Hidup kadang disadari atau tidak penuh dengan drama. Atau terkadang seperti sinetron. Begitulah hidupku akhir-akhir ini. Ya, penuh dengan drama dan air mata.
Setelah Azka pergi, hal yang paling terasa adalah kesendirian. Iya sendiri, menyadari bahwa aku sudah tidak bersama Azka lagi itu pahit. Sendiri, hampa, sepi. Dan drama itu dimulai ketika aku mendapatkan cuti tiga bulan. Tiga bulan, mungkin waktu yang begitu sempit untuk seorang ibu cuti melahirkan. Iya, cuti melahirkan anak yang selamat. Sementara aku? Cuti melahirkan anak yang telah tak bernyawa.
Satu minggu, dua minggu, waktu berjalan terasa sangaaatt lama. Harus melewati hari-hari penuh kesendirian. Dan drama pun dimulai. Ketika aku mulai merasa bosan. Ketika aku mulai merasa capek. Dan ketika aku mulai merasa sepi. Sesekali aku membunuh waktu dengan membaca, menulis, bahkan mengerjakan pekerjaan rumah. Tapi itu tak mampu membunuh rasa sepi. Iya, sepinya ditinggal Azka.
Belum lagi drama minum obat yang tak kunjung habis. Ah, rasanya capek. Menanggung sakit ASI yang sesekali masih terus keluar. Mungkin ia mencari sang empunya yang harusnya mendapatkan nutrisi itu. Tapi sayangnya, dia telah di surga. Merasakan segarnya mata air surga, yang mungkin beribu kali lebih enak daripada air susu ibu.
Boleh aku menyalahkan hormon yang tak kunjung stabil? Atau aku harus menyalahkan siapa? Rasanya capek harus menangis di beberapa malam sebelum tidur. Pun juga harus menyembunyikan tangisan dalam kegelapan dan bangun dengan mata sembab. Rasanya juga capek terus menerus harus dibayangi mimpi buruk setiap malam. Mimpi yang mengingatkan akan sakitnya melahirkan Azka dan bahkan yang selalu membisiki untuk bunuh diri. Astaghfirullah…
Dan untuk semua yang telah terjadi, terima kasih untuk selalu bersabar. Terima kasih untuk selalu menerima. Terima kasih untuk selalu berbesar hati. Terima kasih untuk selalu mendampingi. Terima kasih untuk selalu menguatkan. Terima kasih untuk selalu memelukku ketika malam begitu dingin, menusuk, dan airmata tak bisa berhenti mengalir. Terima kasih untuk selalu mengingatkan bahwa masih ada bahumu dan Tuhan dalam setiap sujudku. Terima kasih, suamiku…
Ibu yang selalu sayang Azka dan Ayah :*