Kalo bicara soal menulis, itu udah hobi saya sejak lama. Sejak saya SMP saya sudah nulis cerpen secara manual alias ditulis di buku tulis dan saya suruh teman-teman saya membaca. Jadi menulis adalah passion saya? Bisa dibilang begitu sampai saat ini. Dan kini, menulis menjadi terapi buat saya. Menulis menjadi semacam self healing buat saya yang akhir-akhir ini diuji begitu hebatnya oleh Tuhan.
Sudah lebih dari setahun ini saya memakai hijab. Ngga pernah kebayang rasanya pake hijab. Awalnya cuma suka liat foto model atau selebgram yang berhijab terus suka coba dipraktekin, dan ternyataaa RIBET. Kerudung harus diulang-alik sana sini dan ngga bisa cepet selesai, apalagi buat saya yang dulu masih berprofesi jadi wartawan.
Awal berhijab, baju masih serampangan. Apa pun dipake yang penting nutup badan, ngga peduli ketat apa ngga. Celana jeans ketat, kemeja kadang masi tembus pandang (dan dalemnya cuma dipakein tank top ajah) sampai kerudung yang cuma disampirin aja. Apalagi dulu masih jadi wartawan dan lagi hamil pula, intinya pake baju yang cepet, simpel, dan ogah ribet.
Semenjak November 2014 lalu hidup saya jadi drama. Sayanya juga sedikit jadi drama queen. Tapi, kehilangan berkali-kali membuat saya lupa rasanya bersyukur. Kehilangan berkali-kali membuat saya tidak bisa melihat berkah kecil yang mungkin saja hal itulah sumber kebahagiaan.
November 2014 saya kehilangan Azka, anak saya yang berusia 24 minggu dalam kandungan. Betapa tidak terguncang, karena saya, dan juga suami tengah berada di puncak kebahagiaan. Ini kehamilan pertama setelah menunggu 11 bulan pernikahan melalui program hamil. Dan kala itu saya benar-benar terguncang. Harapan saya, harapan kami hilang.