Rahmat menyesal dan meminta maaf kepada Lastri karena keputusannya untuk berpindah ke Janadriyah, Riyadh, malah berbuah petaka. Sementara Lastri hanya menangisi kontraksi perutnya yang semakin hebat. Ia lalu dilarikan ke rumah sakit Dallah. Rahmat menatap layar ponsel dengan gambar Baitullah di wallpaper-nya. Ia merutuk dan menyalahkan dirinya sendiri: “Andai saja waktu itu aku enggak pindah, kejadian ini tak perlu terjadi.”
Itulah blurb, sekelumit ringkasan, dari Novel Janadriyah Sebuah Perjalanan karya Achi TM dan Febriandi Rahmatulloh. Novel ini berkisah tentang perjalanan hidup seorang Rahmat yang sering berpindah-pindah tempat dari kecil bahkan hingga sampai bekerja. Perpindahan tempat itu otomatis membawa perubahan-perubahan bukan saja dalam hidupnya tetapi juga keluarganya.
Bertempat di Ev Hive, The Breeze, BSD, Tangerang Selatan, Novel Janadriyah ini di-launching dan diperkenalkan pada para pembacanya. Dalam kesempatan itu saya menjadi salah satu orang yang beruntung bisa datang ke diskusi sekaligus peluncuran novelnya bersama sang penulis, Achi TM dan Febriandi Rahmatulloh, serta Hijrah Ahmad sang editor dari Emir Books.
Perjalanan Penuh Warna-Warni
Acara yang berlangsung seru ini dibuka dengan penampilan kesenian Rudat Banten. Rudat adalah seni musik dan tari yang hampir punah dan berasal dari Banten. Kesenian Rudat ini dimainkan oleh beberapa kaum laki-laki dengan cara menari diiringi dengan musik berupa puji-pujian Shalawat.
Bukan tanpa sebab Seni Rudat ini ditampilkan. Pasalnya, selain salah satu penulis adalah orang Banten, Seni Rudat yang merupakan bentuk kesenian tradisional juga sejalan dengan beberapa isi pesan di Novel Janadriyah. Beberapa bagian isi novel tersebut berusaha memunculkan kembali hal-hal yang sifatnya tradisional di tengah gempuran modernisasi saat ini.
Febriandi Rahmatulloh yang juga penulis buku ini mengakui bahwa kisah Rahmat, tokoh utama dalam buku tersebut, diilhami dari kisah nyatanya. Febri, begitu laki-laki ini biasa disapa, memang sering sekali berpindah tempat tinggal. Dari kecil ia sering berpindah mengikuti sang ayah bertugas. Sementara saat sudah bekerja dan menikah, giliran ia yang sering dipindahtugaskan ke banyak negara dan kota. Salah satunya adalah di Riyadh.
“Buku ini adalah ungkapan rasa terima kasih saya pada semua keluarga besar yang sudah mendukung saya dari kecil,” ungkap pria yang kini bekerja di Vodafone, Qatar itu.
Seperti namanya, Janadriyah Sebuah Perjalanan, adalah sebuah buku yang berisi perjalanan hidup Febri yang dikisahkan sebagai Rahmat. Perjalanan hidup ini dikisahkan sejak ia kecil hingga sampai dewasa dan berkeluarga. Kisah ini menceritakan perjuangan Rahmat, anak yang sama sekali tidak unggul dalam hal akademis namun akhirnya bisa sukses bekerja di perusahaan asing di luar negeri, tentunya dengan telah melewati fase -fase sulit dan mengharuskannya mengambil keputusan yang drastis mengubah hidupnya. Itulah mengapa judul novel ini adalah sebuah perjalanan karena memang mengisahkan perjalanan hidup Febri. Febri mengatakan bahwa 80 persen isi buku ini adalah sesuai dengan kisah hidupnya. Sementara 20 persennya adalah bumbu pemanis cerita.
Sementara itu nama Janadriyah sendiri diambil dari nama festival di Riyadh yaitu Festival Janadriyah. Pemilihan kata Janadriyah sebagai judul novel tentu merujuk pada festival itu. Menurut Febri, Festival Janadriyah merupakan festival yang meriah dan penuh warna-warni. Festival ini bisa mengubah wajah Kota Riyadh yang tertutup dan sepi menjadi meriah dan penuh warna-warni. Ini juga pengandaian akan hidup Rahmat, si tokoh utama dalam buku, yang memang hidupnya sangat berwarna dengan plot naik turun yang drastis.
Hal ini juga yang diamini oleh Mas Hijrah Ahmad selaku editor buku ini. Menurut Mas Hijrah, walaupun memiliki tebal sekitar 500 halaman tetapi plot cerita Janadriyah tidaklah membosankan dan sangat inspiratif.
“Ceritanya seperti mars, selalu ada hal baru atau konflik baru yang akan membuat pembaca nggak bosan,” ungkap Mas Hijrah Ahmad.
Perjuangan Selama 2 Tahun
Mbak Achi TM adalah penulis lain dari buku ini. Mbak Achi dan Febri menulis buku ini selama 2 tahun. Kendala yang paling utama saat menulis novel ini tak lain dan tak bukan adalah jarak. Mbak Achi ada di Indonesia sedangkan Mas Febri di Riyadh dan Qatar. Praktis komunikasi mereka hanya dilakukan via online melalui aplikasi pesan dan juga email. Begitu pun dengan Mas Hijrah Ahmad selaku editor.
“Ini adalah pertemuan kedua saya dengan Mbak Achi. Selama ini diskusi kita dilakukan via whatsapp dan email,” ujar Febri yang juga lulusan Jurusan Statistik UGM ini.
Oleh karenanya, ini adalah novel terlama yang pernah dikerjakan oleh Mbak Achi. Penulis yang juga penulis skenario film Insyaallah Sah itu mengaku butuh bolak-balik revisi untuk menyingkronkan data dan keadaan Rahmat dengan pengalaman Febri. Hal inilah yang akhirnya memakan waktu tak terasa hingga 2 tahun.
Selain itu, sebelum memutuskan tandem bersama Febri untuk menulis Janadriyah Sebuah Perjalanan ini, Mbak Achi juga merasa klik terlebih dahulu dengan Febri karena ada ketertarikan dan kepedulian yang sama di bidang pendidikan. Ketertarikan pada dunia pendidikan itulah yang akhirnya diselipkan sebagai pesan-pesan moral dalam novel terbitan Emir Books, Erlangga ini.
Saking cintanya sama dunia pendidikan inilah, akhirnya Febri mendedikasikan keuntungan penjualan buku ini untuk dana pendidikan di desa-desa. Salah satunya adalah dana bagi Komunitas Lentera Surosowan yaitu komunitas pendidikan bagi anak-anak di perbatasan Serang dan Cilegon yang saat diskusi juga datang di Ev Hive, The Breeze.
Melalui buku ini ada banyak pesan yang ingin disampaikan penulis. Febri yang memang menjadi wujud asli dari tokoh Rahmat menyatakan, ia ingin menyiratkan pesan bahwa ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang bisa mengubah hidup seseorang. Selain itu, pesan tersirat soal mempertahankan idealisme, meraih impian, serta tidak mendewakan uang dalam kehidupan sarat dalam isi buku ini.
Buat saya cerita novel ini bikin penasaran. Saya yang suka malas duluan lihat novel tebal dengan jumlah halaman lebih dari 500 akhirnya memberanikan diri untuk membacanya. Baru beberapa halaman memang saat saya menuliskan tulisan ini. Namun, beberapa part-nya sudah sangat menggelitik dan mengundang saya untuk membaca lagi, lagi, dan lagi.
Penasaran sama ceritanya?
Hmmm, jadi begini.
Eh baca aja sendiri deh. Karena dengan membeli dan membaca buku ini, kamu juga bisa sekaligus membantu teman-teman kita yang masih tertinggal dalam soal pendidikan.