Dunia anak-anak itu ya bermain. Itu mindset yang selalu saya terapkan pada diri saya saat mengasuh Aqsa. Walaupun dia sudah bisa mengenali huruf-huruf dan angka, tapi kami melakukannya sambil bermain. Jadi, kalau Aqsa pengen bermain, tentu saya dukung banget. Malah kadang kalau dia lagi nganggur dan keluar ‘rese’-nya dengan iseng pada orang-orang sekitarnya, saya suruh dia buat bermain.
Bermain yang saya maksud di sini ya literally bermain mainan ya bukan gadget. Malah saya pengennya Aqsa perlahan lepas gadget atau paling tidak nggak ketergantungan sama gawai dan memilih permainan yang bisa mengasah tumbuh kembangnya baik itu motorik kasar, halus, sensori, maupun aspek komunikasinya.
Sayangnya, anak-anak nggak bisa terus-terusan main dengan permainan atau di tempat yang menurut kita adalah zona nyaman kita. Mereka kadang penasaran dengan suatu hal. Mereka kadang pengen bereksplorasi dengan hal-hal yang baru atau belum pernah mereka temui sebelumnya. Walaupun di mata kita, hal-hal tersebut cukup berbahaya dan bikin ketar-ketir jiwa.
Tapi apalah daya, kalau sedikit-sedikit dilarang atau sedikit-sedikit dimarahi karena dia sedang bereksplorasi, justru akan bikin dia nggak pernah mencoba hal-hal yang baru. Salah-salah malah dia jadi penakut atau terhambat tumbuh kembangnya.
So, saya bebaskan Aqsa buat main apapun itu. Tapi saya juga punya rules atau aturan-aturan yang berlaku buat dia dan juga tentu saja saya (serta ayahnya) sebagai orang tua. Tiap orang tua, saya yakin punya rules yang berbeda karena nilai yang dianut tiap keluarga kan pasti beda. Jadi, cukup hargai aja masing-masing rules atau peraturan yang sudah ditetapkan orang tua pada anak-anaknya saat bermain.
Here we go, ini dia rules bermain ala saya dan Aqsa:
1. Boleh bermain di mana saja, apa saja, tetapi…
Saya bolehkan Aqsa buat main di mana saja di seluruh sudut rumah asalkan tetap dalam pengawasan. Minimal ada 1 orang dewasa yang selalu stand by di dekat dia untuk mengawasi.
Namun, ada beberapa hal yang juga harus saya antisipasi terlebih dahulu sebelum dia bermain, misalnya: sumur atau socket listrik harus ditutup atau boleh main di dapur tetapi tidak boleh mainan atau terlalu dekat dengan kompor.
2. Boleh bermain kotor-kotoran
Aqsa juga saya perbolehkan main kotor-kotoran, dari main tanah, air, atau pewarna. Saya nggak mau ambil pusing nanti kalau bajunya kotor, kan tinggal diganti lalu cuci yang bersih. Prinsip saya, masa bermain anak nggak bisa terulang lagi maka saya biarkan saja dia buat bereksplorasi apapun itu termasuk di tempat yang bisa saja bikin dia kotor kayak alam bebas.
Makanya, setelah main di alam bebas biasanya saya selalu cuci badan Aqsa atau mandi sekalian biar dia tidak gatal dan siapkan beberapa ‘senjata’ kayak krim buat gatal. Selain itu, saya juga pastikan tangannya untuk tidak boleh dimasukkan ke mulut dan kuku harus selalu dipotong pendek apabila mau mainan kotor-kotoran.
3. Bebas bermain air
Di kamus saya nggak ada larangan “Jangan bermain air, nanti basah”, karena biasanya justru Aqsa saya suruh buat main air kalau saya lagi capek dan penat banget. Soalnya dia kalau udah main air tuh bisa asyik sendiri dan saya bisa benar-benar duduk istirahat
Walaupun begitu, selama mainan air saya harus terus ada di dekatnya. Takutnya, air yang dia mainkan tumpah di mana-mana (lantai khususnya) atau sengaja diminum sama dia. Kalau air terlanjur bertumpahan di lantai dan dia mondar-mandir, saya akan terus mengingatkan (bahkan sampai puluhan kali selama dia main) untuk selalu hati-hati karena di lantai ada air. Jika sudah begitu biasanya kaki Aqsa akan mencengkeram kuat dan berjalan pelan agar nggak terpeleset. Lantai nggak akan saya pel selama dia masih bermain. Ini juga mengajarkan dia buat bagaimana bisa survive di tempat yang menurut saya agak membahayakan. Yang penting selalu saya pastikan di lantai tidak ada tumpahan minyak atau sabun yang bikin licin.
Begitu juga kalau dia mau mainan hujan, saya persilakan asalkan hujannya lebat dan nggak ada petir. Bahkan saya belikan dia sepatu boot khusus buat mainan hujan. Kalau main hujan, yang penting tidak terlalu lama dan setelah itu langsung mandi air hangat serta dibaluri minyak telon agar dia nggak kedinginan.
4. Peraturan pinjam-meminjam barang
Anak-anak seusia Aqsa ini masih harus terus-menerus dikasi tahu soal kepemilikan sesuatu. Saya selalu tekankan kalau dia tidak boleh meminjam, bahkan memegang, barang orang lain jika tidak izin atau tidak diperbolehkan. Artinya, jika itu bukan miliknya, ia harus minta izin. Selain itu, dia juga saya ajari berbagi buat meminjamkan barang atau mainannya dan kalau tidak mau/boleh, dia pun harus bilang, misalnya: “Maaf, aku lagi pengen mainan ini jadi nggak mau pinjamkan dulu”.
Perkara soal kepemilikan ini tuh yang harus terus-menerus di-sounding ke dia. Apalagi anak seusia Aqsa kalau ditinggal main sendiri tiba-tiba bawa pulang barang bukan miliknya dan mainannya malah ditinggal begitu saja. Makanya, kalau mainan ke suatu tempat ia harus terus saya dampingi sambil terus saya sounding soal kepemilikan ini. Kalau dia sudah ada gejala pengen bawa pulang barang orang, langsung saya cegah dan suruh dia kembalikan karena itu bukan miliknya.
5. Mainan lintas gender
“Jangan mainan boneka, nanti jadi banci!” atau “Cowok kok main masak-masakan?”, kalimat itu nggak pernah keluar dari mulut saya buat Aqsa. Dia saya bebaskan main apapun yang dia mau. Sama halnya seperti warna, toys has no gender. Jadi, nggak ada cerita karena dia laki-laki maka dia harus main mobil atau bola saja. No!
Pas Aqsa tertarik dan selalu pengen ikutan bantuin ketika saya masak, saya belikan dia masak-masakan. Dia pun ternyata suka dan asyik sendiri main masakan. Pas ada orang lain lihat dan bilang “Cowok kok mainan masakan”, biasanya suka saya timpali dengan nada becanda, “Chef Juna dan Chef Arnold, bisa ngamuk dengar ini”.
Atau kadang malah saya suka kasih motivasi dan pertanyaan ke Aqsa begini: “Kamu mau jadi chef kayak ayah A (nama temannya yang memang ayahnya Excecutive Head Chef di sebuah hotel di Jakarta) ya?
Atau kadang saya suka pura-pura ada di acara Masterchef dan dia jadi pesertanya dengan saya suruh pura-pura masak makanan dan dia jawab “Yes, chef!”
Main masak-masakan atau boneka bukan berarti anak cowok lantas menjadi banci nantinya. No! Justru saya pengen mengajarkan dia buat tidak apa-apa mainan di bidang yang biasa dikuasai cewek agar nantinya kalau sudah besar dia mau turun ke dapur atau bantu ibu atau istrinya buat memasak atau momong.
6. Usahakan selalu mendampingi saat bermain
Bermain apapun atau di manapun, saya selalu mendampingi Aqsa dan berada di dekatnya. Kalaupun nggak ada saya, ya harus ada orang dewasa yang di dekatnya saat dia bermain. Di usianya yang lagi penasaran sama banyak hal, saya nggak tega buat melepaskan dia main sendirian tanpa kontrol Minimal harus ada 1 orang dewasa yang berada di dekatnya dan mengawasi karena takutnya dia memegang benda berbahaya atau tiba-tiba keluar rumah.
Kalau sedang mendampingi dia main, saya usahakan banget nggak sambil pegang hape. Kalaupun terpaksa banget, ya saya pecah konsentrasi, ya tetap hapean tapi juga mengawasi dia. Makanya kalau lagi sibuk dan harus pegang hape, biasanya saya mengarahkan Aqsa buat main sesuatu yang sekiranya aman atau bermain di tempat yang tidak berbahaya.
7. Soal membereskan mainan sesudah bermain
Idealnya, anak-anak membereskan mainannya sendiri ketika sudah selesai bermain. Tapi Aqsa yang belum ada 3 tahun kadang nggak bisa membereskan mainan dengan sempurna. Kadang juga moodnya nggak bagus atau mengantuk, jadi mainan yang berserakan tetap aja berserakan di tempatnya.
Walaupun begitu, saya usahakan banget setiap dia mainan selalu saya wanti-wanti untuk dibereskan setelahnya. Kalau dia lagi nggak mau membereskan sendiri, ya saya bantu dengan “Ibuk yang pegangin plastiknya, Aqsa masukin mainannya” atau “Ibuk yang kumpulin mainannya jadi satu, Aqsa yang masukkan dalam plastik”. Ya pokoknya segala cara saya pakai lah biar dia ngerti maksudnya kalau habis berantakin mainan itu harus dibereskan. Ini juga berlaku buat teman-teman Aqsa yang main di rumah, kalau mau pulang harus bereskan mainan dulu. Begitu juga sebaliknya kalau Aqsa main di rumah mereka.
Kadang, saat dia mainan air dan saya ambil pel karena bersiap buat membersihkan lalu dia ambil pel itu, ya saya biarkan saja. Biasanya dia berniat mau membersihkan (kadang dengan sapu pun begitu) walaupun malah jadi semakin berantakan atau banjir karena dia nggak tahu tekniknya. Sengaja saya biarkan karena biar dia tahu arti membersihkan tempat sehabis bermain walaupun sekarang hasil bersih-bersihnya malah nambah kacau keadaan, haha.
8. Tentang main di malam hari
Beberapa teman Aqsa kadang suka nyamperin dia malam-malam buat main, tapi biasanya saya tolak karena sudah malam. Prinsip saya, kalau malam Aqsa boleh tetap bermain tetapi HARUS di rumah. Dia boleh main apa saja dari mobilan sampai mainan edukatif, yang penting tetap di rumah. Yang biasanya saya hindarkan kalau malam adalah mainan air karena takut jadi flu kalau basah-basahan di malam hari.
Kalau malam, saya juga batasi Aqsa buat main sampai jam tertentu karena malam juga ada waktunya untuk tidur. Alhamdulillah, sampai sekarang Aqsa nggak pernah ngotot melek malam atau begadang hanya buat mainan.
9. Boleh bermain gadget, asal…
Saya nggak mengharamkan gadget buat Aqsa karena ada saatnya kalau saya dan ayahnya sama-sama lagi riweuh, gadget adalah penolong kami. Tapi, saya membatasi banget Aqsa buat memegang gadget.
Kalau di rumah, 1 jam sebelum tidur biasanya Aqsa menonton video kesukaannya di komputer. Durasi menonton kami batasi maksimal 1 jam. Dia juga nggak saya kasih hape sendiri, masih ‘numpang’ di hape orang lain kalau mau mainan gadget. Dan hape orang tuanya juga nggak diinstal dengan game atau aplikasi macam Tiktok, biar dia nggak addict. Palingan kami hanya instal dengan aplikasi permainan edukatif buat anak seperti MarBel (Mari Belajar).
Kalau mainan hape, biasanya Aqsa paling suka nonton Youtube, lihat foto/videonya yang ada di hape, buka aplikasi permainan edukatif, atau edit foto. Dah itu aja. Selama ini pun, dia mainan hape nggak sampai bikin dia begadang tidur malam. Prinsip saya dan ayahnya adalah boleh mainan gadget asal dibatasi.
Saya tahu, peraturan bermain tiap keluarga pasti berbeda karena value yang dianut pun berbeda. Menurut saya, peraturan yang diterapkan nggak ada yang salah selama itu buat kebaikan anak karena hakikatnya tiap orang tua mau yang terbaik untuk anaknya. Terbaik versi orang lain tentu berbeda dengan saya, begitu juga sebaliknya.
Jadi, peraturan apa saja yang kalian terapkan buat anak-anak saat bermain?