Sudah hampir satu bulan lamanya sejak saya, suami, dan beberapa rekan travel blogger mengunjungi Pulau Leebong dan Belitung namun pesona dan kenangannya masih belum pudar. Beberapa dari kami perlahan masih menyelesaikan tulisan sambil bernostalgia. Grup whatsapp ‘Genk Belitung’ pun tiap hari masih berbunyi. Belum lagi ketika kami masih sering pesan oleh-oleh dari kenalan-kenalan yang menjadi sumber tulisan kami di Belitung. Ah, nampaknya memang susah move on dari Belitung.
(Baca juga: Warna-Warni Perjalanan ke Belitung (Part 1): Terjebak Banjir Menuju Belitung Timur)
Beruntung, bagi kami yang di Jakarta tak susah untuk saling bertemu. Senangnya lagi, Jeffry, pemilik Picniq Tour & Travel yang saat itu meng-guide kami di Leebong sedang di Jakarta dan akan membuka cabang baru dari Kopi Kong Djie. Jadi bisa dijadikan ajang reuni deh. Pun Jeffry mengundang kami untuk datang ke acara soft launchingnya. Kong Djie Biak, itu adalah kedai Kopi Kong Djie cabang ketiga di Jabodetabek yang Jumat (11/8) kemarin soft launching.
Kong Djie Biak, Mengobati Kerinduan terhadap Belitung
Kong Djie Biak terletak di Jalan Biak no 32 A, Jakarta. Tempat ini mudah ditemukan karena dekat dengan Roxy. Jika naik Transjakarta, tinggal turun di Halte Biak lalu jalan kaki sebentar. Jika naik kereta api, cukup turun di Stasiun Tanah Abang lalu naik ojek online tak sampai Rp 10.000. Atau bisa juga dari perempatan Tanah Abang naik angkot yang mengarah ke RS Tarakan. Dari situ, Kong Djie Biak sudah dekat.
Kong Djie Biak merupakan cabang Kopi Kong Djie yang sangat terkenal di Belitung. Namun, berbeda dengan kedai Kong Djie aslinya, konsep Kong Djie Biak sudah disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Jakarta. Sudah ada fasilitas wifi, AC, non smoking room (buat yang merokok harus tahan dulu yaa), dan colokan listrik di setiap meja (yeahh, pemilik sangat paham kalau orang kota dengan gadgetnya jadi sangat fakir colokan).
Selain itu, di bagian belakang cafe terdapat toilet yang cukup nyaman untuk pengunjung. Di samping toilet ada dapur kecil untuk memasak makanan. Sementara itu, proses meracik kopi dan minuman lainnya di Kong Djie Biak dilakukan di depan cafe, di belakang ceret-ceret besar itu. Itulah khasnya Kopi Kong Djie.
(Baca juga: Menikmati Cita Rasa Kuliner dari Pulau Leebong hingga Belitung Timur)
Sama seperti kedai Kopi Kong Djie pada umumnya, di Kong Djie Biak juga terdapat ceret besar-besar yang disusun seperti tangga. Ceret-ceret ini merupakan ciri khas dari kedai Kopi Kong Djie dimanapun. Ngomong-ngomong soal ceret ini, ternyata memang ada gunanya untuk bikin kopi. Ukuran paling besar memang jarang dipakai namun akan tetap dipakai jika pesanan sedang banyak. Awalnya saya kira ceret-ceret itu hanya ornamen dan hiasan saja. Ternyata berfungsi juga toh.
Karena memenuhi undangan dari Jeffry, saya pun ke Kong Djie Biak dengan Mbak Rien. Saya janjian dengan Mbak Rien di Stasiun Tanah Abang dilanjut dengan naik Gojek ke Jalan Biak. Karena Babang Gojek saya labil (putar balik nggak nyampe-nyampe) akhirnya order pun di-cancel dan diambil oleh Babang Gojek yang sebelumnya nganterin Mbak Rien. Tanpa susah nyari, Babang Gojek pun dengan cepat mengantarkan saya sampai di Kong Djie Biak. Sebenarnya, tanpa Babang Gojek tahu pun, lokasi Kong Djie Biak ini mudah dicari karena dekat dengan jalan raya.
Sampai lokasi sekitar pukul 17.00, sudah ada Mbak Rien dan Mas Arif (suami Mbak Rien) yang sampai duluan. Sore itu belum ramai dengan pengunjung, lebih tepatnya tamu undangan, yang lain. Saya pun mencari tempat salat namun ternyata tidak ada. Untungnya, sang pelayan mau menunjukkan mesjid yang letaknya tak jauh dari Kong Djie Biak. Walau harus masuk gang namun bagi pengunjung Kong Djie Biak jangan khawatir jika ingin menunaikan ibadah salat karena ada masjid yang dekat dari situ.
Icip-Icip Menu di Kong Djie Biak
Selesai salat saya pesan minuman. Saya pesan kopi susu dan ceker pedas, Mbak Rien pesan kopi susu dan Mie Atep, sedangkan Mas Arif pesan kopi hitam. Sambil menunggu yang lainnya, kami pun foto-foto sejenak. Tak lama pesanan pun datang. Setelah didokumentasikan, saya seruput sedikit kopi susu saya. Rasanya cocok di lidah, nggak kemanisan dan rasa kopinya masih sangat berasa alias bukan dominan susu.
Nggak lama, pasangan Rian dan Tomi pun datang. Mereka memesan coklat panas dan siomay. Saya sempat icip-icip coklat panas punya Rian dan enak juga, haha. Pengen pesan lagi sih, tapi saya kan lagi mengurangi makan minum manis karena ehhmm, lagi diet. Saya juga coba Mie Atep pesanan Mbak Rien. Rasanya cocok di lidah saya kendati saat ke Belitung kemarin belum sempat mencoba langsung Mie Atep.
Jeffry bilang khusus untuk Mie Atep ini Kong Djie Biak bekerja sama dengan anak dari pemilik Mie Atep yang asli di Belitung, Pak Irawan. Iya, katanya untuk memberikan citarasa yang mirip. Mie Atep yang disuguhkan di Kong Djie Biak pun dialasi daun simpor, daun khas yang jadi alas atau bungkus makanan di Belitung. Walaupun kata Bapak Irawan justru di Belitung penyajian Mie Atep malah nggak dikasih alas daun simpor.
Pesanan saya pun sudah datang namun saya memilih membiarkannya terlebih dahulu. Pasalnya, si ceker pedas itu tampilannya ngeri banget, merah semua dan di bayangan saya pedas banget. Bisa-bisa langsung nyetrum di sariawan bibir saya yang belum juga sembuh berminggu-minggu ini. Sambil masih foto-foto, tak lama suami saya pun datang dan langsung memesan kopi susu Kong Djie favoritnya.
Adzan Maghrib berkumandang. Saya, suami, dan Mas Arif bergegas menuju masjid terdekat untuk menunaikan Salat Maghrib. Selesai salat, saya memesan es sirup jeruk kunci. Walaupun di rumah masih ada sirup jeruk kunci Picniq, tapi saya tetap saja pesan karena ini sirup kesukaan saya. Kalau saya sih bilangnya sirup terenak yang pernah saya coba. Selain itu, saya juga pesan nasi tim untuk saya dan gangan untuk suami.
(Baca juga: Liburan ke Belitung? Jangan Lupa Bawa Pulang Oleh-Oleh Ini!)
Selain kopi dan coklat ala Kong Djie, di Kong Djie Biak juga terdapat minuman seperti es jeruk Belitung hingga Thai Tea. Tomi yang pesan Thai Tea bilang kalau rasa Thai Tea-nya cucok di lidah. Sementara itu, untuk makanan tersedia makan berat atau cemilan. Makan beratnya berupa Mie Atep, gangan, dan nasi tim Belitung. Sedangkan cemilan yang disediakan banyak dari dimsum, ceker pedas, siomay, hingga pisang meler.
Semakin malam, suasana di Kong Djie Biak semakin ramai. Mbak Rien sudah pesan makanan lagi, pesanan Rian dan Tomi pun sudah datang. Karena lapar akhirnya saya ngemil ceker pedas yang tadi saya pesan (awalnya ceker ini mau dipakai lauk di nasi tim) dan surprisingly ternyata cekernya nggak pedas. Ramah lah di mulut saya yang lagi sariawan ini. Karena lapar, akhirnya 3 ceker itu pun saya makan sendiri, hahaha.
Setelah menunggu lama dan hampir lupa karena saking banyaknya orang, pesanan gangan suami saya pun datang. Sayangnya, mungkin karena semakin malam semakin banyak pengunjung nasi tim pesanan saya nggak datang, hiks. Untungnya saya sempat coba gangan punya suami dan ternyata enaaakk. Nyesel banget saya kenapa nggak pesan gangan. Sampai sekarang rasanya masih kebayang di lidah.
Di Kong Djie Biak ini kayaknya gangan adalah ‘MUST TRY’ menu. Nyesel banget beneran deh nggak pesan sendiri gangannya. Bahkan waktu itu, saya masih sempat menyeruput sisa kuahnya walau suami saya udah selesai makan. Hmmm, kayaknya memang harus ke Kong Djie Biak lagi nih untuk meluapkan rasa penasaran sama gangannya.
Waktu semakin larut. Teman kami, Tami, datang paling terakhir. Tak lama setelah Tami datang, kami pun pamit pada Jeffry yang saat itu ‘diculik’ sebentar dari kesibukannya untuk diajak foto. Akhirnya kami mengabadikan momen soft opening Kong Djie Biak di depan cafe.