Setelah sekitar setengah bulan lebih pulang kampung dan 10 hari ditinggal suami tercinta balik ke Jakarta, akhirnya pertengahan Februari lalu kami sekeluarga (saya, suami, dan Aqsa) jalan-jalan ke Yogyakarta. Niat utamanya sih quality time, melepas rindu pada suami sekaligus menemani ia mencari jas dan sepatu formal di mall di Jogja. Sekalian aja lah kami sempatkan buat staycation biar kayak lagi traveling walaupun tipis-tipis.
Sudah dari lama memang kami meniatkan buat ke Jogja dan staycation di sana. Namun, sama halnya dengan staycation yang sebelumnya saya nggak berani buat booking hotel dari jauh-jauh hari. Apalagi pertimbangannya kalau bukan Aqsa. Takut tiba-tiba moodnya berubah atau kesehatannya nggak fit. Jadi kami memutuskan akan booking hotel setelah menjejakkan kaki di stasiun tugu.
Namun, saya nggak ke Jogja dengan modal nekat banget. Hmmm sedikit nekat mungkin. Pasalnya, saya sebelumnya sudah memantau hotel mana yang sekiranya pengen kami inapi. Walaupun dalam proses pemantauan lewat OTA (online travel agent) banyak hotel pilihan yang ´lepas´ karena memang saat itu banyak orang liburan ke Jogja. Waktu itu memang weekend dan kebetulan banget sedang ada Festival Budaya Tionghoa di Jogja jadi penginapan khususnya di Malioboro pun cepat penuh.
Saya agak deg-degan memang. Pasalnya hampir semua hotel pilihan yang ada di sekitaran Malioboro (Jalan Pasar Kembang, Dagen, Sosrowijayan, dll) sudah full booked. Kami memang memilih lokasi hotel yang dekat dengan Malioboro biar kalau mau jalan-jalan merasakan Jogja itu dekat. Kan katanya belum ke Jogja kalau belum ke Malioboro. Selain itu, dekat pula dengan Stasiun Tugu karena kami bolak-balik Jogja Kutoarjo dengan moda kereta api.
Saking rada putus asanya karena nggak dapat hotel inceran, saya bahkan sampai mencoba cari hotel yang bukan di daerah Malioboro tetapi tempatnya tetap strategis. Kok yo pada penuh semuanya. Kayaknya tingkat hunian Jogja waktu itu emang lagi padat. Hotel budget yang biasanya harganya ramah di kantung saja melonjak tinggi 2 kali lipatnya. Yo wes, saya pasrah saja. Kalau nggak dapat hotel yang ideal ya nggak apa-apa pakai harga ´peak season´ atau pahit-pahitnya balik aja ke Kutoarjo, haha.
Untunglah pas keluar stasiun saya sempat berhenti dulu mengamati hotel-hotel di depan Stasiun Tugu, tepatnya di sepanjang Jalan Pasar Kembang. Yang saya amati dari OTA, hotel-hotel itu sudah full booked. Tapi di antara hotel-hotel yang saya incar itu ada Sofyan Inn Hotel Unisi. Ini hotel pas saya masih searching-searching malah nggak masuk ke rekomendasi karena saya kira letak hotelnya jauh dari Malioboro dan masuk-masuk ke dalam gang. Ternyata malah di depan Stasiun Tugu. Oalaahhh, saya pun langsung jatuh cinta dan bilang sama suami ¨Itu kan hotel yang bolak-balik aku lihat soalnya hotel lain udah penuh. Hotelnya syariah, kukira tempatnya jauh malah di depan stasiun banget. Coba yuk booking langsung, siapa tahu masih ada kamar kosong.¨
Dengan modal nekat, suami dan saya sambil gendong Aqsa ke Sofyan Inn Hotel Unisi dan tanya langsung ke resepsionis. Untungnya ternyata masih ada kamar kosong Deluxe harganya Rp 500.000 sudah include breakfast. Maka saya pun langsung bilang ke suami ¨Udah langsung booking aja, daripada kita nanti nggelandang nggak dapet hotel¨. Akhirnya sukses deh kami dapat hotel di Sofyan Inn Hotel Unisi yang lokasinya dekat banget ke Stasiun Tugu dan Jalan Malioboro.
Sofyan Inn Hotel Unisi letaknya persis di depan Stasiun Tugu. Hotelnya memang rada nyempil karena terapit hotel-hotel berbangunan besar. Sofyan Inn Hotel Unisi terletak di sebelah Abadi Hotel Jogja dan nggak jauh dari Neo Hotel Malioboro. Hotelnya nyempil dengan bangunan ramping ke atas tapi plang tulisan hotelnya kelihatan besar kok.
Senangnya di Sofyan Inn Hotel Unisi adalah konsep hotelnya syariah. Pas saya tanya sama mas-mas yang di resepsionis apakah hotel ini masih satu grup sama Sofyan Hotel Jakarta (hotel keluarga Marshanda) ternyata iya betul. Konsepnya memang hotel budget. Dan seperti layaknya hotel syariah, di dalam kamar disediakan Al Quran dan sajadah buat salat. Sayangnya, nggak ada mukena di sana. Tapi cukup okelah buat saya yang biasanya kalau menginap di hotel harus pakai kerudung sebagai alas salat.
Lobi hotel ini kecil, sungguh kecil. Cuma ada meja resepsionis dan satu sofa di depannya. Sofanya juga bukan sofa besar tapi cukup lah buat tiduran Aqsa. Jadi jangan harap menemukan lobi hotel yang besar karena memang bangunan hotelnya mungil dan memanjang ke atas. Tapi yang saya suka adalah, ada musala di lantai 3 yang proper buat salat. Ya memang harus gitu, namanya juga hotel syariah.
Sebelum ini, saya belum pernah menginap di Sofyan Hotel Grup. Tapi saya sudah pernah masuk ke Hotel Sofyan Menteng yang dekat Masjid Cut Meutia buat nyamperin narasumber saya waktu masih jadi reporter. Tipikal kamar hotelnya memang kecil banget yang waktu itu saya masuki. Ibaratnya, muterin badan aja barang-barang pada berjatuhan soalnya kalau nggak salah jarak antara nakas sama pintu/tembok gitu (saya lupa) sempit banget. Bahkan pas saya satu team masuk (bertiga terdiri dari reporter, camera person, dan driver) ruangannya berasa jadi sempit banget. Mau syuting dan wawancara di dalam nggak jadi.
Nah, beda dengan Sofyan Inn Hotel Unisi ini. Kamarnya masih agak luas. Bukan tipikal kamar yang kita muterin badan, barang-barang jadi berjatuhan. Luas banget sih nggak, standar hotel budget lah. Saya masih bisa bentangin full sajadah buat salat di kamar. Dan yang saya suka lagi, bangunannya masih baru jadi fasilitasnya masih bagus. Kamar mandinya malah yang menurut saya sedikit sempit karena ya memang standar hotel budget lagi-lagi tapi masih nyaman kok dipakai mandi, sikat gigi, dan buang air.
Sementara itu amenitiesnya cenderung lebih lengkap dari hotel tempat saya staycation sebelumnya. Sikat gigi ada 2, air minerl botol ada 2 lengkap dengan trio teh-kopi-gula, sandal hotel juga ada 2, dan ada kantung laundry juga buat wadah baju kotor. Sementara itu fasilitas yang lain seperti saluran televisi biasa aja dan cenderung nggak menarik karena hanya TV lokal dan channel internasional yang rata-rata bukan favorit. Oh ya, satu lagi yang saya suka dari hotel ini adalah wifinya lumayan kencang.
Sementara buat menu sarapan, hampir semua menunya biasa aja alias so so. Namun, saya justru jatuh cinta sama kudapannya yaitu jajan pasar. Ada cenil, lupis, lemet, intil manis, dan beberapa makanan tradisional lain yang sudah jarang dijumpai. Benar-benar menunjukkan kekhasannya, khas kalau ada di Yogyakarta. Saya bahkan sampai nambah 2 kali gara-gara ada jajanan pasar ini.
Nilai plus dari hotel ini adalah letaknya yang strategis banget. Hanya tinggal menyeberang jalan maka sudah sampai pagar sebelah pintu masuk Stasiun Tugu. Sementara itu kalau mau ke Jalan Malioboro tinggal jalan kaki palingan hanya 100 meter dari hotel. Makanan hotelnya pun harganya terjangkau banget. Saya sih belum sempat pesan, hanya lihat dari buku daftar menu tapi cukup amazing karena harga makanannya standar cenderung murah. Selain itu, hotel ini steril dari asap rokok.
Selain itu, seperti yang saya ceritakan di postingan sebelumnya saya beruntung bisa check in lebih awal di Sofyan Inn Hotel Unisi ini gara-gara kami nggak menemukan ´tempat berteduh´ yang nyaman setelah capek kelilingan cari jas dan sepatu. Udah gitu, pegawai hotelnya pun friendly banget karena mungkin tahu kami kecapekan, bawa bayi, dan segambreng perlengkapan lainnya.
Sayangnya, kalau buat yang bawa anak balita, hotel ini kurang ramah anak karena nggak ada semacam playground atau kolam renang. Ya standar sestandar-standarnya hotel budget lah. Pas buat menginap atau singgah beberapa hari di Jogja. Kalau staycation diam saja di dalam hotel berhari-hari sih pasti bosan karena nggak ada yang bisa dinikmati dari hotel ini selain memang nyaman buat tidur.
Lalu, hotel ini recommended nggak buat yang mau jalan-jalan ke Jogja? Yups! Selain karena letaknya yang strategis banget, hotelnya juga masih baru jadi fasilitasnya masih nyaman dipakai. Saya bahkan pengen ngajakin ibu saya buat kapan-kapan staycation di Sofyan Inn Hotel Unisi sekalian main-main ke Malioboro lagi.