Dokter, bayi saya kok ngga ada gerakannya ya?
Merinding setiap ingat pertanyaan itu. Akhirnya berani juga buat menulis tulisan ini. Tulisan ini insyaallah lebih informatif ketimbang sekedar curhat menye dulu-dulu saat kehilangan Azka. Tulisan ini tentang IUFD dari sudut pandang saya, seorang perempuan yang pernah mengalaminya.
Intra Uterine Fetal Death atau IUFD atau stillbirth biasa dikenal sebagai kematian janin dalam kandungan. Banyak orang yang susah membedakan antara keguguran (misscarriage) dengan IUFD. Seseorang bisa dikatakan IUFD jika kehilangan janin di atas usia 20 minggu. Sedangkan dikatakan keguguran sebelum janin berusia 20 minggu.
IUFD juga biasanya terjadi pada kandungan di atas 20 minggu dimana organ-organ janin sudah mulai terbentuk. Nggak heran, jika perempuan yang mengalami IUFD, bayinya harus dilahirkan karena sudah terlampau besar untuk dikuret.
Penyebab IUFD ini sebenernya banyak, tapi ada beberapa orang yang bingung juga karena ngga ada tanda-tanda jelasnya termasuk saya. Yang terasa hanya gerakan janin yang berkurang dan lama kelamaan menghilang. Menurut dokter yang memeriksa saya dulu, untuk mengetahui penyebab IUFD harus dilakukan autopsi pada janin yang telah dilahirkan. Tapi rata-rata orang Indonesia kan masih awam sama autopsi dan kasian aja sama anak kita yang udah meninggal terus harus diautopsi. Jadilah ada ibu-ibu yang masih menyimpan misteri terhadap penyebab anak meninggal dalam kandungan, termasuk saya.
Namun, kalo dilihat secara medis, penyebab IUFD ada banyak di antaranya adalah ketidakcocokan golangan darah, rhesus ibu dan bayinya, gerakan bayi yang berlebihan, berbagai penyakit pada ibu hamil, kelainan kromosom, trauma saat hamil, infeksi pada ibu hamil, atau kelainan bawaan bayi. Dalam kasus IUFD saya dulu susah untuk memprediksikan penyebabnya. Pun saudara saya yang mengalami IUFD juga begitu karena memang ngga ada tanda-tanda trus setiap periksa janin selalu sehat dan gerakannya aktif.
Prediksi dokter saat itu adalah janin saya terlilit tali pusat. Tapi itu masih prediksi awal banget. Bisa aja sih janin terlilit tali pusat atau tali pusat terpilin (melintir) yang mengakibatkan asupan makanan dan oksigen bisa berkurang. Tapi prediksi ini kan masih prediksi awal banget jadi ya belum tentu tahu benar apa nggaknya. Awalnya, saya dan suami mengira kalo ini disebabkan karena kerja atau kecapekan, ternyata dari dua dokter yang kami kunjungi, kecapekan ato kerja nggak ada hubungannya dengan IUFD.
Persalinan IUFD
Setelah mengetahui detak jantung nggak ada atau bayi dinyatakan meninggal dalam kandungan, ada baiknya mencari second opinion dari dokter lain. Yah walaupun kadang kemungkinan beda pendapatnya sedikit, tapi second opinion itu harus. Dokter yang mendapati paseinnya mengalami IUFD biasanya memberikan rujukan untuk dilahirkan. Sebelum dilahirkan biasanya dokter menyarankan kita buat berdiskusi dengan keluarga gimana baiknya.
(Baca juga: Second Opinion)
Orang yang mengalami IUFD biasanya disarankan untuk melahirkan normal dengan catatan tidak ada penyulit dari si ibu. Proses melahirkannya memang lama, tetapi harus sabar. Kadang hal ini yang tidak dipahami keluarga pasien karena ada keluarga yang beranggapan bahwa bayinya harus segera dikeluarkan karena takut keburu kelamaan di dalam dan ibunya kenapa-napa. Padahal dulu dikasih tahu dokter kalo batas waktu dari mengetahui IUFD sampai persalinan jangan sampai lebih dari dua minggu supaya tidak menimbulkan efek (keracunan bagi ibunya).
Oh ya, kenapa harus melahirkan normal dan nggak disarankan untuk caesar? Karena anak di dalam kandungan sudah meninggal jadi sayang ibunya harus merasakan sakit bekas caesar setelahnya. Selain itu, biar setelah tiga bulan si ibu bisa kembali program hamil, kan kalo caesar harus menunggu tahunan dulu. Oh ya, untuk melahirkan IUFD ini, si ibu nggak boleh terlalu stres. Oleh karenanya, batasi dulu tamu yang berkunjung dan penggunaan gadget. Karena jika semakin stres, konon bayinya semakin lama keluarnya.
Ada beberapa cara melahirkan bayi yang sudah meninggal di antaranya adalah dengan induksi atau memasangkan balon kateter. Dulu akhirnya saya memilih induksi. Proses ini harus sabar dan butuh puluhan jam. Dulu saya diinduksi hampir 35 jam yang rasanya udah nggak karuan. Tapi untungnya, melahirkannya nggak harus nunggu sampai pembukaan lengkap. Saya pembukaan empat atau lima udah bisa melahirkan. Ini tergantung berat dan besar janinnya juga. Semakin besar maka semakin lama juga.
Pascamelahirkan IUFD
Sebenarnya melahirkan karena IUFD sama aja sama melahirkan normal, ya sakit, ya ngeden, ya dijahit, ya mengalami masa nifas. Yang beda melahirkan IUFD itu nggak ada keriuhan tangisan bayi, sepi. Ini yang bikin sangat drop dan rasanya pengen nangis. Ngga ada itu IMD-IMDan atau diadzanin. Yang ada biasanya anaknya dimandikan atau dibersihkan terus dibalut atau dikafani. Itu kenapa pascamelahirkan IUFD yang harus diperhatikan adalah psikologis ibunya.
Pascamelahirkan, si ibu juga akan dipusingkan dengan ASI yang tersedia tapi nggak ada yang minum tapi nggak boleh dipompa juga sama dokter karena kalo dipompa malah tambah banyak dan akan susah buat program hamil lagi. Tau sendiri kan kalo menyusui adalah KB alami. Alhasil jadilah payudara bengkak, badan meriang, susah gerak, dan buat jalan sakit. Kalopun udah nggak sakit, itu ASI akan ngucur, netes-netes, atau merembes. Itu yang saya alami dulu. Dokter biasanya akan kasih obat biar ASInya nggak keluar banyak atau disuruh bebat tekan, semacam melilitkan stagen atau korset ke dada biar ASI nggak mengucur.
Ibu yang melahirkan karena IUFD pasti akan merasa sedih, kehilangan, kecewa, sakit, pokoknya apapun kata sifat yang menggambarkan kesedihan deh. Oleh karenanya, support keluarga dan orang-orang terdekat sangat diperlukan. Jangan juga menyalahkan si ibu atas kematian anak yang dikandungnya. Ya kalo memang takdir harus gimana lagi.
Si ibu pasti juga butuh waktu lama buat berdamai dengan keadaan. Boleh nangis lama tapi juga harus memperhatikan kesehatan, jangan sampai terus lupa makan minum. Lingkungan sekitar juga harus lebih banyak menghibur, jenguklah terus diajak bercerita yang indah-indah yang jangan mengingatkan dulu si ibu dengan bayinya atau kehamilan.
Buat mengurangi rasa sedih bisa juga dengan mengajak jalan-jalan atau tamasya. Kalo dulu semingguan habis lahiran saya nonton ke bioskop sama ngemall sama suami biar nggak sedih-sedih amat. Habis selesai nifas saya jalan-jalan ke Bandung. Oh ya, jangan lupa banyak berdoa juga. Kayaknya self healing yang bikin plong itu ya berdoa sambil menangis sama Tuhan. Itu syahdu banget.
Kehilangan janin karena IUFD lebih pedih dari keguguran karena janin sudah cukup lama di perut. Si ibu bisa merasakan gerakan janin, baby kicking, bonding sama anak, belum lagi kalo yang udah beli perlengkapan bayi, bikin kamar bayi, sampai mempersiapkan nama anaknya. Pokoknya banyak yang udah siap banget dan tinggal nunggu HPL tapi akhirnya putus harapan. Jarang yang tahu begitu dalam kesedihan ibu yang melahirkan anak yang sudah meninggal. Tapi Mba Ika Natassa bisa lho menggambarkannya di novelnya, Critical Eleven, Ya seperti itulah kira-kira sedihnya.
(Baca juga: Book Review: Membaca Diri di Critical Eleven)
Saya juga nemu film Inggris yang menggambarkan sedihnya kehilangan anak dalam kandungan. Ini film belum saya tonton, tapi liat trailernya aja udah sedih. Baca sinopsisnya juga begitu. Kebayang pas adegan ditanya-tanya “Udah melahirkan?” “Gimana anaknya?” “Anaknya cowok apa cewek?” sama orang yang tahu kita hamil besar tapi nggak tahu anak kita udah meninggal. Filmnya berjudul Return to Zero. Sediiihh deh.
Selain jalan-jalan, support keluarga dan teman, berdoa sama Tuhan, kita juga bisa cari kegiatan lain yang bisa mengalihkan perhatian dari kesedihan. Tentunya kegiatannya yang positif ya jangan yang malah merusak diri sendiri. Kalo saya dulu dengan menulis dan akhirnya ngeblog. Ngeblog bisa meluapkan emosi, menuliskan memori, dan lumayan bikin enteng perasaan juga. Alhamdulillah, sekarang malah menekuni dunia blogging buat self healing.
(Baca juga: Album Kenangan untuk Azka)
Semoga tulisan ini sekedar memberikan informasi bagi mereka yang akan, segera, atau sedang hamil. Ya, saya berharapnya ngga akan ada yang nulis kayak begini lagi karena mengalami sendiri IUFD. Trus biar ngga IUFD gimana caranya donk? Ya banyak berdoa aja sama Allah agar anak yang dilahirkan kelak sehat dan selamat. Bagi yang sudah pernah mengalami IUFD, kita akan dijemput dan bertemu kembali dengan anak-anak kita di pintu surga, insyaallah.
Demi Allah, Rosulallah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya janin yang keguguran akan membawa Ibunya ke Syurga dengan tali pusarnya, jika Ibunya itu Ikhlas.”
(Hadist Riwayat: Ibnu Majah)