Semenjak November 2014 lalu hidup saya jadi drama. Sayanya juga sedikit jadi drama queen. Tapi, kehilangan berkali-kali membuat saya lupa rasanya bersyukur. Kehilangan berkali-kali membuat saya tidak bisa melihat berkah kecil yang mungkin saja hal itulah sumber kebahagiaan.
November 2014 saya kehilangan Azka, anak saya yang berusia 24 minggu dalam kandungan. Betapa tidak terguncang, karena saya, dan juga suami tengah berada di puncak kebahagiaan. Ini kehamilan pertama setelah menunggu 11 bulan pernikahan melalui program hamil. Dan kala itu saya benar-benar terguncang. Harapan saya, harapan kami hilang.
Saya terlalu rindu hamil, saya rindu tendangan bayi. Maka tiga bulan setelah melahirkan Azka, saya dan suami langsung program hamil. Cek ini itu segalanya di dokter langganan kami. Berharap Azka diberi gantinya sesegera mungkin.
Alhamdulillah rezeki saya dan suami lancar. Ini yang dulu lupa saya syukuri. Kami masih diberi rezeki untuk bayar program hamil. Bukankah ini anugerah di antara musibah yang telah saya alami? Bahkan di saat itu saya lupa bersyukur. Di luar sana mungkin saja banyak pasangan yang ingin program hamil tapi nggak punya cukup uang, tapi kami bisa. Bahkan di dokter dan rumah sakit terbaik. Mungkin di luar sana banyak perempuan yang ingin sekali saja merasakan hamil, buktinya saya pernah dan bisa, tapi saya terlanjur dirundung duka mendalam. Semua itu tentu berkah, tapi saya terlalu sempit melihatnya.
Di tengah ikhtiar kami untuk memiliki anak lagi, saya dan suami berencana membeli rumah. Setelah hunting sana sini akhirnya kami menetapkan hati membeli rumah di daerah Ciledug dengan sistem pembayaran cash bertahap. Dan per Mei 2015 rumah impian kami mulai dibangun dengan spesifikasi yang kami inginkan. Rumahnya tidak besar, tapi insyaallah cukup untuk keluarga di masa depan.
Lalu di bulan Juni saya menerima anugerah, saya dan suami lebih tepatnya. Setelah tiga bulan program hamil akhirnya hasil testpack positif juga. Walaupun sempat ragu hamil, tetapi setelah memberanikan diri ke dokter kandungan saya pun dinyatakan positif hamil dengan usia kandungan sekitar lima minggu. Wah, siapa yang nggak bahagia. Ini rezeki yang bertubi-tubi apalagi menjelang Ramadhan.
Setelah mengalami mual muntah hebat plus ditinggal suami yang pulang kampung karena ibu mertua saya kecelakaan, saya pun datang ke dokter. Tak tahan dengan mual muntah yang bikin terlalu lemas, setelah periksa ke dokter ternyata kabar yang sedikit tak mengenakan justru yang kami terima. Saya terpaksa harus dirujuk ke Klinik Anggrek fetomaternal RSCM karena uterus bicornis (rahim dua rumah) dan dicurigai blighted ovum. Iya, blighted ovum, janin saya kosong dan tidak berkembang.
Dan benar saja, setelah pemeriksaan di Klinik Anggrek saya benar-benar divonis blighted ovum dan janin saya harus dikeluarkan alias dikuret. Hati saya hancur. Hati kami hancur. Ini bukan pertama kalinya kami kehilangan harapan. Lagi, lagi, dan lagi hati saya, hati suami saya, hati kami hancur. Saat itu saya anggap Allah tidak adil. Allah mengambil kembali harapan kami, mengambil calon anak kami.
Rasanya hidup saya hancur. Saya nggak nafsu lagi buat ngapa-ngapain. Sakitnya badan setelah dikuret nggak seberapa dibandingkan sakitnya hati dan batin ini. Sakiiit sekali. Saya takut, saya trauma. Betapa hidup dan nasib baik akhir-akhir ini sangat tidak berpihak kepada saya.
Dua kali kehilangan harapan membutakan saya. Bahkan saya tidak bisa melihat berkah-berkah kecil yang saya terima. Saya terlanjur sibuk dalam kesedihan dan kedukaan. Sampai akhirnya saya menyadari bahwa berlarut dalam kesedihan tidak akan membuat segalanya lebih baik. Berlarut dalam kesedihan justru akan membuat orang-orang yang saya sayangi juga lebih sedih.
Akhirnya suami mengajak saya melihat pembangunan rumah kami di Ciledug. Alhamdulillah kemajuannya cepat. Saya bahkan lupa mensyukuri nikmat ini. Saat ini mungkin Allah memberikan kami terlebih dahulu tempat untuk berteduh dengan mudahnya di saat orang lain mungkin harus membelinya dengan menyicil atau malah belum mampu sama sekali. Bukankah Allah tidak melupakan kami? Di tengah kehilangan yang saya alami, rezeki tetap mengalir.
Selain itu, per Agustus ini suami saya naik jabatan. SK kenaikannya memang sudah ditunjukannya dari jauh-jauh hari tapi saat itu saya masih terlalu berlarut dalam kesedihan sehingga tidak menyadari semuanya. Allah rupanya limpahkan karunia lain. Jika Allah belum titipkan anak dalam rahim saya dan keluarga kami, tapi Allah sudah limpahkan nikmat yang lain. Allah memberikan kelancaran rezekinya pada keluarga saya. Betapa murah hatinya Allah dan betapa kurang bersyukurnya saya. Astaghfirullah…
Dan bulan Agustus ini insyaallah bulan terakhir kami menempati rumah kontrakan karena rencananya September saya dan suami akan pindah. Agustus ini pula, suami saya meminta maaf kalo lebih sibuk karena jabatan baru sudah diamanatkan buat dia. Dan Agustus ini, saya mulai menata kembali hidup saya, mengumpulkan lagi kepingan-kepingan semangat saya. Saya harus tetap berprasangka baik sama Allah.
Ternyata Allah nggak pernah absen dalam kehidupan saya, cuma saya yang menutup mata dan lupa bersyukur. Semoga saya tetap bisa bersyukur dan Allah masih mau mengirimkan nikmat-nikmatnya termasuk menitipkan amanah keturunan pada keluarga saya.
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?“ (QS. Ar-Rahman [55] )
Tulisan ini dibuat dalam rangka mengikuti giveaway “Blessful August Giveaways by indahnuria.com”
-jawzq-