Kebosanan yang hqq selama masa PSBB dan social distancing ini akhirnya melahirkan kebiasaan-kebiasaan baru yang selama ini dihindari sama saya. Yah gimana lagi, lagi-lagi rumah adalah tempat yang paling nyaman dan aman untuk mencari hiburan saat mulai stress. Karena lagi-lagi tetap harus di rumah aja makanya saya pun akhirnya ‘break the limit’ dan mencari hiburan yang dulu mungkin nggak akan pernah terpikirkan dan saya lakukan, salah satunya adalah nonton drakor.
Yes, iyes drakor lho ini alias drama korea, hahaha. Salah satu tontonan yang paling saya hindari. Pasalnya saya punya sentimen dan kelemahan sendiri saat nonton drakor. Sejujurnya, saya kurang suka nonton drakor karena nggak suka tipikal cowok-cowok Korea yang cenderung ‘cantik’ karena bersih dan putih. Saya suka figur cowok yang kulitnya gelap, rahang tegas, dan ada 5 o’clock shadow-nya, hahaha. Selain itu, banyak profil muka pemain Korea yang hampir sama, saya susah mengingatnya. Ditambah lagi namanya juga menurut saya susah buat dihafalin dan mirip-mirip. Jadi pas akhirnya saya memutuskan untuk nonton drakor buat melepas kepenatan, saya sempat 2-3 kali nonton untuk satu episode demi menghafalkan muka dan nama.
Oh ya, satu lagi yang saya kurang suka sama drama Korea adalah ceritanya yang ngerinya nanti bikin saya ‘halu’. Yang saya lihat, banyak tokohnya yang too good to be true dan cerita yang klise. Cowok yang tampan, mapan, jadi bucin gara-gara jatuh cinta pada cewek yang cenderung biasa aja padahal aslinya si cewek memang cakep cuma nggak sadar aja atau sebaliknya. Atau dua-duanya mapan dan rupawan lalu jatuh cinta dengan romansa-romansanya. Adeuh, yang kayak begitu saya sudah gumoh di cerita-cerita wattpad. Udah yang tadinya bikin senyum-senyum sendiri hingga halu sampai akhirnya eneg karena kebanyakan. Dan hal ini saya temukan pas nonton Crash Landing on You (CLoY), drakor yang saya tonton pertama kali setelah terakhir nonton drakor belasan tahun yang lalu.
Nonton CLoY ini pun saya karena kehebohan orang-orang sampai banyak yang buat foto editannya. Saya sempat berhenti nonton di beberapa menit episode pertama karena nggak kuat, nggak tahan nonton cowok-cowok kok cantik amat apalagi ini tentara. Lalu saya baca sinopsisnya dulu dan akhirnya memutuskan meneruskan nonton karena ternyata background ceritanya tentang Korea Utara, salah satu negara yang bikin saya penasaran. Nonton lah saya marathon sampai 16 episode dengan kesan terakhir “Wow, romantis banget ya”.
Setelah selesai nonton CLoY, kegabutan saya masih berlanjut. Mau meneruskan nonton apa bingung. Akhirnya karena lagi ramai alias banyak orang membahas tentang drama The World of The Married (TWoTM) yang masih on going, saya pun memutuskan pengen nonton. Tapi seperti biasa, saya baca sinopsisnya dulu lalu memutuskan nonton kalau sreg sama ceritanya. Saya nggak antispoiler, saya mending tahu ceritanya dulu daripada membuang waktu berjam-jam demi tontonan yang gambling jalan ceritanya. Iya kalau bagus, kalau zonk kan sayang waktunya, cuy!
Drama TWoTM ini singkatnya menceritakan hidup sempurna seorang dokter, Ji Sun Wo, yang punya suami tampan, anak lucu, dan rumah tangga yang baik-baik saja sebelum akhirnya hancur dalam sekejap karena perselingkuhan suaminya. Setelah mengetahui suaminya selingkuh, di situlah cerita dimulai. Sebenarnya, tema-tema seperti ini nggak asing dengan dunia sinetron di Indonesia tapi karena dikemas apik jadi lebih menarik untuk ditonton.
Dan ternyata hingga episode 10 (saat tulisan ini dibuat masih on going sampai episode 10, btw), kesan saya tiap episode hanya “Wow! Gilak! Apalagi nih habis ini?”. Sampai ketagihan saya, hahaha. Kena karma nih. Jadi weekend saya sekarang menyenangkan karena ada yang ditunggu sekarang. Bukannya apa-apa, saya suka TWoTM bukan tanpa alasan. Sebagai penikmat cerita-cerita fiksi baik di film ataupun novel, menurut saya drama ini menarik karena:
1. Tokoh-tokohnya tidak ‘too good to be true’
Aslinya saya udah bosan banget sama tokoh-tokoh utama yang digambarkan sempurna tanpa cela apalagi tokoh utama cowoknya. Lead male sering digambarkan tampan bak Dewa Yunani, sukses, tajir mampus, dan kalau udah jatuh cinta jadi bucin banget. Kadang juga ditambahi sedikit jadi badboy insaf. Lalu jatuh cinta sama perempuan biasa saja yang nggak ada nilai jualnya atau perempuan cantik tapi nggak sadar dia cantik. Yang kayak gitu kayaknya hanya ada dalam cerita atau kalaupun ada mungkin perbandingannya 1 dalam 10 juta orang. Sejak sering banget baca wattpad yang isinya tokoh-tokoh halu too good to be true, saya jadi lebih senang cari alternatif cerita yang tokohnya lebih realistis.
Dalam drama ini, tokoh-tokohnya terasa realistis. Teman-teman yang sepertinya baik ternyata pengkhianat. Keluarga yang sempurna ternyata ada cacatnya. Suami yang kayaknya udah lengkap juga ada korengnya. Bahkan dr. Ji yang kayaknya udah perfect banget sebagai tokoh utama juga masih ada sifat-sifat manusianya seperti keras kepala, kurang terbuka, atau posesif dalam situasi tertentu. Alamiah banget. Pun dengan cast yang rata-rata sudah ‘berumur’ alias nggak muda lagi benar-benar membuat drama harus kerja keras menjual cerita dan juga kemampuan akting cast-nya.
2. Tema yang relate sama pengalaman sebagian orang
Tema perselingkuhan memang rada tricky untuk cerita apapun menurut saya. Nggak semua orang ‘into’ dengan tema ini tetapi perselingkuhan justru akrab sekali dengan kehidupan sehari-hari. Pas saya lihat di kehidupan pribadi atau orang-orang dekat saya, perselingkuhan ini ada di antara kami. Memang sih, nggak semua orang akan mau dan ‘masuk’ dengan tema ini, apalagi yang punya pengalaman buruk. Mereka yang punya pengalaman buruk dengan perselingkuhan ada juga yang memilih untuk menonton sesuatu yang cenderung happy dan nggak mengingatkan mereka dengan kejadian itu.
Tapi… ada tapinya nih. Ada juga kok yang justru penasaran pengen nonton karena kedekatan emosi. Mereka bisa merasakan bagaimana feel tokoh yang jadi korban perselingkuhan. Nonton tema yang kayak gini bisa jadi semacam healing bahwa ‘Hey, kamu nggak sendiri lho’. Saya suka baca komentar-komentar di instagram atau Youtube yang mengunggah tentang drama ini dan nggak sedikit kok yang bilang menonton karena kisahnya seperti pengalaman hidup mereka.
3. Alur cerita yang cepat di setiap episodenya
Saya kurang suka cerita yang bertele-tele dengan klimaks yang kurang tajam karena bikin ngantuk. Nah TWoTM ini pas banget karena alur ceritanya cepat dan konfliknya tajam bahkan di setiap episodenya. Nonton episode 1 saja saya sudah langsung bengong dan bilang “Seriusan nih, udah langsung ketahuan aja?”. Yep, secepat itu dan saya kira karena ‘gong’-nya sudah ditabuh di episode pertama alias sudah klimaks, maka episode-episode selanjutnya akan membosankan.
Ternyata nggak lho. Tiap episode punya konflik sendiri yang cukup tajam. Jadi nggak akan pernah bosan nontonnya. Yep, ini cocok banget dengan hidup saya yang akhir-akhir ini di rumah aja dan cukup membosankan. Oleh karena itu, saya butuh cerita yang konfliknya tajam biar greget dan ternyata TWoTM memenuhi ekspektasi itu. Tiap episode mengaduk-aduk emosi, dari sedih, sebel, sampai marah.
4. Bertaburan plot twist
Pesan saya saat menonton drama ini adalah don’t trust anyone. Yap, anyone. Karena orang yang sepertinya baik ternyata bisa jadi justru sebaliknya. Situasi atau plot yang kayaknya akan bahagia, eh ternyata bisa jadi sebaliknya. Ekspektasi yang kayaknya sudah menuju ke kondisi yang happy, ternyata malah bisa jadi berubah drastis di detik-detik terakhir. Emosi penonton dibolak-balik. Alur cerita pun nggak ketebak.
Sebagai penggemar alur-alur yang antimainstream dan banyak kejutan, saya merasa senang banget lihat drama ini. Alur bahkan karakteristiknya nggak ketebak sama sekali. Di episode-episode awal mungkin plotnya masih nggak sekompleks episode kehidupan setelah pasangan ini bercerai. Plot twist justru banyak di episode setelah episode 6. Bukan cuma plot twist, beberapa karakter juga jadi abu-abu. Ekspresi muka beberapa karakter jadi abu-abu yang membuat saya sebagai penonton membatin “Nih orang sebenarnya baik atau jahat sih?”. Mumet kadang mikirinnya tapi itulah justru yang bikin nagih.
5. Menyajikan ending yang menggelitik di tiap episodenya
Setiap menuju ending, penonton seperti digebrak dengan sesuatu yang bikin deg-degan, penasaran, atau bertanya-tanya sehingga nggak sabar untuk menantikan episode-episode selanjutnya. Di ending episode 10 misalnya, penonton dibuat kaget dengan kematian seseorang di Stasiun Gosan sampai bertanya-tanya siapakah yang meninggal. Saya sampai nggak sabar nunggu seminggu kemudian buat tahu kelanjutannya. Ini emang dramanya yang kelewatan nagih atau ciri khas drakor emang begini sih?
Salut banget lah saya sama tim produksinya yang bisa bikin penonton nggak sabar buat nunggu episode selanjutnya. Acung jempol dengan cara mereka memberikan ending yang bisa meng-engage penonton ke episode selanjutnya. Saya bahkan baca komentar netizen di beberapa akun bahwa sebenarnya mereka pusing, migrain, dan darah tinggi lihat drama ini tapi nggak bisa begitu saja lepas karena endingnya selalu bikin penasaran, haha. Kayaknya sinetron Indonesia kudu berguru nih biar bisa menyajikan ending yang bikin penasaran dan episode baru yang ditunggu penontonnya.
6. Bisa menyelami kehidupan beberapa karakternya
Karena tema yang diusung dekat sekali dengan kehidupan saya khususnya, saya jadi bisa menyelami lebih dalam dan berempati dengan beberapa karakter yang ada di dalam cerita. Saya jadi tahu bagaimana rasanya jadi anak broken home meski karakter Joon Young di sini dicaci maki karena dianggap tidak dewasa dan lain-lain. Tapi ya begitulah beberapa teman saya yang survive karena perceraian orang tua memang sempat mengalami masa-masa kelamnya sendiri. Atau karakter istri yang diselingkuhi seperti dr. Ji atau Yerim. Bahkan, bagaimana sudut pandang dari seorang perempuan yang memiliki pacar yang abbusive tetapi susah lepas darinya. Akhirnya berujung pada tiap individu mengambil jalan yang berbeda karena kondisi yang berbeda.
Intinya sih, don’t judge. Yah meskipun banyak penonton Indonesia yang suka misuh-misuh, tapi setelah nonton drama ini justru saya semakin open minded untuk nggak mudah menghakimi orang lain. Tiap individu punya jalan dan perjuangannya sendiri. Mengapa mereka melakukan sesuatu pun ada alasan yang melatarbelakanginya.
So, meski drama ini tidak bisa ditonton sembarang usia karena rate-nya hampir di semua episode adalah 19 tapi toh nyatanya masih banyak hal yang bisa dipetik. Nggak cuma heboh-heboh konflik aja yang katanya bikin migrain sampai pembuluh darah pecah, kalau ditelaah lebih lanjut ternyata banyak hal yang menarik. Tentu saja, sebagai penonton yang baik kalau ada hal yang kurang berkenan dari drama ini lebih baik tidak usah ditiru.
Jadi, yang belum menonton selamat menonton ya. Yang sudah menonton dan terus mengikuti tiap episode-nya, pertanyaan saya cuma satu “Udah cek tekanan darah belum setelah nonton?”