Tahun 2008 saya Kuliah Kerja Nyata di sebuah desa bernama Cisarua, di Kabupaten Purwakarta dan disana saya mendapati pelayanan kesehatan yang masih minim. Penduduk salah satu dusun, yaitu Dusun Kiara Lawang harus berjalan sekitar sembilan kilometer melewati perbukitan dan perkebunan karet untuk menuju ke Puskesmas. Ditambah lagi bidan desa yang masih hitungan jari membuat kaum ibu yang akan melahirkan harus memakai jasa paraji atau dukun bayi untuk membantu proses melahirkan. Lalu saat kami para mahasiswa KKN akan mengadakan program sikat gigi massal di sebuah sekolah, anak-anak SD yang ikut membawa sikat gigi mereka yang notabene sikat gigi dewasa. Kondisi bulu sikat pun sudah melebar kemana-mana dan dikhawatirkan melukai mulut-mulut mungil mereka saat menyikat gigi.
Tahun 2013, saat saya masih jadi wartawan sebuah televisi berita saya mengikuti pelayaran perdana sebuah rumah sakit apung. Kala itu pelayaran perdana ke Pulau Panggang, Kepulauan Seribu, Jakarta. Saat rumah sakit apung beserta dokter-dokternya merapat, alangkah antusias mereka untuk mendaftar pengobatan khususnya operasi. Rata-rata mereka yang mendaftar adalah yang menderita penyakit hernia atau yang membutuhkan pembedahan. Belum adanya dokter spesialis di Pulau Panggang membuat masyarakat antusias ketika ada pelayanan kesehatan yang lebih baik. Karena pada saat itu, untuk operasi saja mereka harus menyeberang ke Jakarta guna mendapatkan pelayanan medis yang mumpuni.
Itulah gambaran kondisi fasilitas kesehatan yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia. Semoga, beberapa tahun kemudian setelah saya kesana, tepatnya saat saya menuliskan tulisan ini semuanya telah lebih baik. Sebagai negara kepulauan yang penduduknya tersebar luas, tidak heran kalo fasilitas kesehatan belum benar-benar merata. Sulitnya medan, keterbatasan fasilitas angkutan, hingga kurangnya keterbukaan masyarakat terhadap orang lain yang akan memberikan informasi kesehatan bisa jadi faktor yang membuat ketidakmerataan itu. Padahal masyarakat berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik. Bahkan Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Daerah-daerah yang saya ceritakan di atas masih di Pulau Jawa dan tidak jauh dari ibukota pun masih banyak yang belum mendapatkan fasilitas kesehatan selayaknya. Lalu bagaimana dengan mereka yang berada di luar Pulau Jawa? Bagaimana mereka yang berada di pulau terpencil? Bagaimana mereka yang berada di daerah perbatasan? Bagaimana mereka yang berada di pulau-pulau terluar Indonesia? Saya tahu benar, pemerintah melalui Kementrian Kesehatan terus mengupayakan pemerataan pelayanan kesehatan. Namun, terkadang kurangnya sumber daya manusia yaitu tenaga kesehatan menjadi salah satu penghalang pemerataan kesehatan di Indonesia.
Ketika saya mengetahui ada program Nusantara Sehat yang digagas oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, saya bernafas lega. Paling tidak, program ini akan mengurangi kesenjangan pelayanan dan fasilitas kesehatan yang diperoleh masyarakat pedalaman atau pulau terpencil dengan masyarakat kota besar. Masyarakat pulau-pulau terpencil adalah warga negara Indonesia juga yang tak boleh dilupakan haknya terutama dalam memeroleh hak kesehatan.
Sekilas tentang Nusantara Sehat
Dikutip dari websitenya di www.nusantarasehat.kemkes.go.id, Program Nusantara Sehat merupakan salah satu bentuk kegiatan yang dicanangkan oleh Kemenkes dalam rangka penguatan Pelayanan Kesehatan (Yankes) Primer. Penguatan yankes primer mencakup tiga hal: Fisik (pembenahan infrastruktur), Sarana (pembenahan fasilitas), dan Sumber Daya Manusia (penguatan tenaga kesehatan).
Tenaga medis yang menjadi peserta program adalah para tenaga profesional kesehatan yang terdiri dari dokter, dokter gigi, perawat, bidan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, tenaga ahli teknologi laboratorium medik, tenaga gizi, dan tenaga kefarmasian. Program ini jelas tidak main-main. Pesertanya pun tidak main-main. Tak heran jika seluruh peserta diberikan pembekalan materi bela negara, keahlian medis dan non-medis serta pengetahuan tentang program-program kesehatan yang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan.
Mengapa semua pelatihan itu perlu? Karena mereka akan ditempatkan di daerah-daerah yang memang penuh dengan keterbatasan. Ilmu kesehatan saja tidak cukup dan kemauan saja tidak cukup. Fisik yang kuat dan kemampuan komunikasi dan mendekatkan diri dengan masyarakat lokal juga sangat dituntut dalam program ini. Oh ya, dan yang paling penting adalah ketulusan untuk mengabdi pada masyarakat dan melepaskan semua iming-iming yang berbau materi.
Jika Aku Tim Nusantara Sehat
Saya lalu menerawang jauh, ah andai bidang keilmuan saya berasal dari bidang-bidang profesi yang dibutuhkan saya pasti ikut mencoba mendaftar menjadi tim Nusantara Sehat. Tapi sayangnya saya lulusan jurnalistik. Namun, keilmuan saya pernah mengantarkan saya menjadi jurnalis yang berkesempatan melihat bagaimana pelayanan kesehatan di beberapa tempat di Indonesia. Semoga kelak keilmuan saya ini juga berguna langsung bagi perkembangan pelayanan kesehatan di Indonesia.
Tapi berandai-andai menjadi Tim Nusantara Sehat tentu masih boleh. Barangkali ada mereka-mereka yang berasal dari bidang ilmu kesehatan tertarik ikut ketika membaca postingan saya ini. Tertarik ikut di misi kemanusiaan yang sedang dibangun Kemenkes demi terwujudnya pelayanan kesehatan yang merata di seluruh Indonesia. Iya, ini misi kemanusiaan, bukan sekadar jalan-jalan di pulau-pulau cantik di Indonesia. Ini misi yang membutuhkan persiapan khusus. Berikut persiapan yang saya lakukan jika saya menjadi Tim Nusantara Sehat:
-
Mempersiapkan fisik yang kuat
Berpartisipasi dalam Tim Nusantara Sehat bukanlah pekerjaan yang main-main. Dibutuhkan fisik yang sehat dan juga kuat. Tak hanya itu, kemampuan fisik kita dituntut untuk survive di daerah yang memang medannya tidak mudah. Berjalan berkilo-kilo meter mungkin akan menjadi makanan sehari-hari. Maka nggak heran jika melihat pelatihan Tim Nusantara Sehat yang terlihat seperti pelatihan militer. Peserta dituntut untuk sehat dan juga kuat.
Oleh karena itu, jika saya menjadi tim Nusantara Sehat maka saya mempersiapkan fisik saya untuk sehat dan juga terlatih. Paling tidak, saya membiasakan untuk olahraga dan makan-makanan bergizi. Fisik yang sehat ini memang menjadi modal utama untuk pengabdian di daerah pedalaman. Apalagi sebagai pelayan masyarakat pastilah harus siap 1×24 jam. Dan jangan heran jika di daerah-daerah penempatan nanti kita akan terbiasa untuk melewati hutan, sungai, laut, hingga jalan kaki di jalan tak beraspal yang bisa jadi jauhnya berkilo-kilo meter. Oleh karenanya, saya akan mengusahakan untuk menjaga kesehatan fisik dan survive di medan yang tak mudah. Jangan sampai justru saya yang jatuh sakit dan malah membebani serta tidak bisa melayani dengan maksimal.
-
Melepaskan segala kepentingan materiil dan melayani dengan hati
Masih banyak orang yang berfikir bahwa profesi tenaga kesehatan, dokter khususnya menjanjikan materi yang besar. Sekali periksa saja bisa dibayar mahal. Siapa yang tidak tergiur kemudahan materi seperti itu? Jika saya menjadi Tim Nusantara Sehat, saya harus menghilangkan sifat material oriented itu. Pelayanan pada masyarakat adalah hal yang diutamakan. Sama halnya dengan profesi wartawan yang pernah saya tekuni, tenaga kesehatan juga harus siap sedia 24 jam ketika dibutuhkan walaupun sudah habis jam tugasnya.
Jadi saya akan buang jauh-jauh pikiran soal penghasilan besar, hidup enak penuh fasilitas, dan bisa mengatur waktu sendiri. Ketika sudah masuk menjadi tim Nusantara Sehat, pelayanan masyarakat adalah yang utama. Saat capek, mengantuk, atau bahkan waktu istirahat ada yang membutuhkan saya harus siap karena masyarakat mungkin saja tidak punya pilihan pelayan kesehatan selain saya dan tim Nusantara Sehat. Untuk mengobati rasa letih dan capek itu, kuncinya cuma satu: melayani dengan hati. Yang tidak enak buat saya kan belum tentu tidak baik untuk saya.
-
Menambah kemampuan komunikasi
Walaupun Indonesia memiliki bahasa persatuan Bahasa Indonesia namun masih ada orang-orang yang tidak bisa atau tidak biasa menggunakan Bahasa Indonesia. Jadi, andai saya Tim Nusantara Sehat, paling tidak saya mempelajari bahasa, kebiasaan, dan adat-istiadat setempat. Pendekatan menggunakan bahasa lokal pada penduduk setempat biasanya akan lebih ngena dan akrab. Seperti halnya di daerah saya, Purworejo, dokter, bidan, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya biasanya berkomunikasi menggunakan Bahasa Jawa dengan pasien lokal. Hal seperti inilah menurut saya yang akan memangkas kesenjangan komunikasi antara pasien dan tenaga kesehatan.
Saya juga akan belajar lebih lagi bagaimana berkomunikasi dengan orang-orang dengan dari berbagai macam latar belakang, tua-muda, laki-laki-perempuan, masyarakat biasa-pemangku kepentingan, bahkan belajar berkomunikasi dengan teman satu Tim Nusantara Sehat. Karena bekerja dengan tim, saya pun harus bisa menyesuaikan diri dengan yang lain. Harus siap dikritik dan diberi masukan. Paling tidak, dengan komunikasi yang baik pesan akan tersampaikan dan meminimalisir kesalahpahaman.
-
Mensosialisasikan “Lebih Baik Mencegah daripada Mengobati”
Berbicara soal kesehatan pasti tidak melulu soal penyakit dan pengobatan. Sejalan dengan tujuan program Nusantara Sehat yang juga melakukan program preventif, maka saya akan menekankan pentingnya pencegahan penyakit. Walaupun tidak mudah pastinya, tapi dengan “Lebih Baik Mencegah daripada Mengobati” setidaknya saya memberikan tameng yang berasal dari masyrakat itu sendiri. Kedengarannya memang klise, tapi slogan ini saya rasa masih efektif untuk diterapkan.
Caranya adalah dengan memulai sosialisasi di sekolah, masuk dalam posyandu, atau turun langsung ke rumah-rumah penduduk. Dimulai dari hal-hal yang kecil dari kebiasaan membuang sampah pada tempatnya, pentingnya hidup di lingkungan sehat, memperkenalkan pola makanan sehat, mengajarkan cara menyikat gigi yang baik pada anak-anak, mandi dua kali sehari, pentingnya jamban untuk MCK, dan lain-lain. Dengan mengetahui bagaimana kondisi masyarakat setempat, lambat laun pasti bisa memetakan cara-cara preventif apa saja yang efektif dilakukan agar masyarakat bisa melindungi diri secara mandiri dari penyakit.
Sewaktu menjadi jurnalis, saya beberapa kali diajak pihak non pemerintah untuk melihat pelayanan kesehatan di beberapa wilayah Indonesia. Saya merekamnya kemudian menginformasikannya dalam bentuk berita. Nah, saat saya menjadi blogger (semoga) saya juga bisa melihat pelayanan kesehatan yang dilakukan Tim Nusantara Sehat. Ini adalah tentang bagaimana perjuangan Kementrian Kesehatan untuk terus mengupayakan pelayanan kesehatan yang lebih baik.
Pulau Belakang Padang adalah salah satu tempatnya. Di pulau yang berbatasan langsung dengan Singapura ini, Tim Nusantara Sehat ada untuk melayani masyarakat. Dan jika saya termasuk dalam salah satu orang yang beruntung, saya tentunya akan sangat bahagia menyaksikan kembali semangat para pemuda yang rela meninggalkan hingar bingar kehidupan untuk satu kata yaitu pengabdian. Menyaksikan juga bagaimana wajah-wajah ceria dan respon penduduk dengan adanya program ini.
Saya tahu, ini bukanlah jalan-jalan semata. Saya sebagai blogger adalah media penyebar informasi. Saksi hidup bagaimana Program Nusantara Sehat ini berjalan. Semoga saya bisa mengikuti perjalanan ini karena sama halnya saat menjadi jurnalis, dengan menjadi blogger pun saya tetap bisa memberikan dan menyebarluaskan informasi tentang pelayanan kesehatan yang diberikan pemerintah. Semoga…semoga ada kesempatan.