Hampir setiap pasangan yang menikah pasti selalu menginginkan anak, selalu menginginkan keturunan yang akan meneruskan cita-cita dan semangatnya. Idealnya, begitu menikah dan berhubungan seksual, tak berapa lama kehamilan akan didapatkan. Tapi itu idealnya. Banyak yang begitu menikah tak perlu menunggu lama lalu bisa mendapatkan keturunan. Tapi tak sedikit pula mereka yang harus menunggu berbulan-bulan, bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun hanya untuk mendapatkan seorang anak.
Lalu bagaimana jika tak jua memiliki keturunan?
Eits, jangan keburu putus asa. Jangan keburu berkecil hati. Banyak orang mungkin akan men-judge tidak subur atau mandul (naudzubillahimindzalik). Bahkan banyak pasangan yang meninggalkan pasangannya hanya karena tak jua punya anak, kejamnya…
Banyak orang yang belum melek sepenuhnya tentang ketidaksuburan. Ingat, infertil atau tidak subur bisa terjadi pada kedua belah pihak. Jangan hanya menyalahkan perempuan, pria pun bisa. Begitu pula sebaliknya.
Saya sadar sepenuhnya kondisi saya yang tidak biasa, jauh sebelum saya menikah. Lalu dengan besar hati saya katakan pada calon suami saya saat itu tentang kondisi saya. Ya saya tidak mau menyembunyikan kondisi dan membuat kecewa. Tapi toh ternyata calon suami saya menerima dan hingga kini menjadi suami saya dia tetap sabar dan mendampingi saat program hamil.
Program hamil pertama saya berjalan begitu mulus. Tadinya saya mau konsultasi dengan dokter kandungan saat setahun pernikahan, tapi rencana itu berubah. Saat kasus dugaan kriminalisasi dokter yang menimpa dr Ayu dan rekannya, saya diharuskan mewawancarai pihak POGI (Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia). Saya bertemu ketua umumnya, dr Nurdadi Saleh dan dalam sesi santai setelah wawancara, saya pun curhat tentang kondisi saya.
Dari curhat iseng inilah saya diberi rekomendasi buat ke Klinik Yasmin ketemu dengan dr Budi Wiweko SpOG (K) yang kata dr Nurdadi ahlinya menjadikan perempuan hamil. Saya dan kameramen saya kebetulan curhat hal yang sama, karena sama-sama belum mendapatkan momongan. Dan kebetulan lagi, pas pamit pulang, ternyata dr Budi sedang ada di kantor POGI, jadilah kita sekalian diperkenalkan.
Lalu apakah saya langsung ke Klinik Yasmin? Jawabannya tidak. Perlu waktu empat bulan sampai akhirnya memantapkan diri untuk program hamil. Mempersiapkan segala sesuatunya, yang paling penting sih finansial karena program hamil butuh biaya yang tidak sedikit. Apalagi tak ada asuransi yang meng-cover pengobatan fertilitas.
Seseorang dikatakan infertil atau tidak subur jika sudah menikah, tidak berhubungan jarak jauh (long distance), melakukan hubungan seksual seperti biasa tanpa KB tapi susah mendapatkan keturunan. Maka dari itu, program hamil baik dilakukan setelah satu tahun pernikahan dengan catatan tidak ada hal yang tidak biasa, misalnya haid yang tidak teratur seperti saya. Banyak teman saya yang belum hamil setelah beberapa bulan menikah dan mereka khawatir lalu bertanya sama saya. Saya selalu bilang, seneng-seneng dulu ajalah kalau memang semuanya normal.
Empat bulan kemudian, kami pun memberanikan diri untuk program hamil. Petugas di Klinik Yasmin sempat mengernyitkan dahi ketika pertama kali kami datang dan ditanya umur pernikahan yang ternyata belum setahun. Saya pun buru-buru bilang ‘haid saya ngga lancar’ langsung kata ‘oh’ mengalir dari bibirnya.
Program hamil pertama, begitu banyak pertanyaan yang berkecamuk. Kami sempat menanyakan apa faktor kecapean (karena kami berdua sama-sama bekerja) menjadi faktor belum hamilnya saya. Jawaban dr Budi dengan mantap bilang ‘tidak’. Okelah kalo begitu. Lalu sel telur saya pun dilihat melalui USG transvaginal dan terlihatlah sel telur yang kecil-kecil dan tidak matang. Setelah itu kami pun menjalani serangkaian tes.
Dari tes hormon prolaktin, AMH (anti mullerian hormon), hingga tes sperma. Dari tes itu akhirnya diketahui kalo hormon prolaktin saya tinggi, mencapai 80 lebih saat itu (nilai rujukan 4,79-23,30). Dan dr Budi pun meresepkan Caberlin 0,25 untuk menurunkan prolaktin. Obatnya sih kecil, sepele, diminum seminggu sekali, harganya mahaaall (4 tablet hampir IDR 500.000), dan efeknya dahsyat. Tanpa terlebih dahulu haid, sebulan setelah minum obat itu saya pun hamil. Iya, cuma jarak sebulan saya hamil Azka. Namun sayangnya, kehamilan saya hanya bertahan sampai 24 minggu.
Dan sekarang, saya kembali menjalani program hamil yang kedua. Kembali bertemu dr Budi. Kembali ke Klinik Yasmin. Kembali menjalani tes hormon. Kembali menjumpai Caberlin 0,25. Kembali minum obat. Kembali mengumpulkan pundi-pundi rupiah demi mendapatkan buah hati. Kembali berdoa. Kembali ikhtiar. Kembali bersabar. Kembali berserah diri. Kembali memohon yang terbaik.
Doakan, semoga kami berhasil. Semoga kami selalu kuat. Semoga kami selalu sehat. Dan semoga kami tidak lelah berjuang.
-jawzq-