*Disclaimer: review ini bernilai sangat subjektif dan mengandung spoiler
“Jangan lupa bawa tisu dulu kalau mau nonton Critical Eleven,” kata saya sambil memasukkan tisu ke dalam tas pada suami sesaat sebelum berangkat nonton ke bioskop.
Dalam delapan tahun terakhir ini rupanya pertanyaan dengan kata “kapan” sangat sering terdengar di kuping saya. Mulai dari kapan lulus, kapan kerja, kapan nikah, kapan punya rumah, kapan beli mobil, sampai kapan punya anak. Trus gimana rasanya? Buat sesekali sih oke, tapi kalo pertanyaan yang sama diulang-ulang mulu kok ya kesannya jadi bosan dan ganggu ya.
“Hai, Ibu,” sapanya sambil tersenyum memperlihatkan deretan gigi putihnya ketika aku muncul dari balik pintu.
Sore ini, dia masih seperti tadi pagi. Tersenyum riang setiap melihatku. Wajahnya bersinar. Yang membedakan hanya bajunya. Sore ini dia tak lagi memakai seragam sekolahnya. Tapi air mukanya selalu sama, selalu bercahaya. Dia berlari menghambur ke arahku.
Merinding setiap ingat pertanyaan itu. Akhirnya berani juga buat menulis tulisan ini. Tulisan ini insyaallah lebih informatif ketimbang sekedar curhat menye dulu-dulu saat kehilangan Azka. Tulisan ini tentang IUFD dari sudut pandang saya, seorang perempuan yang pernah mengalaminya.
Hari ini ibu dapat kabar dari saudara ayah ada yang IUFD juga. Hampir sama dengan kamu, Nak, terlilit tali pusar. Ah, ibu bisa merasakannya. Iya hancur, merasakan sedih dan hilang harapan. Apalagi ini bayi pertama yang dinantikan sejak lama. Sama seperti ibu dan ayah waktu itu. Ibu seperti dejavu. Ibu bisa merasakan apa yang orang tuanya rasakan. Hancur dan kehilangan harapan. Ibu bisa merasakan ibunya yang kesepian, melahirkan tanpa tangisan. Tak ada tebusan atas rasa sakit yang mendera.
Hari ini, Sabtu ini pasti menjadi Sabtu yang kelabu. Sama seperti ibu empat minggu yang lalu. Iya, kemudian ibu menjadi benci dengan hari Sabtu ketika mengingatnya. Merasakan kesendirian dan hampa. Mengingat lagi kamu, Azka. Mengingat ibu berjuang sendiri hanya dengan obat-obatan tanpa ditemani tangismu. Ibu merasa ada yang hilang. Selalu merasa kehilangan.