“Ada yang punya riwayat diabetes di keluarga?” tanya dr Yudit beberapa tahun lalu ketika saya USG 4D di Klinik Anggrek RSCM setelah diduga mengalami blighted ovum oleh obgyn saya.
Saya menggeleng tapi dalam hati bertanya-tanya. Tapi pertanyaan itu saya simpan karena kesedihan saya saat itu jauh lebih mendominasi dibandingkan rasa keingintahuan saya.
Setelah memendamnya beberapa hari, saya pun akhirnya melontarkan pertanyaan itu pada obgyn saya. Obgyn saya mengatakan bahwa diabetes pada ibu hamil akibatnya bisa banyak dan buruk, salah satu di antaranya adalah keguguran. Namun, tidak semua keguguran disebabkan oleh diabetes.
(Baca juga: Trauma Healing Pascakeguguran Berulang)
Deg.
Rasanya jantung ini seperti mau copot. Kemudian pertanyaan-pertanyaan itu berlanjut dengan tanda tanya siapakah yang memiliki garis riwayat diabetes di keluarga saya dan suami. Setelah ditelusuri hasilnya tak ada. Saya boleh sedikit berlega hati karena 1 faktor risiko keguguran bisa dihilangkan. Mungkin kehamilan yang kedua kemarin saya hanya kurang beruntung. Namun, saya nggak lantas bisa hore-hore karena semakin kesini saya menyadari bahwa diabetes bukan sekadar penyakit keturunan tetapi juga karena gaya hidup.
Saya jadi ingat seorang teman yang gagal nikah karena penyakit diabetes. Usianya 20-an akhir namun dirinya dikabarkan gagal nikah karena impotensi akibat diabetes yang dideritanya. Sekilas saya lihat tubuhnya memang gemuk. Ia mengaku beratnya hampir 100 kg. Selain itu, banyak makan karbo, kurang olahraga, hingga merokok menyebabkan ia terkena diabetes di usia muda. Sungguh, dari banyak kejadian itulah saya jadi tahu bahwa diabetes bukan sekadar penyakit orang tua tetapi juga penyakit yang tak mengenal usia.
Ketakutan terhadap Diabetes
Sejak banyak gaul dan tahu bahwa si A terkena diabetes di usia muda, si B gagal menikah gara-gara impotensi akibat diabetes, atau si C yang nyaris lumpuh karena kebanyakan kandungan gula di tubuhnya, saya jadi bergidik ngeri sama diabetes. Buat saya yang sedang menjalani program hamil, kalau sudah terserang diabetes rasanya kelar semuanya. Obat yang dikonsumsi bisa jadi semakin banyak, pengobatan semakin rumit, dan membutuhkan waktu yang nggak sebentar. Bayangkan kalau semua itu terjadi saat program hamil, akan semakin rumit, mahal, dan lama.
(Baca juga: FAQ Tentang Program Hamil)
Oleh karena itu, saya jadi sangat ketakutan sama diabetes saat program hamil. Saking takutnya, mau makan atau ngemil aja suka lihat dulu berapa kandungan kalorinya. Kalau merasa bersalah habis makan yang mengandung banyak kalori, saya trus lari atau jalan di treadmill. Ya kalaupun nggak olahraga di treadmill, saya usahakan banyak gerak menyibukkan diri di rumah asalkan nggak duduk diam atau bahkan tidur. Kadang ketakutannya sampai berlebihan sih. Tapi dari situ justru saya bisa mengubah habit yang dinilai bisa memicu risiko diabetes, seperti:
- Mencampur beras putih dengan beras merah saat memasak nasi
- Mengurangi makan fastfood, dalam sebulan nggak mesti 1 kali makan
- Mengurangi minuman kemasan manis dan menggantinya dengan air putih
- Nggak membiasakan ngopi atau ngeteh di rumah saat pagi atau saat suami pulang kantor (ini yang mungkin sering jadi omongan karena kayak nggak lazim, suaminya nggak diladenin tapi plis ini demi kesehatan), kalau mau ya minum air putih. Ngeteh (kami jarang buanget ngopi) sesekali saja kalau pas pengen.
- Nggak membiasakan makan dessert manis atau ngopcan (ngopi cantik) di cafe (say no to rainbow cake, jar cake, cheese cake, macaroons, dll)
- Tidak mengonsumsi kopi instan kemasan (kalau ada tamu doyan ngopi di rumah kelabakan harus beli dulu)
- Mengganti gula pasir dengan gula jagung
Itulah beberapa hal yang saya biasakan di rumah. Kayaknya hambar banget ya rumah saya? Nggak kok, karena sudah dibiasakan ya jadi nggak berat. Mungkin juga ada pengaruh karena sehari-hari saya di rumah. Kalau masih kerja, saya bisa hampir tiap hari makan fastfood atau nongkrong cantik makan yang ‘enak’enak’ di cafe kayak saat masih jadi reporter dulu. Alhamdulillah keberadaan saya seutuhnya di rumah jadi membawa perubahan di beberapa hal untuk keluarga.
(Baca juga: Mencoba Hidup Sehat Tanpa Tapi…)
Kenapa saya sebegitunya? Pasalnya, diabetes merupakan penyakit yang bisa ‘mengundang’ penyakit lainnya dan menyebabkan komplikasi. Kalau sudah diabetes biasanya ‘temannya’ adalah kolesterol, gagal ginjal, atau jantung, seperti tetangga sebelah rumah saya. Makanya diabetes juga disebut ibu dari berbagai penyakit. Dokter spesialis gizi klinis, dr Cindiawaty Josito, MARS dalam diskusi kesehatan bersama H2, Health & Happiness menjelaskan bahwa diabetes merupakan penyakit yang juga disebabkan karena gaya hidup.
“Justru kalau orang punya risiko keturunan tapi makannya dijaga, aktivitasnya dijaga, olahraganya ditingkatkan, risiko seseorang untuk kena menjadi berkurang. Berbeda dengan orang yang nggak ada keturunan diabetes tapi pola hidupnya tidak dijaga,” ujar dr Cindiawaty.
Salah satu hal yang paling berisiko diabetes adalah terjadinya kegemukan. Kegemukan terjadi apabila seseorang nggak bisa mengatur makanannya. Makanan-makanan yang mengandung karbohidrat tinggi jadi pemicunya. Selain itu, karbohidrat yang penyerapannya cepat juga dituding meningkatkan risiko seseorang terkena penyakit diabetes.
Selain makanan, faktor stress, lemak (khususnya makanan yang digoreng), dan malas gerak juga dituding menjadi hal-hal yang meningkatkan risiko diabetes. Oleh karena itu, pintar memilih makanan merupakan kunci untuk mencegah diabetes. Makanan yang berguna untuk mencegah diabetes adalah makanan yang memiliki indeks glikemik rendah. Makanan berserat merupakan makanan yang memiliki indeks glikemik rendah karena serat menghalangi atau memperlambat penyerapan glukosa.
Mencegah Diabetes Lebih Baik daripada Mengobati
Mencegah daripada mengobati merupakan pemeo lama yang kayaknya sepele tapi ternyata memang betul adanya. Lebih baik susah payah mencegah daripada tersiksa sakit dan harus menjalani pengobatan. Begitu pula terhadap diabetes. Apalagi diabetes sudah dikategorikan dalam 4 penyakit mematikan di Indonesia.
“Diabetes menempati posisi nomer 3 yang menjadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia setelah stroke dan penyakit kardiovaskular,” ujar dr Dyah Erti Mustikawati, MPH, Kepala Subdirektorat Diabetes Melitus dan Gangguan Metabolisme, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Dr Dyah menambahkan, jika tidak ditemukan dan diobati dengan baik diabetes akan menjadi komplikasi, menyebabkan kecacatan, membuat pembiayaan kesehatan menjadi meningkat, hingga kematian dini (kematian di bawah usia 70 tahun). Oleh karena itu, perlu hindari beberapa hal antara lain:
- Diet tidak sehat dan seimbang (separuh serat, seperempat protein, seperempat karbohidrat). Selain itu, atur konsumsi GGL (gula, garam, lemak). Oleh karena itu hindari makanan yang terlalu banyak diolah seperti digoreng, diasinkan, diberi santan, atau dibuat manisan.
- Sedentary lifestyle yaitu mager alias malas gerak kalau sudah bekerja atau bermain gadget.
- Merokok atau terpapar asap rokok
- Konsumsi alkohol (di Indonesia tidak begitu dominan)
Di Indonesia, kasus diabetes naik karena lifestyle masyarakatnya. Dr Dyah menambahkan kalau mayoritas penyebabnya adalah karena obesitas atau kegemukan. Selain itu, setiap orang juga harus bisa mengukur dirinya sendiri berdasarkan faktor risiko di atas. Kalau semakin banyak faktor risikonya, berarti peluang terkena diabetes semakin besar. Pada orang-orang yang sudah berisiko ini diharapkan untuk mengubah pola hidupnya. Dan apabila seseorang sudah terkena diabetes pun harus segera diobati.
Lalu gimana seharusnya kita memilih makanan yang efektif untuk mencegah diabetes?
Pilah-Pilih Makanan Pencegah Diabetes
Zaman now, tren pangan untuk mencegah diabetes adalah jenis pangan dengan indeks glikemik rendah. Dr Didah Nur Faridah, Kepala Pengembangan Layanan Analisis Pangan, IPB menyarankan untuk kita memilih pangan dengan indeks glikemik rendah. Namun, saat makan makanan dengan indeks glikemik rendah, perhatikan pula porsinya.
“Jangan mentang-mentang makan makanan dengan indeks glikemik rendah lalu porsinya malah banyak ya itu sama saja beban glikemiknya tinggi. Tetap makan makanan dengan indeks glikemik rendah namun dengan porsi biasa atau separuhnya,” ujar perempuan yang biasa dipanggil Ibu Didah ini.
Ibu Didah juga sharing tentang penelitiannya terkait nasi dan tepung kelapa. Hasil penelitian Ibu Didah menunjukkan jika nasi yang dikonsumsi sendiri, indeks glikemiknya tinggi mencapai angka 70. Semakin pulen nasi, semakin tinggi indeks glikemiknya demikian juga sebaliknya. Sementara itu, pada nasi yang dicampur tepung kelapa sebanyak 20%, hasil menunjukkan indeks glikemiknya menjadi sedang. Sedangkan pada pengujian terakhir, nasi dicampur dengan 25% tepung kelapa menghasilkan indeks glikemik yang rendah mencapai 49.
Dengan hasil penelitian ini, tepung kelapa terbukti efektif untuk menurunkan indeks glikemik. Hal ini dikarenakan kandungan serat tepung kelapa yang mencapai 22%. Serat di dalam tepung kelapa inilah yang menyebabkan penyerapan glukosa dalam tubuh menjadi lambat karena terhambat oleh serat pangan. Serat yang menghalangi absorbsi ini menyebabkan kadar glukosa menjadi turun.
Cara memasak nasi dengan tepung kelapa ini pun mudah. Caranya kita tinggal mencuci beras seperti biasa lalu ditaburi tepung kelapa di atasnya sebelum dimasak. Hasil jadinya, rasa nasi seolah ditaburi parutan kelapa kala dimakan. Rasanya pun masih ramah di lidah. Ya mirip-mirip nasi uduk atau nasi lemak lah ya cuma ini ada remah-remah kelapanya.
Nah, salah satu produk tepung kelapa yang bisa digunakan untuk menurunkan kadar gula dalam darah dan mencegah diabetes adalah H2 tepung kelapa. Seperti halnya singkatan brand-nya, H2 (Health n Happiness), produk ini memang ingin memberikan kesehatan dan kebahagiaan bagi pada penggunanya. Kunci produk H2 adalah konsumen terlebih dahulu harus memperbaiki gaya hidupnya. Walaupun makanan yang dikonsumsinya sudah cenderung sehat namun jika pola hidupnya tidak teratur ya sama juga tidak ada pengaruhnya.
FX Widiyatmo, Head of Corporate Business Development PT Kalbe Farma Tbk, menyatakan bahwa pemakaian tepung kelapa dalam nasi ini dilakukan karena sebelumnya telah ada penelitian terlebih dahulu yang dilakukan di India dan Semarang. Penelitian itu menunjukkan adanya penurunan indeks glikemik. Gayung pun bersambut ketika PT Kalbe Farma mengetahui bahwa hasil kelapa di Indonesia termasuk besar. Oleh karena itu, tidak ada salahnya memanfaatkan hasil kelapa ini untuk kesehatan.
Pencampuran tepung kelapa dalam nasi ini juga diilhami karena kebiasaan kebanyakan orang Indonesia yang berprinsip ‘belum makan kalau belum makan nasi’. Oleh karena itu, hadirnya produk H2 tepung kelapa ini diharapkan menjadi solusi bagi masyarakat Indonesia yang ingin menurunkan kadar gula dan juga mencegah diabetes tapi tetap bisa makan nasi.
Yang perlu diketahui, pencampuran H2 tepung kelapa pada nasi ini sangat berbeda dengan mencampurkan santan. Hasilnya pun berbeda karena tepung kelapa dalam nasi tidak akan menjadi seperti minyak tetapi justru menimbulkan tekstur kasar seolah ditaburi parutan kelapa pada nasi.
Selain dicampur di beras, H2 tepung kelapa ini juga bisa dicampurkan pada makanan lain yaitu es krim. Sesudah acara berlangsung, saya pun sempat makan es krim dengan campuran tepung kelapa. Hasilnya tetap ramah di lidah kok, bahkan es krim terasa seperti rasa kopyor atau kelapa. Nah, selain tepung kelapa H2 juga memiliki banyak produk kesehatan lain yang bisa digunakan sebagai campuran makanan seperti chia seed, tepung melinjo, gula kelapa, kakao instant, dan masih banyak lagi.
Jadi nggak usah takut lagi sama diabetes asal kita bisa atur dan jaga pola makanan. Yuk cegah diabetes bareng-bareng!