Anti-Mati Gaya Menghabiskan Liburan di Pedesaan Purworejo

Anti-Mati Gaya Menghabiskan Liburan di Pedesaan Purworejo

Sejak punya anak dan sekarang masih dalam tahap nempel emaknya terus, keinginan buat traveling harus sejenak ditekan. Bukannya apa-apa, saya nggak mau memaksakan anak buat traveling ke suatu tempat apalagi yang medannya sulit karena takut fisiknya belum kuat. Makanya, traveling buat saya dan suami saat ini ya hanya pulang ke Purworejo, kampung halaman kami. Walaupun begitu, kami buat semenyenangkan mungkin saat pulang kampung biar suasana travelingnya dapat.

Baca Juga:   Mempopulerkan Purworejo di On Track Magazine

Lucky me, punya suami yang tinggal di desa yang masih benar-benar desa. Beda dengan rumah tinggal saya yang agak ´ngota´ walaupun masih ada sawah, rumah suami saya benar-benar suasana pedesaan. Sawah masih terhampar luas, udara masih sejuk dan dingin, pepohonan masih banyak, sungai masih jernih, langit masih membentang nggak tertutup bangunan-bangunan, dan yang pasti sinyal masih susah, hahaha. Itu kenapa setiap pulang kampung dan nggak kemana-mana toh saya tetap bisa merasakan liburan.

Sering kan kita jauh-jauh ke Ubud buat lihat sawah, ke pedesaan Bogor buat menanam padi dan lihat sapi, atau ke farm field buat kasih makan kambing. Nah, semua itu ada di kampung halaman suami saya. Emang kalau yang setiap hari di sana biasa aja, tapi buat saya yang tiap hari menghadapi penatnya Jakarta hal ini priceless banget. Jadi kalaupun pas pulkam saya nggak bisa ke tempat-tempat yang literally emang tempat wisata, saya bisa bikin kegiatan sendiri atau menikmati suasana di pedesaan layaknya tempat wisata. Begini lho caranya?

Nggak harus susah-susah ke pantai, tinggal bangun pagi atau ke spot tertentu buat menikmati sunrise dan sunset

Kalau pulang kampung dan pengen menikmati hari yang indah memang harus dimulai dari bangun pagi. Nggak direkomendasikan deh bangun siang karena selain matahari udah terbit alias panas, suasananya juga nggak sesyahdu kalau pagi-pagi. Karena sekarang saya belum memungkinkan membawa Aqsa ke pantai, jadi harus punya cara lain buat lihat sunrise dan sunset. Apalagi 2 hal itu adalah hal yang saya suka, selalu ada suasana magis di dalamnya kalau pas lihat sunrise atau sunset.

Baca Juga:   Menanti Senja di Pantai Kuta Lombok

Beruntung suami saya tinggal di pedesaan Purworejo yang masih asri dan bebas dari bangunan-bangunan beton. Tiap pagi saya hanya perlu ke sawah buat lihat sunrise. Sambil duduk di jalanan setapak pinggir sawah ditemani udara sejuk, embun pagi, dan kadang kabut tipis saya menikmati waktu menunggu sunrise. Kalau beruntung, siluet-siluet pegunungan seperti Merapi, Sumbing, atau Sindoro akan terlihat.

Sama halnya dengan melihat sunrise, sunset juga bisa dinikmati di sawah. Tapi karena saya pengen suasana yang berbeda, biasanya saya dan suami memilih spot di dekat kali buat lihat sunset. Tanggul kali atau jembatan jadi tempat nongkrong favorit saya. Kalau udah begini rasanya nggak jauh beda dengan lihat di pantai, yang membedakan cuma nggak ditemani deburan ombak aja.

Pegunungan emang dingin tapi kabut pagi di pedesaan nggak kalah sejuknya, kok!

Saya juga belum berani bawa Aqsa ke tempat-tempat dingin kayak Lembang, Puncak, Batu, atau Dieng karena takut dia kedinginan dan belum terbiasa dengan suhunya. Tapi bukan berarti tidak ´belajar´ buat merasakan sedikit-sedikit ´simulasi´ tempat dingin. Dan tempat yang menunjang buat semuanya itu ada juga di pedesaan Purworejo khususnya di tempat dimana suami saya tinggal.

Baca Juga:   Merayakan Cinta dengan Glamping di Trizara Resort Lembang

Pada pagi hari, kabut tipis yang bikin udara dingin sering muncul. Walaupun lama nggak traveling ke tempat sejuk, tapi merasakan dinginnya udara pagi berkabut buat saya udah bikin senang kok. Berasa ada di dataran tinggi mana gitu, padahal mah di dekat sawah atau sungai aja. Kabut tipis ini biasanya muncul di musim-musim kemarau. Itulah kenapa saat pulang kampung walaupun saya orang yang susah bangun pagi tetap saya bela-belain melek demi bisa merasakan suasana sejuk bagai di dataran tinggi.

Kalau ke Ubud terlalu jauh, sawah belakang rumah sama indahnya

Banyak orang rela pergi jauh-jauh ke Ubud demi bisa lihat dan foto di tengah hamparan sawahnya. Saya? Duh masih trauma ke Ubud sejak babymoon kehamilan pertama yang bikin saya ketakutan di Bali, haha. Solusinya ya nikmati saja sawah di kampung halaman sendiri. Alhamdulillah, pedesaan Purworejo punya kok sawah yang nggak kalah bagus dari Ubud.

Baca Juga:   Mendamba Merayakan Ulang Tahun Pernikahan di Bali dengan 5 Kegiatan Ini

Kalau mau sawah yang berundak-undak kayak di Ubud, bisa pergi ke daerah-daerah Bruno yang tanahnya memang berada di perbukitan. Nah kalau saya cukup lah hamparan sawah yang menghijau atau menguning, lengkap dengan sinar matahari pagi dan udara sejuknya yang lagi-lagi bisa saya nikmati di kampung sendiri. Tinggal ke belakang rumah maka pemandangan indah itu nyata adanya.

Baca Juga:   #ExplorePurworejo (Bagian 1): Menikmati Bruno dari Ketinggian di Curug Gunung Putri

Kalaupun sawahnya lagi nggak bagus karena belum tandur atau ditanami padi lagi, biasanya saya dapat pemandangan yang berbeda yaitu aktivitas para petani di pagi hari dari membajak sawah, membersihkan rumput, atau menanam padi itu sendiri. Buat saya, ini pemandangan langka yang dulu justru sering saya lihat di sampul-sampul buku paket sekolah atau LKS. Makanya sering saya abadikan pakai kamera pemandangan yang seperti itu.

Mau lihat kambing dan kerbau nggak perlu ke farm field

Sejak tinggal di Jakarta dan booming wisata farm field di daerah-daerah seperti Bogor, saya belum tertarik mengunjungi. Kenapa? Ya karena lagi-lagi suasananya bisa saya temukan kalau pulang kampung di Purworejo. Tinggal keliling kampung aja buat nyari tuh keberadaan sapi, kambing, atau kerbau. Semuanya ada.

Baca Juga:   Mendadak Pelesiran ke de Voyage Bogor


Kalau mau cari sapi dan kambing, mereka biasanya digembalakan di dekat sungai di pagi hari dan sore sebelum jam 16.00. Kalau mau lihat kerbau diguyang alias dimandikan di kali, pagi-pagi adalah waktu yang tepat. Ditambah lagi, mbahnya Aqsa memelihara ikan di belakang rumah. Jadi tambah berasa suasanya farm field-nya deh karena kalau mau mancing atau kasih makan ikan tinggal ke belakang rumah. Jadi udah deh kalau sekarang suka ada yang ngajakin wisata ke farm field saya suka bilang mendingan pulkam sekalian.

Jernihnya sungai dan sejuknya udara pagi jadi makanan sehari-hari

Sesepele air sungai yang jernih aja di pedesaan bisa bikin bahagia lho. Lha soalnya saya biasa lihat air sungai yang hitam dan bau di Jakarta. Jadi kalau pulang kampung, sebisa mungkin saya sempatkan main di tanggul atau pinggiran kali kalau pas air sungainya surut karena tanggul kali di pedesaan khususnya desa tempat suami saya tinggal itu terawat banget.

menghabiskan sore di tanggul kali

Tanggul kali di kampung suami saya selain rapi juga dijadikan lahan produktif. Di pinggir-pinggir sungai itu kita bisa menemukan lapangan sepak takraw. Nggak cuma itu, lahan nganggur itu bisa ditanami banyak tanaman dari cabai, terong, jagung, suring, hingga bunga-bungaan. Yang paling penting lagi adalah tanaman-tanaman itu rapi dan terawat sehingga bagus buat background foto-foto, hahahaha.

ini kebun sayuran suring di pinggir kali, lho!

Jadi sekarang walaupun kalau pulang kampung saya masih susah pergerakannya buat explore Purworejo lebih jauh, saya nggak kecewa-kecewa amat kok. Saya masih bisa menikmati suasana pedesaan yang syahdu dan ngangenin. Sungguh rasanya saya bersyukur banget menikah sama suami saya yang rumahnya di desa yang masih asri. Selain karena nantinya bisa memperkenalkan Aqsa dengan alam, saya juga nggak perlu berkecil hati kalau nggak bisa piknikan secara harfiah. Cukup keluar rumah, maka suasana traveling begitu terasa. Murah meriah lagi biayanya, haha.

Baca Juga:   #ExplorePurworejo (Bagian 2): Napak Tilas Curug Kyai Kate

Ini baru di desa suami saya lho. Saya yakin desa-desa lain di Purworejo banyak punya potensi alam dan juga budaya yang terpendam. Makanya buat yang penasaran, monggo pinarak Purworejo dan nikmati suasana pedesaannya!

 

0 Comments
Previous Post
Next Post
Ayomakan Fast, Feast, Festive 2023
Rekomendasi

Jelajahi Kuliner Bersama AyoMakan Fast, Feast, Festive 2023