#CeritaIbu: Lebaran, setelah 2 Tahun Pandemi…

#CeritaIbu: Lebaran, setelah 2 Tahun Pandemi…

Tahun ini tuh kayak tahun penuh harapan buat saya terhadap pandemi. Karena tahun ini, saya ngarep banget pandemi akan segera usai setelah berlarut-larut 2 tahunan. Tahun ini pula, akhirnya setelah melalui berbagai gelombang covid-19 kita semua punya titik terang soal mudik Lebaran. Saya adalah orang yang sangat excited dengan mudik karena 2 tahun tidak menikmati Lebaran di kampung halaman.

Baca Juga:   #CeritaIbu: Mudik Lebaran Pertama bersama Bayi

Saya dan suami udah mudik Lebaran duluan, saat awal puasa. Tahun ini memang niatnya kami mau berlebaran di kampung halaman terlepas dari apapun kebijakan pemerintah. Makanya, kami sengaja pulang lebih awal untuk menghindari kalau-kalau pemerintah akan mengambil kebijakan larangan mudik. Selain itu juga untuk menghindari macet jika pekan arus mudik sudah tiba, sih. Untungnya suami masih WFH, jadi kami juga bisa lebih bebas untuk menentukan kapan pulang kampung.

Baca Juga:   Pulang Kampung (Lagi) saat Pandemi
Lebaran jadi ajang main dan kumpul sama sepupu

Karena semua anggota keluarga sudah booster vaksin, termasuk juga orang tua dan mertua di kampung, saya lebih tenang untuk mudik. Alhamdulillah setelah 2 tahun saya bisa kembali menikmati momen Lebaran di kampung halaman. Dan setelah sekian tahun (lupa malah terakhir kapan), saya bisa menikmati hampir 1 bulan puasa di kampung halaman.

Puasa di Kampung Halaman

Puasa, mau itu di kota atau kampung halaman, esensi ibadahnya menurut saya sih sama saja. Hanya saja, menjalani Bulan Ramadan di kampung halaman hampir sebulan penuh tentulah berbeda daripada di kota perantauan buat saya sebagai ibu dan istri.

Kalau biasanya di rumah saat Ramadan hampir semua kegiatan menyiapkan makanan saya lakukan sendiri, berbeda dengan di kampung halaman. Karena ada ibu atau ibu mertua saya, maka kegiatan masak memasak pun jadi lebih ringan. Biasanya saya yang bertugas bikin es atau beli takjil. Sementara kalau di rumah, saya yang memasak dan bikin takjil sedangkan bagian bikin es untuk buka puasa dilakukan sama adik saya.

Ramadan kali ini juga saya bisa sering-sering salat tarawih di musala atau masjid dekat rumah orang tua. Yah, walaupun salatnya 8 rakaat karena mengikuti Aqsa yang baru belajar untuk ikut salat tarawih hanya 8 rakaat, tapi ini sudah kemajuan banget.

Baca Juga:   #CeritaIbu: Melewati Ramadan dan Lebaran Sebelum dan Sesudah Ada Anak

Saya lupa kapan terakhir kali bisa salat tarawih di musala atau masjid. Sejak hamil, punya anak bayi, dan pandemi melanda, aktivitas salat tarawih kebanyakan dilakukan di rumah karena takut virus atau pertimbangan Aqsa yang masih kecil.

Tapi Ramadan tahun ini berbeda. Selain saya sering salat tarawih berjamaah, Aqsa juga rajin sekali ke musala atau masjid untuk salat magrib atau tarawih. Alhamdulillah banget, karena dengan begini kami juga sambil mengajarkan dan mengenalkan salat serta tempat ibadah. Dan makin bersyukurnya adalah selama kegiatan ibadah di masjid ini, Aqsa jarang sekali cranky, dia anteng mengikuti salat, dan kalaupun capek dia akan duduk dengan tenang. Aqsa tidak jadi anak kecil yang rame, gedebukan, atau menangis di masjid. Good job, Aqsa! Dengan begini, kami jadi selangkah lebih mudah untuk mengenalkan Bulan Ramadan buat Aqsa.

Btw, saat awal pulang kampung kami sekeluarga salat dengan prokes ketat yaitu pakai masker. Ternyata di kampung halaman sudah selow banget masalah pakai masker ini. Hampir semua jamaah salat nggak pakai masker kalau di kampung suami saya. Sedangkan di masjid dekat rumah saya, masih terlihat beberapa jamaah laki-laki yang menggunakan masker. Sementara jamaah perempuan, kayaknya cuma saya yang rajin pakai masker, haha. Kayaknya orang di kampung lebih selow sama covid dan menganggap pandemi udah berlalu.

Untuk kegiatan ibadah lain, so far saya bisa menjalani dengan lancar. Saya masih bisa tadarus dan khatam 30 juz. Saya juga menunaikan zakat di kampung halaman.

Lalu yang lebih istimewa lagi, kami selalu bisa buka puasa dan sahur bersama orang tua. Bahkan beberapa kali kami buka puasa bersama di luar buat mencari suasana lain. Alhamdulillah dan puji syukur saya sama Allah karena Bulan Ramadan tahun ini masih bisa melewatinya bersama keluarga.

Baca Juga:   Yang Sering Kita Sepelekan dari Euforia Buka Puasa Bersama

Lebaran di Kampung Halaman

Selesai puasa, terbitlah Lebaran. Lebaran kali ini juga istimewa karena setelah 2 tahun kita menahan buat nggak kumpul dengan keluarga, alhamdulillah tahun ini kita diberi kelonggaran untuk dapat merayakan Lebaran bersama keluarga dan di kampung halaman.

Sebelum Lebaran, kami akhirnya bisa lagi menonton takbiran atau pawai obor yang biasanya dilakukan di malam takbiran. Aqsa bahkan antusias banget lihat acara ini. Kebetulan, tahun ini kami merayakan Lebaran di kampung suami saya yang kalau mengadakan takbiran nggak tanggung-tanggung. Konvoinya panjang dan meriah plus ada mainan api. Jadilah Aqsa kesenangan melihatnya bahkan pengen ikut juga. Alhasil, kami pun membuntut rombongan pawai walaupun dengan naik motor.

Kiri: Suasana takbiran di kampung halaman, Kanan: suasana jalanan yang macet

Salat Ied di kampung halaman pun sangat istimewa karena suasana Lebarannya kerasa banget. Banyak jamaahnya terutama para perantau yang pulang ke kampung halaman kayak saya. Saya dan suami pun bisa perlahan mengenalkan arti Lebaran ke Aqsa karena tahun ini dia sudah mulai mengerti dibandingkan terakhir pulkam Lebaran saat usianya masih 7-8 bulanan.

Baca Juga:   #CeritaIbu: Mudik Lebaran Pertama bersama Bayi

Lebaran kali ini juga istimewa karena akhirnya kami dipertemukan kembali dengan banyak saudara. Bukan hanya orang tua tapi adik ipar, sepupu, serta saudara jauh. Bahkan acara halal bihalal keluarga besar suami yang sudah 2 tahun skip pun kali ini diadakan kembali dengan meriah.

Karena bertemu dengan banyak saudara, efeknya memang Aqsa jadi dapat THR Lebaran lumayan banyak. Tapi orang tuanya juga keluar uang banyak buat nyangonin banyak anak, haha. Tapi kami bahagia kok. Aqsa senang saat menerima angpau Lebaran walaupun dia belum ngerti uang. Uangnya alhasil saya simpan semua, sebagian ada yang diambil buat dia mainan Timezone, dan siasanya kami rencanakan mau diinvestasikan buat Aqsa.

di tengah silaturahmi, masih sempat kasih makan kambing, haha

Tahun ini juga, Lebaran saya terasa lengkap dan ramai karena kehadiran sepupu-sepupu saya yang mudik ke rumah ibu saya. Aqsa bisa main bareng dengan sesama anak-anak yang notabene anak sepupu saya. Selain itu, kami merencanakan menginap bersama di Jogja, menyewa guesthouse, seru-seruan, sarapan di Soto Bathok Mbah Katro bareng, trus sisanya punya rencana masing-masing di Kota Jogja. Lebaran di Jogja yang dadakan ini justru seru banget karena selain kerasa vibes ngumpul barengnya, juga sensasi merencanakan liburan dadakan saat peak season tuh bikin penasaran dan memacu adrenalin.

Last but not least, Lebaran kali ini emang kerasa capeknya. Capek buanget malah karena ketemu banyak orang, silaturahmi ke banyak tempat, masak buat tamu, cuci piring lagi dan lagi, tapi tetap aja senang karena akhirnya kita bisa merasakan suasana kayak dulu lagi setelah 2 tahun absen. Nggak heran kalau banyak orang bilang, Lebaran ini tuh yang teramai. Lha gimana nggak ramai, lha wong udah 2 tahun nahan banget buat nggak pulkam dan kumpul keluarga.

Lebaran kalian gimana tahun ini? Seru juga nggak? Yuk share juga pengalaman Lebaran kalian di kolom komentar.

 

1 Comment
Previous Post
Next Post
Ayomakan Fast, Feast, Festive 2023
Rekomendasi

Jelajahi Kuliner Bersama AyoMakan Fast, Feast, Festive 2023