“Aku mungkin ngga bisa ngerasain gimana sakitnya, tapi kamu harus kuat.”
Dia menggenggam erat tanganku. Menguatkan aku di tengah rasa sakit fisik akibat obat induksi yang dimasukkan beberapa jam yang lalu dan rasa nyeri di dalam hati karena harus merelakan anak yang sudah puluhan minggu ada di dalam rahim diambil kembali oleh Sang Pemilik Hidup. Ya, dia menguatkanku. Dia yang selalu menggenggam erat tanganku. Mengusap punggungku ketika rasa sakit menyerang dengan hebatnya.