Aku datang lagi ke tempat ini, ada lagi di tempat ini dan rasanya seperti dejavu. Iya, aku kembali lagi ke Klinik Yasmin, ke RSCM Kencana, bertemu lagi dengan dr Budi setelah empat butir caberline habis dalam waktu empat minggu. Ini rasanya seperti dulu saat aku program hamil pertama. Dulu, di kesempatan ini aku diberi surprise hamil Azka. Dan sekarang? Entahlah, sepertinya kemungkinannya sangat tipis.
Aku menatap sudut-sudut ruang tunggu. Masih sama, berbagai ekspresi wajah pasangan hadir disana. Dari yang harap-harap cemas, kecewa, hingga bahagia karena program hamilnya sukses. Oh, aku rasanya ingin seperti yang terakhir. Ingin seperti setahun lalu dimana dr Budi bilang bahwa aku hamil. Aku bisa hamil.
Tak lama suster memanggil namaku. Aku masuk ke dalam ruangan praktik dr Budi. Sayup-sayup terdengar lagu Thinking Out Loud-Ed Sheeran. Pak dokter yang satu ini memang tak luput untuk menyetel lagu-lagu kekinian dari iphone-nya. Setelah bulan lalu aku konsultasi dengan backsound Sepatu-Tulus, kini ditemani Ed Sheeran. Aku tidak berharap tiba-tiba playlistnya shuffling jadi lagu Katy Perry. Kalau itu terjadi, mungkin aku memilih menyanyi dulu baru usg transvaginal.
“Kapan terakhir haid, bu?” tanya dr Budi.
“Masi sama dok, 1 Januari. Cuma flek sedikit beberapa hari setelah Primolut habis.”
“Caberline-nya sudah habis ya? Hmmm..hamil kali.”
“Pengennya sih gitu dok, tapi test pack dua minggu lalu masih negatif.”
“Oke, periksa dulu ya.”
Aku bersiap untuk lagi-lagi usg transvaginal. Sambil berdendang Thinking Out Loud, berkali-kali dokter bilang sama suamiku, mungkin sudah hamil. Tapi kali ini aku sangat pesimis. Tak ada pertanda sama sekali. Mual muntah? Oh itu efek caberline yang begitu dahsyat memang, sampai-sampai aku meriang demam. Masihkah Tuhan memberi aku kesempatan kedua?
Aku bersiap untuk usg transvaginal dan benar saja. Tidak ada tanda-tanda kehamilan. Tidak ada kantong kehamilan. Yang terlihat hanya sel telur yang masih kecil-kecil. Rasanya ada sesuatu yang mencelos, mungkinkah aku telah mengabaikan kesempatan hamil dengan mudah yang diberikan Tuhan? Mungkinkah Tuhan masih bermurah hati memberikanku kesempatan kedua?
Aku harus menerima hasil yang jauh dari harapan. Dr Budi meresepkanku caberline lagi untuk satu bulan, empat kali minum. Sel telurku masih kecil-kecil dan prolaktinku kemungkinan masih tinggi. Dan pada akhirnya, aku harus menyerah pada pil kecil yang harga satuannya lebih dari seratus ribu, yang memberikan efek mual muntah tak karuan, yang mengombang-ambingkan moodku tak menentu, yang orang lain mungkin tak akan tahu rasanya meminum obat ini. Sampai kapan aku harus terus berteman dengan caberline?
Rasanya aku ingin tenggelam dalam tangis dan airmata. Seberat inikah perjuangannya? Perjuangan yang bahkan orang lain hanya bisa melihatnya tanpa merasakan. Perjuangan yang mungkin akan mendapat cibiran dari orang karena aku terlalu ‘lebay’ dan banyak membuang-buang uang hanya untuk dapat seorang anak. Tapi mungkin ini tak seberapa, mungkin di luar sana masih banyak orang-orang yang jauuuhh lebih hebat dan lebih kuat daripada aku, hanya untuk merasakan hamil. Hanya untuk mendapatkan seorang anak.
Tuhan, aku siap sakit, aku siap menderita, aku siap melakukan apa saja. Aku akan berusaha semampuku dan tolong jawab doa-doaku. Beri aku kesempatan kedua…
-jawzq-