelima pernikahan ini saya dinyatakan hamil Bulan Maret lalu hingga akhirnya kehamilan ini menjadi kado terindah di ulang tahun pernikahan kami yang kelima, Juni kemarin. Lalu apakah seiring munculnya garis dua di testpack membuat perjuangan kami berakhir? Tidak. Saya dan suami bahkan harus ekstrakeras menjaga calon buah hati kami. Satu perjuangan dan tantangan baru lagi buat kami sebagai pasangan suami istri.

Saling Menjaga Kehangatan di Lima Tahun Pernikahan

Dengan diberinya rezeki kehamilan tidak lantas membuat kami menjadi damai dan adem ayem tanpa tantangan. Di depan mata sudah ada tantangan baru yang siap ditaklukan. Saya dengan tantangan untuk menjaga kesehatan diri sendiri dan janin. Suami dengan tantangan harus semakin bekerja keras demi pemenuhan materi saat hamil dan tabungan kelahiran. Serta kami dengan tantangan menghadapi trauma dua kali kehilangan calon anak di masa lalu.

Buat saya, tantangan saat hamil sudah pasti menjaga kesehatan. Sebisa mungkin saya tidak menyerah dengan mual muntah yang mendera saat hamil. Saya harus makan. Harus! Demi kesehatan janin. Saya ingat di kehamilan kedua saya menyerah dengan rasa mual muntah dan memilih makan sedikit serta seadanya hingga akhirnya janin saya dinyatakan blighted ovum (BO). Dari situlah saya nggak putus menyalahkan dan mengutuk diri sendiri yang lebih memilih menyerah dengan sindrom kehamilan daripada mengalahkan rasa tidak nyaman demi nutrisi buah hati. Belajar dari pengalaman masa lalu, di kehamilan ketiga ini saya bertekad harus mengalahkan rasa mual.

Ketika tahu saya dinyatakan hamil suami pun ingin mempersiapkan semuanya serba terbaik. Dokter terbaik, rumah sakit terbaik, pelayanan kesehatan terbaik, treatment terbaik, hingga fasilitas terbaik untuk buah hati kami. Suami bahkan yang ngotot mempertahankan untuk tetap menggunakan jasa dokter setingkat Professor Jacoeb yang sudah terkenal di dunia kebidanan kandungan, untuk menjadi obgyn kami. Sudah barang tentu, biaya setiap kontrolnya tidaklah murah karena mencapai jutaan rupiah. Belum lagi berbagai tes lab dan obat terapi TORCH yang tanpa ba-bi-bu langsung disetujui dan dipertahankan oleh suami demi menjaga keberadaan janin di dalam kandungan saya.

Sementara itu, untuk mengalahkan tantangan trauma kami mengambil kelas privat hypnobirthing. Tentunya tidak murah dan lagi-lagi harus merogoh kocek yang cukup dalam. Tapi suami saya selalu meyakinkan bahwa ia akan bekerja lebih keras untuk mencari rezeki demi memberikan yang terbaik untuk bayi di dalam kandungan saya. Selain mengandalkan gaji dari kantornya, berbagai project freelance dari banyak pihak diambilnya. Semuanya tentu menyita waktu, perhatian, serta fisik yang lebih dari biasanya.

Baca Juga:   #CeritaIbu: Mengatasi Bapil Anak di Tengah Ketakutan terhadap Obat

Tuhan sudah teramat baik memberikan kado calon buah hati di usia lima tahun pernikahan. Kami tak boleh lalai. Saya dan suami pun sepakat saling mengingatkan menjaga kesehatan. Suami saya ada untuk mengingatkan saya menjaga nutrisi kehamilan dan mengalahkan rasa mual. Sedangkan saya mengingatkan suami untuk tidak memforsir fisik dan pikiran hanya karena uang. Apalagi tahun 2009 lalu suami pernah terkena Hepatitis A. Jadi, ia tidak boleh terlalu lelah bekerja. Nggak lucu kan kalau akhirnya dia malah jatuh sakit di saat kami seharusnya sedang bahagia menantikan buah hati.

Untuk mengalahkan rasa mual itu, saya biasanya mengonsumsi sari jahe. Buat saya, sari jahe selain untuk mengurangi rasa mual, secara tidak langsung juga membuat nafsu makan saya kembali. Biasanya saya selalu titip suami untuk membelikan sari jahe di angkringan dekat rumah sepulang bekerja. Sayangnya, jam kerja suami saya yang kadang hingga larut malam membuat saya sering bete karena kelamaan menunggu sari jahe datang. Kenapa nggak bikin sari jahe sendiri aja? Di kehamilan ini jangankan buat bikin sari jahe, berjalan menuju dapur saja rasanya sudah keleyengan.

Beruntung, suami memberikan saya solusi dengan membelikan Sari Jahe Herbadrink. Sari Jahe Herbadrink merupakan minuman jahe kemasan yang praktis, higienis, tinggal diseduh, bersih, dan tanpa endapan karena diproduksi dengan teknologi tinggi. Rasanya pun pas di lidah dan hangat di perut. Selain itu Sari Jahe Herbadrink juga tanpa pengawet. Karena saya sangat concern dengan kandungan gula dalam setiap makanan dan minuman yang dikonsumsi, saya pun memilih Sari Jahe Herbadrink Sugar Free.

Sari Jahe Herbadrink Sugar Free mengandung pemanis buatan sukralosa, yakni pemanis buatan tanpa kalori. Perkara pemanis dalam makanan minuman ini tentu sangat dipertimbangkan buat konsumsi ibu hamil. Selain itu, sukralosa tidak memiliki efek pada metabolisme karbohidrat, kontrol glukosa darah jangka pendek maupun panjang, ataupun pelepasan insulin.

Saya pun sampai membaca dan mencari dari banyak sumber tentang konsumsi sukralosa untuk ibu hamil. Beberapa sumber menyebutkan sukralosa tidak memengaruhi kadar gula darah, tidak mengandung kalori, dan telah dinyatakan aman untuk dikonsumsi oleh ibu hamil dan menyusui. Menurut BPOM Amerika, sukralosa aman dikonsumsi oleh siapa saja, termasuk ibu hamil. Hingga saat ini sukralosa diperbolehkan penggunaannya pada makanan dan minuman di hampir 80 negara termasuk Indonesia dan telah disetujui oleh BPOM. Sari Jahe Herbadrink Sugar Free pun aman dikonsumsi termasuk untuk ibu hamil.

Baca Juga:   #CeritaIbu: Tips Tetap Aktif di Tengah Perubahan Cuaca

Sementara itu, bagian saya menjaga kesehatan suami adalah memastikan ia tetap makan makanan bergizi dan istirahat cukup di saat ia sibuk jelang deadline berbagai project maintenance and building website yang dipegangnya sebagai seorang programmer. Saya harus ‘cerewet’ pada suami untuk tidak kelelahan karena ia pernah menderita Hepatitis A. Demi menjaga kesehatannya ini, saya memberikan suami Sari Temulawak Herbadrink.

Temulawak merupakan salah satu rempah khas Indonesia yang sudah terkenal khasiatnya untuk menjaga kesehatan organ hati. Saya ingat saat tahun 2009 lalu suami (yang saat itu masih menjadi pacar) rajin minum sari temulawak demi mengejar cepat sembuh dari sakit hepatitis A karena tak lama setelah itu ia harus sidang skripsi. Saat kondisi saya sedang hamil dan cepat lelah ini tentu tak bisa maksimal melayaninya bahkan sekadar membuat sari temulawak di dapur. Untunglah ada Sari Temulawak Herbadrink menjadi penyelamat.

Sama halnya dengan Sari Jahe Herbadrink Sugar Free, Sari Temulawak Herbadrink diproduksi tanpa pengawet, praktis, higienis, tinggal diseduh, bersih, dan tanpa endapan. Selain memelihara fungsi hati, sari temulawak juga berfungsi meningkatkan daya tahan tubuh serta memperbaiki fungsi pencernaan. Di beberapa penelitian juga disebutkan manfaat untuk menjaga kadar kolesterol dalam darah.

Selain dua varian di atas, Herbadrink juga memiliki banyak varian lain yang bisa dicoba, antara lain: Herbadrink Lidah Buaya, Wedang Uwuh, Chrysanthemum, Kunyit Asam, Beras Kencur, dan Kopi Ginseng. Semuanya sudah bisa didapatkan di warung-warung dan minimarket terdekat dengan harga yang terjangkau.

Selain berfungsi menjaga kesehatan, kegiatan kami mengonsumsi Herbadrink juga menjaga bonding dan kehangatan sebagai suami istri terutama di usia lima tahun pernikahan. Saya bisa mencurahkan kasih sayang pada suami dengan memerhatikan kesehatan livernya. Sementara saya pun bisa merasakan perhatian suami yang ingin mengenyahkan rasa mual muntah yang datang di kehamilan ini dengan memberikan segelas sari jahe hangat.

Menjaga kehangatan dalam pernikahan bisa dilakukan sesederhana ini. Ngobrol di rumah sambil menikmati Herbadrink hangat berdua. Bicara tentang rencana-rencana indah saat bayi kami sudah lahir nanti. Tak perlu jauh-jauh bepergian bersama keliling dunia. Hanya di rumah dan saling memberikan perhatian pada kesehatan itu sudah lebih dari segalanya. Cukuplah dengan Herbadrink, aku sehat, kamu sehat, dan kita akan menjadi ayah ibu yang hebat.

6 Comments
Previous Post
Next Post
Ayomakan Fast, Feast, Festive 2023
Rekomendasi

Jelajahi Kuliner Bersama AyoMakan Fast, Feast, Festive 2023