#CeritaIbu: Perjalanan Lulus Toilet Training

#CeritaIbu: Perjalanan Lulus Toilet Training

Dari banyak fase tumbuh kembang anak hingga usia hampir 4 tahun ini, toilet training sejauh ini menempati fase yang memakan waktu paling lama. Lha bayangin aja, kami memulai toilet training untuk Aqsa di usia 2 tahunan dan (insyaallah) lulus di usia 3 tahun 8 bulan. Hampir 1,5 tahun saya dan ayahnya berjibaku dengan toilet training dengan segala suka dukanya.

Bulan ini insyaallah Aqsa lulus toilet training. Indikatornya kami melihat dari dia sudah tidak pernah ngompol lagi saat malam hari beberapa minggu ini. Kalau pipis di siang hari dan BAB sih Aqsa sudah bisa bilang dan bahkan pergi ke kamar mandi sendiri. Tapi pipis di malam hari ini emang yang paling susah, yang bikin fase toilet training gagal lulus muluk untuk beberapa kali.

Ini juga yang akhirnya memberanikan saya buat nulis gimana perjalanan toilet training Aqsa yang penuh dengan tarik ulur. Sungguh nggak mudah banget bagi saya dan ayahnya yang kadang susah buat melek atau bangun malam hanya untuk pipisin Aqsa ke kamar mandi.

Tapi saya acung jempol banget sama suami yang di fase-fase terakhir toilet training sangat amat membantu dan berperan. Dialah yang hampir setiap malam membangunkan Aqsa dan mengajaknya untuk pipis di kamar mandi. Suami saya juga yang lebih telaten untuk mengajak Aqsa pipis (dan BAB juga awalnya) di kamar mandi dari awal fase toilet trainingnya. Apresiasi banget saya sama suami karena sangat mendukung fase toilet training ini.

Toilet training memang nggak mudah. Bahkan ketika dijalani prosesnya berdua dengan suami saja tidak mudah. Segitu suami saya udah supportif banget. Kebayang kalau yang suaminya kurang supportif akan sesetres apa, huhu. Beberapa tips dan kisah perjalanan saya 1,5 tahun ini menjalani toilet training buat Aqsa saya curahkan di tulisan ini. Sekalian tulisan ini diperuntukkan sebagai appreciate post untuk suami saya.

Toilet Training, Tak Semudah yang Dibayangkan

Dulu ada kerabat saya yang bilang kalau anaknya bisa lulus toilet training (selanjutnya saya sebut TT) saat usia 1,5 tahun dan efek ke depannya jadi enak banget. Katanya, saat anak usia 2 tahun sudah nggak repot lagi dengan drama ngompol-ngompol, lebih cepat untuk melatih kemandirian, sama yang paling penting adalah hemat uang buat beli popok sekali pakai

Baca Juga:   Mengenal Makuku Air Diapers, Popok Generasi Terbaru Berbahan 100% SAP

Sejak itu, saya bertekad buat toilet training dari Aqsa usia 1 tahun lebih. Terlebih dari kecil setiap siang Aqsa memang nggak pernah pakai diapers. Dia hanya pakai diapers saat malam dan bepergian. Jadi emang nggak pernah full day diapers kalau di rumah. Saya pikir dengan begini dia akan lebih mudah buat toilet training.

dari umur beberapa bulan kalau siang memang tidak pernah pakai diapers

Usia 2 tahunan juga kami sudah mulai sounding Aqsa buat disapih. Saya mikirnya saat itu, dah lah sekalian aja sapih plus TT, sekalian soundingnya, sekalian repotnya. Tapi ternyata nggak bisa. Sapih ya sapih aja, TT ya TT aja.

Baca Juga:   #CeritaIbu: Menyapih Aqsa dengan Cinta, Tega, dan Drama

Akhirnya, kami pun mengalah dan memilih untuk menyapih Aqsa terlebih dahulu. Apalagi melihat beberapa aspek sepertinya Aqsa (dan sepertinya kami) belum siap untuk TT, yaitu:

  • Aqsa belum bisa berkomunikasi secara optimal, dia belum bisa ngomong kalimat panjang dan ngerti instruksi
  • Aqsa memang sudah sering nggak pakai celana kalau siang tapi dia belum timbul kepekaan kalau pipis dan BAB harus di toilet. Jadi dia masih enjoy-enjoy aja kalau ngompol di sembarang tempat atau BAB di celana
  • Kami riweuh dengan Aqsa yang masih sering tantrum karena mulai disapih saat itu. Jadi demi kewarasan, kami luluskan 1 langkah dulu kemudian baru beralih ke fase berikutnya.

Karena sudah memutuskan mendahulukan menyapih, akhirnya kami mengesampingkan TT terlebih dahulu. Sempat abai beberapa waktu karena kami sibuk dan capek dengan hal lain. Tapi selama itu pula, di siang hari kami tetap nggak pernah pakaikan Aqsa diapers (karena dia juga kulitnya mudah ruam kalau pakai diapers seharian penuh). Jadi selama itu juga kami sambil nyiriin kapan waktu Aqsa pipis dan BAB. Selama itu pula kami juga terus sounding sampai ratusan ribuan kali kayaknya deh.

Tapi ternyata toilet training tak semudah itu…

Toilet Training dan Fasenya yang Sangat Panjang

Sebelum dan saat sedang proses toilet training, ada beberapa hal yang kami perhatikan serta perkenalkan sama Aqsa, seperti:

    • Sounding pipis dan BAB di toilet sudah tak terhitung berapa kali
    • Beli mini potty lucu di ACE Hardware demi Aqsa mau BAB di toilet
    • Beli celana pop yang menutup kaki biar kalau sewaktu-waktu BAB nggak kemana-mana eeknya
    • Pilih celana yang dipakai pun harus memperhatikan jadwal BAB, kalau sudah BAB boleh pakai model pipa tapi kalau belum BAB kudu pakai yang tertutup kayak celana pop
    • Mengenalkan buat ke toilet sendiri dan potty training lewat lagu Balita yang berjudul ´Si Potty´ karena karakter Baba, Lili, dan Tata serta lagu-lagunya ngaruh banget sama reaksi Aqsa melakukan sesuatu (contoh: lagu ´Yuk, Ke Dokter´ bikin Aqsa berani ke dokter dan minum obat). Makanya kami pakai lagu ini sebagai sarana pembelajaran.

Seingat saya, Aqsa nggak langsung lulus toilet training untuk BAB dan BAK bersamaan. Lulus TT subbab buang air besar jauh lebih duluan daripada pipis. Sementara BAK baru akhir-akhir ini lulus. Tapi ya dua-duanya sama aja banyak dramanya.

Emang fasenya panjang banget dan kami sempat up and down sampai akhirnya istirahat dulu kalau udah capek banget plus putus asa. Kami udah biasa banget dengan kasur dan rumah penuh ompol atau eek berceceran selama fase toilet training ini dan itu yang kadang bikin kami sempat stres sehingga memutuskan untuk rehat dulu. Tapi toh akhirnya kami menemukan jalan kelulusan di usia Aqsa 3 tahun 8 bulan.

Proses Lulus Buang Air Besar

Fase buang air besar ini sempat bikin stres karena ya bayangin aja lihat eek yang bau dan menjijikkan berceceran di rumah gimana nggak bikin stres khususnya pas beresinnya. Ibaratnya, tiba-tiba aja lagi duduk makan atau nyantai, eh Aqsa ternyata eek di celana.

 

Nggak jarang juga saya lagi nyantai tiba-tiba adik saya teriak ¨Mbak, ada eek Aqsa nih¨. Ternyata eh ternyata saya dan suami salah perkiraan. Hari itu Aqsa yang saya pakaikan celana model pipa karena disangka sudah BAB, eh ternyata BAB lagi untuk yang kedua kalinya dan itu di berceceran di depan pintu kamar adik saya. Alhasil kami punya PR buat nyebokin sampai membersihkan sisa eeknya.

celana pipa yang kadang membawa petaka, hahaha

Yah begitulah kira-kira sekelumit pengalamannya.

Tapi karena Aqsa sering pakai celana saat siang hari, kami jadi hafal jam BAB-nya. Dia yang semakin besar juga lama-lama paham bahwa dia BAB dan harus ke kamar mandi.

Baca Juga:   #CeritaIbu: Brand Baju Bayi Favorit

Awal-awal kami memang harus mengira-ngira kapan Aqsa akan BAB. Kadang kami tepat, tapi sering juga kami salah. Trus Aqsa juga tipikal anak yang nggak mau disuruh duduk di toilet biar mancing mules atau kebelet. Dia prefer ngasih tahu di detik-detik terakhir kebelet. Alhasil, kami kadang berhasil tepat mendudukannya di toilet sesaat sebelum eek keluar. Tapi nggak jarang juga yang telat sehingga lagi-lagi dia eek di celana.

Mini potty lucu yang kami beli di Ace Hardware buat latihan BAB di toilet juga nggak guna sama sekali. Aqsa sama sekali nggak mau BAB dengan mini potty-nya. Bahkan dia lebih milih BAB dengan posisi berdiri. Karena dia maunya begitu, ya sudah kami turuti aja dulu. Yang penting sudah ada kemajuan dia bisa merasa kebelet eek, ngasih tahu kami kalau pengen BAB, dan mau BAB di kamar mandi meski bukan di kloset.

yang dilingkari mini potty yang aqsa beli

Tapi nggak apa-apa, bagi kami itu juga udah suatu kemajuan.

Buat mengakomodasinya, kami akhirnya beli pengki plastik. Jadi, daripada Aqsa BAB di lantai kamar mandi dan kami susah bersihinnya plus bau, akhirnya kami beliin aja pengki plastik dan taruh di bawah kakinya saat BAB. Sampai pas pulkam pun, kami bela-belain beli pengki plastik di rumah mbahnya karena di sana adanya pengki besar dari seng yang berat.

Baca Juga:   Pulang Kampung (Lagi) saat Pandemi

Pelan-pelan juga kami ajarin Aqsa buat BAB dengan posisi duduk atau jongkok. Dia masih kagok sebenarnya untuk berdiri, tapi kalau jongkok perlahan mau. Makanya kalau di rumah ibu saya yang klosetnya jongkok, dia mau untuk BAB di kloset, walaupun kadang jongkok kadang berdiri, tapi ini juga udah jadi progress tersendiri buat kami.

Beberapa bulan BAB dengan posisi berdiri dan bikin dia capek, perlahan kami perkenalkan dengan konsep BAB duduk. Kami bilangnya ¨Duduk di kloset lebih enak, lho. Kalau lama kamu enggak capek. Kalau mau ngeden, kamu bisa sambil pegangan bak (ember besar)¨. Dan akhirnya dia mau.

Kombinasi Aqsa yang sudah bisa memberi tahu kami sinyal kebelet pup dan kemauannya untuk duduk di toilet saat BAB akhirnya membuat dia lulus potty training subbab buang air besar, haha.

Proses Lulus Buang Air Kecil

Proses lulus buang air kecil (BAK) ini menurut kami lebih lama, sulit, dan tricky. Makanya beberapa kali kami rehat sejenak karena belum menemukan pola yang nyaman untuk strategi toilet training subbab BAK ini. Beberapa kali bahkan kami sempat pending dulu, karena:

  • Aqsa sakit diare seminggu. Jadi rutinitas lepas diapers yang mulai konsisten harus kembali ke 0 karena dia pakai popok sekali pakai selama diare (biar nggak BAB berceceran dimana-mana karena dalam sehari bisa beberapa kali).
  • Aqsa sakit panas karena beberapa kali ngompol sampai basah semua di malam hari dan nggak ketahuan sampai berjam-jam sehingga dia tidur di antara baju dan selimut-selimut basah yang kemungkinan bikin dia masuk angin.
  • Kami terus-terusan salah perkiraan kapan waktu dia BAK jadi terlalu sering kecolongan ngompol.
  • Kami lagi capek jadi nggak sanggup buat bangun malam berkali-kali.
  • Kami lagi stres tekanan hidup jadi kurang bisa toleransi melihat Aqsa ngompol berkali-kali tanpa bilang ke kami terlebih dahulu.

Yah begitulah suka-dukanya.

Saat TT BAK kami pertama-tama adalah mengamati jam berapa saja biasanya Aqsa pipis. Biasanya dia itu pipis saat:

  • Mandi pagi
  • Jam 10.00 sesaat setelah minum susu (ini harus dibujuk ke kamar mandi)
  • Jam 12.00 sebelum tidur siang (ini harus dibujuk ke kamar mandi)
  • Jam 14.00 saat bangun tidur
  • Jam 16.00 saat mandi sore

Tapi di antara itu juga dia bisa sewaktu-waktu pipis di luar jadwal. Seperti misalnya saat dia main sama teman-temannya trus ngompol trus temannya pada bubar karena Aqsa ngompol. Tapi kalau lagi situasi ideal kayak Aqsa nggak kebanyakan minum, hujan sepanjang hari, atau udara dingin, jadwal itu kurang lebih tepat untuk Aqsa.

Kalau siang, kami juga bisa santai kalau Aqsa main di rumah sama teman-temannya. Biasanya kami tetapkan syarat kalau mau main di rumah temannya harus pipis dulu dan nggak boleh ngompol di rumah temannya kalau nggak mau temannya bubar main.Dari situ, Aqsa selalu mau pipis di siang hari dan bisa mengatur hasrat pengen pipis di rumah temannya.

Mengatur hasrat pengen pipis di sini tuh artinya dia bisa menahan untuk nggak tiba-tiba ngompol atau nggak abai dengan kebelet pipisnya lalu ya pipis aja di mana-mana. Bahkan saat di rumah temannya juga beberapa kali dia balik ke rumah hanya untuk pipis atau numpang pipis di toilet rumah temannya.

Sementara kalau mau bepergian, kami tetap memakaikan dia popok sekali pakai untuk jaga-jaga kalau-kalau dia ngompol di jalan atau kebelet pipis tapi nggak menemukan toilet terdekat. Tapi selama di perjalanan dan pakai diapers itu (dalam masa TT) dia nggak pernah pipis di popoknya. Benar-benar kering. Jadi selama di perjalanan bisa kami simpulkan dia sudah bisa menahan hasrat pipis.

Bahkan saat pulang kampung yang kedua pas pandemi, kami mengalami kejadian Aqsa kebelet pipis banget dan kami izinkan dia buat pipis di diapers aja karena toilet terdekat masih jauh. Tapi toh nyatanya pas kami akhirnya menemukan toilet, diapersnya masih kosong dan dia bisa menahan hasrat (nggak refleks keluar pipisnya). Nah dari sini kami lebih pede untuk toilet training.

Semakin ke sini, Aqsa juga tambah teratur dan sangat bisa untuk BAK saat SIANG HARI. Dia bisa mengontrol hasrat pengen pipis dan BAB sangat baik di siang hari. Tapi sayangnya nggak dengan malam hari.

Di malam hari, seringnya kalau kami pakaikan diapers sampai pagi justru kosong alias nggak pipis sama sekali. Sementara kalau nggak dipakaikan diapers dia malah ngompol. Bahkan bisa jadi sampai 2 kali pipisnya dalam semalam dan kalau udah begini kami stres banget. Padahal mepet sebelum tidur udah kami pipisin dulu di kamar mandi.

Karena kami nggak bisa terus-terusan begini yang bisa mengakibatkan Aqsa nggak lulus toilet training, kami pun bikin strategi, yaitu:

  • Meminta dia pipis sebelum tidur (saat cuci muka dan mepet banget sebelum tidur karena biasanya dari cuci muka hingga makan tidur saja Aqsa bisa memakan waktu 1 jam lebih di tempat tidur)
  • Membangunkan Aqsa di malam hari untuk pipis. Saya di jam 24.00-an, sementara suami di jam 03.00-an dengan alasan saya kuat melek sampai malam dan susah untuk bangun di sepertiga malam terakhir

Strategi itu cukup berhasil walaupun beberapa kali gagal juga karena kami salah perkiraan. Kalau nggak Aqsa udah keburu ngompol, ya kami yang ketiduran. Apalagi kalau AC-nya lagi dingin banget. Apalagi pas pulkam di rumah mbahnya, hampir tiap hari dia ngompol dan saya cuci seprai. Sementara kalau di rumah nenek juaraaang banget ngompol karena nggak ada AC.

Tapi kami tetap teguh untuk melakukan strategi pipisin Aqsa saat tidur meski kadang kami juga kebablasan atau Aqsa nggak mau dibangunin karena saking ngantuknya. Soalnya ini adalah strategi paling efektif buat kami. Hanya saja kadang memang ada hal-hal di luar dugaan kayak Aqsa ngompol duluan karena kedinginan atau kami yang tidurnya kebablasan.

Sepanjang strategi ini dijalankan, lama-kelamaan suami sayalah yang konsisten dan telaten. Dia yang selalu bangun di malam hari, bujuk Aqsa, gendong dia ke kamar mandi, pakein celana lagi, dan ini bisa berlangsung lebih dari 1 kali. Salut banget sih saya sama suami karena dia juga tahu saya susah buat bangun malam dan kalau sudah bangun susah tidur lagi.

potty training bisa sekaligus bonding dengan ayah

Perlahan Aqsa pun semakin jarang pipis di malam hari. Kalaupun kebelet, dia udah menunjukkan tanda dengan tidur gedebukan nggak tenang atau bilang sendiri dia mau pipis di tengah malam. Amazing lho saya pas dia bangun dan bilang sendiri mau pipis.

Kalau kami nggak kebangun karena ketiduran pun, Aqsa bisa nahan hasrat buat nggak pipis paling nggak sampai pagi atau subuh tiba. Kalau udah subuh, biasanya tetap kami tawarkan buat pipis ke kamar mandi jika semalaman nggak pipis. Tapi kalaupun anaknya nggak mau, kami bilang ´Nanti kalau mau pipis di kamar mandi, ya!´ dan ketika anaknya bilang iya walaupun setengah sadar sambil ngantuk, dia konsisten menepati janjinya.

Alhamdulillah, saat saya menulis tulisan ini Aqsa sudah hampir sebulanan nggak ngompol. Saya juga nggak worry kalau tidur di sebelahnya karena biasanya takut diompolin trus semua baju basah. Kalau sudah diberitahu untuk pipis di kamar mandi kalau kebelet pun, Aqsa juga nurut.

So, sekarang saya dan suami udah bisa sedikit bernapas lega. Walaupun tetap harus diingatkan untuk pipis saat bangun tidur, tapi kami jauuuhh lebih santai sama Aqsa. Nggak sia-sia juga perjuangan selama 1,5 tahunan ini buat potty training.

Kalau ditanya tipsnya apa, sebenarnya go with the flow aja sih biar nggak stres-stres amat. Tapi kalau ditanya lebih detailnya, kira-kira ini tipsnya:

  • Jangan lakukan toilet training berbarengan dengan fase lainnya misal menyapih atau sleep training karena jadinya akan tumpang tindih dan membuat anak bingung serta orang tua lelah
  • Ubah mindset, apalagi untuk yang terbiasa menjalani apa-apa instan dan on the track, bahwa ini bisa jadi proses yang panjang dan tidak langsung berhasil
  • Pastikan anak sudah siap biasanya ditandai dengan sudah bisa berkomunikasi 2 arah, bisa menerima dan memberi perintah, dan merasa nggak nyaman dengan BAK atau BAB di celana/popok.
  • Pastikan orang tua sudah siap ditandai dengan siap mental melihat ompol, pipis, atau BAB berceceran di rumah atau di celana dan siap fisik dengan capek bangun buat pipisin anak atau bolak-balik menawari serta mengajak pipis di kamar mandi saat siang hari
  • Kerjasama dengan pasangan adalah suatu keharusan biar nggak salah satu capek/stres lalu fase bubar jalan kembali ke 0. Bicarakan dengan pasangan bahwa anak akan toilet training dan kemungkinan kondisi rumah, jam tidur, atau kasur akan tidak kondusif karena terkena ompol atau eek.
  • Kalau di tengah jalan merasa ada kesulitan yang sifatnya menurut saya ´force majour´ kayak anak sakit atau orang tua lelah/stres, it´s okay untuk istirahat sejenak asal jangan terlalu lama
  • Apresiasi setiap kemajuan kecil yang anak alami, misalnya: mau BAB di kamar mandi meski dalam posisi berdiri
  • Jangan memaksa seperti memaksa anak harus langsung mau duduk di toilet, memarahi apalagi kalau tiba-tiba dia masih ngompol atau BAB di celana/popok, atau melakukan sesuatu di fase ini yang membuat anak justru jadi trauma

Itulah beberapa tips serta perjalanan panjang kami menuntaskan fase toilet training Aqsa. Untuk yang sedang berjuang di fase ini dan merasa lelah, pelukan online dulu sini biar semangatnya tumbuh lagi. Atau yang sudah lama melewatinya, adakah tips lain saat toilet training yang bisa ditambahkan?

Next, enaknya kita masuk ke fase apa lagi, nih?

 

3 Comments
Previous Post
Next Post
Ayomakan Fast, Feast, Festive 2023
Rekomendasi

Jelajahi Kuliner Bersama AyoMakan Fast, Feast, Festive 2023