“Mbak, lo pernah dapat pengalaman nggak enak nggak selama liputan di luar negeri?”
Begitu tulis saya dalam sebuah aplikasi pesan pada seorang teman yang berprofesi sebagai camera person. Namanya adalah Meni Murniati. Dia adalah satu-satunya camera person perempuan di sebuah televisi berita nasional. Mbak Meni, begitu saya menyapanya, adalah perempuan berhijab. Ia sudah beberapa kali ditugaskan ke luar negeri untuk liputan. Dan setelah ngobrol ngalor-ngidul di aplikasi chat, mendengarkan ceritanya ketika liputan di Beijing, saya pun mengajukan pertanyaan itu sebagai bentuk keingintahuan.
“Alhamdulillah sejauh ini sih nggak ada. Malah banyak orang yang welcome ketika gue datang ke negara minoritas Muslim. Prinsip gue adalah membuka komunikasi yang baik ke siapapun,” ujar Mbak Meni.

Perempuan yang pernah ditugaskan ke beberapa negara seperti Vietnam, China, Italia, Hongkong, dan Singapura ini merupakan satu dari banyak perempuan yang beruntung karena diterima dengan baik di negara minoritas Islam. Bahkan, Mbak Meni bercerita ketika ia di negara berbasis komunis seperti China atau Vietnam, ia tetap diterima dengan ramah, diberikan tempat salat, bahkan dijamu dan diberikan makanan yang halal.
“Dengan hijab orang jadi lebih tau identitas gue adalah Muslim. Yang penting kita juga menaati peraturan yang berlaku di sana,” ujar ibu satu orang anak ini.
Ya, Mbak Meni merupakan seorang muslimah yang beruntung. Di saat dia dihormati sebagai seorang perempuan berhijab di negara minoritas Muslim di saat itu pula di belahan lain bumi ini masih ada perempuan-perempuan berhijab yang masih harus berjuang untuk hidup setara dan bebas diskriminasi. Banyak contoh dan juga kasus yang sudah mengemuka ataupun yang belum kita ketahui mengenai hal ini. Tak usah jauh-jauh ke luar negeri, di dalam negeri atau bahkan di sekitar kita pun banyak kasusnya.
Saya jadi ingat kisah Sandrina Malakiano. Dia mungkin salah satu contoh kasus yang dekat dengan kehidupan kita, kehidupan saya khususnya yang pernah bergelut di dunia broadcasting. Diturunkan dari jajaran presenter karena ingin memakai hijab. Saya yakin ada banyak Sandrina-Sandrina lain yang tidak bisa memeroleh haknya secara penuh karena memakai hijab. Sandrina Malakiano adalah satu dari banyak Muslimah yang tidak bisa memeroleh hak yang sama dalam bekerja karena pemakaian hijab, walaupun dia berada di negaranya sendiri. Negara Indonesia yang konon mayoritas penduduknya Muslim.
Semangat World Hijab Day bagi Muslimah Seluruh Dunia
Diskriminasi terhadap perempuan berhijab bukan merupakan “barang baru” yang sering kita dengar. Namun, adakah di antara kita yang bergerak dan bersuara? Beruntung, ada beberapa gerakan atau orang yang tak henti menyuarakan kesetaraan hak dan antidiskriminasi pada perempuan berhijab. Salah satunya adalah Nazma Khan dengan gagasan World Hijab Day.
World Hijab Day (WHD) yang diperingati setiap tahun pada tanggal 1 Februari ini bertujuan untuk memberikan solidaritas kepada seluruh Muslimah di dunia. Isu hijab memang sering bermuara pada hal-hal yang tidak mengenakan seperti terorisme. Oleh karena itu, banyak negara yang masih memandang sebelah mata bahkan mempersulit penggunaan hijab bagi Muslimah yang tinggal di dalamnya.
WHD tidak hanya mengajak kaum Muslim tetapi dari semua agama dan kalangan. Saat ini sudah 150 negara yang bekerja sama dengan World Hijab Day. Gerakan ini digagas mulai tahun 2013. Pada tahun 2017 ini mengusung tema dan hashtag #IStand4Hijab. Maksud dari hashtag ini adalah untuk melawan Islamophobia dan diskriminasi terhadap Muslimah khususnya di negara barat.

WHD memiliki ambassador di banyak negara di dunia. Salah satunya di Indonesia. Dalam kesempatan berbeda, saya pun sempat mewawancarai Amaliah Begum, salah satu duta World Hijab Day di Indonesia. Mereka secara nggak langsung memiliki tugas membantu campaign WHD di Indonesia. Ada beberapa kegiatan yang dibuat dalam rangka menyebarkan semangat berhijab, antara lain focus group discussion (FGD) yang diselenggarakan di kampus salah satunya di Fakultas Ekonomi UI.
“Kami membuat FGD soal hijab di dunia kerja karena dalam dunia kerja ada banyak sekali tantangan yang ada hubungannya dengan berhijab. Misalnya, lepas hijab untuk profesi tertentu. Nah di sana kami elaborasi semua ide, strategi, dan lainnya tentang hijab di lingkungan kerja. Setelah itu kami tanda tangan untuk support penggunaan hijab,” ujar Amaliah Begum dalam voice note yang ia kirimkan.

Di Indonesia saat ini isu yang disorot oleh WHD memang soal diskriminasi hijab di lingkungan pekerjaan. Isu ini yang ingin dibawa dan dicari solusinya agar para Muslimah berhijab juga bisa memeroleh hak yang sama dengan yang lainnya.
Hijab Bukan Pilihan
Salah satu brand yang concern dengan gerakan WHD adalah Aidijuma. Brand asal Negeri Jiran, Malaysia ini memang sudah beberapa tahun mendukung gerakan WHD. Tahun ini, Aidijuma mengadakan event Aidijuma x World Hijab Day di lima negara yaitu Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Turki, dan United Kingdom (UK). Acara ini terselenggara berkat kerjasama Think Fashion (yang juga pernah menyelenggarakan Istanbul Modest Fashion Week) pimpinan Franka Soeria dan Ozlem Sahin sebagai event organizer untuk acara di Indonesia dan juga Turki. Dalam event ini Aidijuma ingin mengusung semangat empowerement dan charityย dalam peringatan WHD serta menyebarkan hashtag #spreadlove lebih luas lagi.
Di Indonesia, acara ini diselenggarakan pada 19 Februari 2017 bekerja sama pula dengan Blogger Crony. Acara Aidijuma x World Hijab Day ini diselenggarakan serentak juga di tanggal yang sama di dua negara lain yaitu Brunei Darussalam dan Turki. Di London, Inggris acara yang sama sudah diselenggarakan pada 5 Februari. Sementara di Malaysia acara dilakukan pada tanggal 26 Februari sekaligus sebagai penutup rangkaian WHD.
Beruntung, saya termasuk salah satu Muslimah yang ikut dalam penyelenggaraan acaraย Aidijuma x World Hijab Day di Indonesia. Acara ini diisi dengan talkshow sarat makna yang mengundang bintang tamu antara lain: Nesa Aqila (Puteri Muslimah 2015) dan kakak beradik Shirin-Darin Al Athrus (selebgram, influencer). Dalam bincang hangat yang diselenggarakan di Bebop Food Studio Tebet itu mereka membagi pengalamannya ketika berhijab.

Nesa Aqila, narasumber pertama yang berbicara dalam acara tersebut menceritakan pengalamannya berhijab. Lahir dan tumbuh dalam keluarga yang berdarah Arab, membuat Nesa tidak asing dengan hijab sejak kecil. Bahkan, ia mulai mengenakan hijab dari TK. Sang ibu juga merupakan perempuan berhijab. Namun, ketertarikannya terhadap dunia seni dan hiburan membawanya pada godaan untuk melepas hijab. Apalagi dunia hiburan menawarkan banyak kenikmatan kalau ia mau membuka hijab.
Aku pernah ditawari sinetron dengan honor puluhan juta per episode. Syaratnya hanya satu, buka hijab.
Nesa pun pernah tergoda membuka hijabnya. Hasilnya justru ia tidak nyaman. Lalu ia kenakan kembali hijabnya. Untuk menguji hatinya, ia coba membuka lagi hijabnya dan tampil di khalayak ramai. Ia kembali merasa tidak nyaman. Sejak itu, ia memantapkan hati mengenakan hijab walau kadang dunia hiburan yang digelutinya memberikan banyak godaan untuk melepas hijab. Alhamdulillah, sampai sekarang Nesa istiqamah mengenakan hijab. Bahkan, dengan hijabnya ia berhasil menyabet gelar Putri Muslimah Indonesia 2015.
Lain Nesa, lain pula kisah yang dibawa kakak-adik Shirin-Darin Al Athrus. Mereka adalah kaum muda yang sudah mantap mengenakan hijab. Usia mereka baru belasan tahun memang tapi mereka sudah memiliki prinsip saat berhijab. Apalagi mereka juga tumbuh di keluarga keturunan Arab yang sangat kental dengan hijab.
“Hijab itu kan bukan pilihan, melainkan kewajiban seorang Muslimah,” ujar Shirin, sang adik.
Shirin dan Darin yang memang berhijab sejak kecil selalu menerapkan dalam dirinya kalau berhijab itu tidak ribet. Hijab memang berarti pembatas tapi tidak jadi halangan bagi mereka untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan passion. Darin misalnya, dengan hijabnya ia aktif mengikuti kegiatan basket. Sementara Shirin bisa eksis sebagai influencer, selebgram, dan berhasil menerbitkan buku tentang hijab. Bahkan, kala mereka traveling ke negara minoritas Muslim menggunakan hijab tidak ada perlakuan tak mengenakan yang mereka terima.
Walaupun begitu, bukan berarti dalam perjalanannya berhijab mereka tidak sempat kena nyinyir haters. Kena juga kok. Hanya saja mereka menanggapinya dengan adem dan positif. Bahkan Darin sama sekali tidak memedulikan hujatan haters di instagram yang membahas soal hijabnya.
Bagi Shirin dan Darin, perkembangan hijab di kalangan anak muda saat ini cukup baik. Banyak anak muda seusia mereka yang mulai sadar untuk berhijab. Mereka pun memberikan tip agar berhijab di kalangan anak muda bebas ribet. Tip dari mereka adalah pakailah hijab dengan bahan yang ringan seperti halnya yang mereka pakai. Kakak beradik ini bahkan sempat menunjukan bahwa mereka bisa berhijab dengan praktis dan simpel tanpa menggunakan jarum.
Untuk memeriahkan acara, Nesa Aqila juga membagikan tutorial hijab menggunakan scarf dari Aidijuma. Tadinya saya kira seorang Puteri Muslimah memakai hijab dengan style yang ribet. Namun, setelah ditunjukan tutorial tersebut ternyata nggak lho. Selain itu, saya dan beberapa blogger lain sempat ikutan seseruan ikut lomba mengkreasikan scarf dari Aidijuma menjadi hijab yang stylish.

Baik Nesa, Shirin, maupun Darin menyambut baik acara Aidijuma x World Hijab Day ini. Buat Shirin, World Hijab Day itu merupakan reminder bagi anak-anak seusianya untuk menggunakan hijab. Sementara Nesa bangga dengan Aidijuma untuk support Muslimah dan hijaber di seluruh Indonesia.
“Aidijuma menggunakan power-nya untuk hal yang positif,” ujar Shirin.
Aidijuma memang secara konsisten berpartisipasi di acara-acara charity dan women empowerment. Hal ini sesuai dengan tagline yang diusung brand tersebutย โWear It As Youโ dan trending #scarfwithsoul. Untuk mendukung Aidijuma x World Hijab Day ini, Datin Norjuma selaku owner Aidijuma mencetak 10.000 scarf dengan exclusive designย khusus untuk World Hijab Day. Dibagikan kepada muslimah di 5 negara melalui event Aidijuma X World Hijab Day. Ada juga yang dijual namun hasil penjualannya untuk charity.


Dalam sambutannya, Mbak Wawa Fajri yang juga co-founder Blogger Crony menceritakan sedikit tentang Aidijuma. Sebagai brand yang bisa dibilang baru, Aidijuma sedah banyak berkiprah baik itu di tingkat Asia Tenggara, Eropa, maupun Amerika. Datin Nourjuma memang bekerja keras untuk menjadikan brand yang berdiri dari tahun 2012 ini menjadi perusahaan scarf nomer satu dunia. Berbagai pameran dan fashion show mulai dari Plitz New York Fashion Week hingga Istanbul Modest Fashion Week diikutinya.
Saat ini Aidijuma tercatat sebagai brand scarf paling laris se-Asia Tenggara. Aidijuma Scarf pun telah memiliki 20 concept store di Malaysia dan satu outlet di Brunei Darussalam. Sebagai brand yang mengusung scarf, produk Aidijuma memang kebanyakan berbahan bawal dan juga satin. Salah satunya ya Bawal Printed for WHD ini. Oh ya, Bawal Scarf ini sebagian jumlahnya juga dibagikan pada pengungsi Syria yang ada di Malaysia.

Sebagai kepanjangan tangan Aidijuma x World Hijab Day, saya juga ingin menyebarkan semangat #IStand4Hijab dengan memakai Bawal Scarf. Oleh karena itu, saya pakai Bawal Scarf kemarin ketika ada kesempatan diwawancara oleh sebuah televisi nasional. Niatnya adalah membawa semangat charity dan empowerement dalam lingkup yang lebih luas. Selain itu, saya juga ingin membagikan semangat berhijab pada kawula muda dengan membuat tiga gaya tutorial hijab menggunakan Bawal Scarf. Ini dia tutorial hijab menggunakan Bawal Scarf, siapa tahu bisa menjadi inspirasi kamu berhijab.
