Ngobrolin pandemi memang nggak ada habisnya. Pandemi berimbas ke banyak bidang, dari ekonomi, kesehatan, gaya hidup, hingga peran. Salah satunya adalah peran saya sebagai perempuan.
Ada yang setuju sama kalimat saya ini? Sini…sini… kita merapat dulu.
Nggak berasa pandemi hampir ´ulang tahun´. Itu artinya, hampir satu tahun kita mau nggak mau harus menghabiskan banyak hal di rumah. Oleh karena itu, rumah sekarang benar-benar kembali menjadi fitrahnya sebagai tempat tinggal, istirahat, dan pulang, bukan sekadar persinggahan dan tempat untuk tidur. Nggak heran kalau sekarang orang berlomba-lomba buat mempernyaman dan memperaman rumah karena selama pandemi rumahlah tempat kita menghabiskan waktu.
Setelah 8 bulan pandemi menyerang Indonesia, satu hal yang selalu saya tekankan pada keluarga adalah jangan sampai sakit. Kalaupun sakit, jangan sampai parah hingga harus berobat ke fasilitas kesehatan. Kini fasilitas kesehatan jadi tempat yang menurut saya ´angker´dan merupakan tempat terakhir yang paling ingin dikunjungi. Menjaga kesehatan, menata gaya hidup, dan pola makan penting untuk dilakukan di masa pandemi ini.
Saat saya akhirnya memutuskan untuk berhijab, Juli 2014 lalu, saya mungkin termasuk salah satu orang yang beruntung. Pasalnya di tahun itu, berhijab sudah sangat mudah. Tidak ada pertentangan atau larangan dari kantor saya dulu walaupun saya bekerja sebagai seorang jurnalis. Di tahun itu pula, fasilitas untuk perempuan yang berhijab pun sudah memadai baik itu yang berkaitan dengan fasilitas umum ataupun yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan diri sendiri seperti sandang.
Saat memutuskan untuk resign dari pekerjaan dan menjadi blogger, saya memang sangat meniatkan diri. Saya pikir dulu, pas masih polos belum ada ilmu, dunia blogger hanya soal tulis-menulis yang nggak jauh dari dunia jurnalistik. Tapi ternyata menjadi blogger nggak cuma harus piawai soal tulis-menulis. Menjadi blogger dibutuhkan lebih dari itu.
