Jurnalis dan menulis adalah satu kesatuan. Jurnalis ya harus bisa menulis. Kalau jurnalis nggak bisa menulis, menurut saya ya bukan sebenar-benarnya jurnalis. Paling tidak, hal inilah yang sering saya temui dari beberapa teman yang juga jurnalis atau mantan jurnalis dan menggeluti dunia tulis-menulis. Salah satu teman jurnalis yang juga menggemari dunia menulis ini adalah Rachmawati Alida Bahaweres.
Mbak Alida, begitu ia biasa disapa sehari-hari bekerja sebagai Koordinator Peliputan Daerah (Korda) di Kompas TV. Ia adalah satu dari sekian banyak jurnalis yang akhirnya menceburkan diri dalam dunia menulis. Saya sebut bermula dari ‘iseng’, memasukkan tulisan hasil liputan ke dalam blog kini blogging justru semakin ditekuni oleh Mbak Alida. Tulisannya berkembang tidak hanya soal hasil liputan tetapi juga tentang aktivitasnya sebagai pekerja, ibu, istri, dan juga blogger.
(Baca juga: Anita Carolina Tampubolon, Ibu Bidan yang Cinta Menulis)
Perempuan lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi-Almamater Wartawan Surabaya (STIKOSA-AWS) Jurusan Jurnalistik ini juga aktif di berbagai bidang. Selain bekerja sebagai wartawan, Mbak Alida juga lulusan S2 sebuah universitas negeri di Jakarta. Selain itu, ia juga aktif di organisasi jurnalis AJI (Aliansi Jurnalis Independen) sebagai Koordinator Divisi Perempuan AJI Indonesia.
Peduli Isu Tentang Perempuan
Sebagai seorang wartawan, Mbak Alida ternyata sangat tertarik dengan isu perempuan. Ketertarikannya diawali karena skripsi yang ia tulis semasa kuliah bertema tentang perempuan. Dari situlah kemudian Mbak Alida banyak bertemu dengan kasus-kasus diskriminasi perempuan yang lekat dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi masih banyak pula diskriminasi terhadap perempuan yang juga masih dilakukan media massa.
Dalam suatu pemberitaan di media massa, Mbak Alida bahkan pernah menyatakan bahwa perempuan masih menjadi objek eksploitasi pemberitaan media massa. Banyak berita yang masih bernuansa melecehkan dan terkadang menyalahkan keberadaan kaum perempuan. Bahkan, perempuan yang sudah menjadi korban masih disalahkan untuk kali kedua saat menjadi pemberitaan di media massa karena dianggap sebagai penyebab suatu tindak kejahatan.
Nah, isu-isu seperti inilah yang akhirnya membuat Mbak Alida masuk ke dalamnya untuk ikut peduli. Tak usah jauh-jauh, dia peduli dari tempat ia bekerja terlebih dahulu yaitu media massa khususnya televisi. Paling tidak, ia mengawal berita-berita di media tempatnya bekerja agar tetap sesuai dengan isu perlindungan anak dan perempuan. Terlebih lagi pada berita-berita tentang anak sebagai korban kejahatan seksual. Ia mencermati mulai dari hal-hal kecil yaitu judul berita yang dibuat hendaknya tidak semakin memojokkan perempuan yang sudah menjadi korban.
Tak hanya di dunia kerja, saat melanjutkan ke jenjang S2 pun, isu itu tetap menjadi sesuatu yang menarik bagi Mbak Alida. Saat kuliah di Jurusan Kriminologi UI, dirinya berfokus ke kasus kejahatan perempuan dan anak. Ia juga belajar banyak tentang peradilan pada perempuan dan anak. Ketertarikannya juga semakin berlanjut tatkala Mbak Alida menjadi editor dua buku yang mengangkat tentang perempuan. Yang pertama adalah tentang jurnalis perempuan, sedangkan yang kedua tentang perempuan-perempuan pelaku UKM.
Terbiasa dengan Banyak Kegiatan
Berbincang dengan Mbak Alida membuat saya angkat topi karena beliau begitu aktif berkegiatan. Menjalani tiga peran sekaligus, sebagai wartawan, istri, dan ibu tidaklah mudah. Apalagi ditambah dengan kegiatan kuliah S2 yang juga menyita waktunya. Nah, yang bikin saya salut adalah di antara jeda kegiatan-kegiatan tersebut Mbak Alida masih sempat untuk menulis di blog, luar biasa.
(Baca juga: Elisa Koraag, Ketika Usia Tak Menghalangi Semangat Berkarya)
Dirinya bercerita bahwa tak mengelak kalau pernah kelimpungan dengan segala aktivitas yang ia tekuni dalam satu waktu itu. Ya kerja di lapangan dan kuliah S2 reguler semuanya harus dijalani. Belum lagi ketika di rumah harus beperan sebagai ibu dan istri. Saking capeknya, bahkan pernah suatu kali Mbak Alida sampai nangis ketika dibangunkan suami untuk kuliah di Hari Sabtu.
Untungnya, Mbak Alida punya suami yang begitu perhatian dan mendorong segala aktivitas yang ia lakukan. Suaminya berkata bahwa selalu ada ‘pola’ untuk setiap aktivitas. Beliau juga yang selalu mengingatkan Mbak Alida bahwasanya keinginan meneruskan kuliah memang berasal dari Mbak Alida makanya harus konsisten untuk menjalaninya. Dan berkat dukungan dari suami itulah akhirnya Mbak Alida berhasil lulus juga di jenjang S2-nya.
Bagi Mbak Alida, dunia menulis itu bukan sesuatu yang asing. Menulis sudah akrab dengannya sejak sebelum lulus kuliah, tepatnya di semester tiga. Dirinya menerima pekerjaan sebagai jurnalis freelance di sebuah tabloid di Jawa Timur dengan honor untuk satu artikel berharga harga Rp 150 ribu. Kegiatan menulisnya berlanjut kembali saat menjadi jurnalis di Gatra.
Mbak Alida mulai ngeblog tahun 2007. Saat itu blognya hanya berfungsi untuk menampung tulisan-tulisan hasil liputan di Gatra. Berbagai platform blog dari Multiply, WordPress, hingga Blogspot sudah pernah ia jajal. Semakin lama Mbak Alida akhirnya ingin menulis sendiri di blognya karena ia menganggap tulisan-tulisan hasil liputan yang ia pindahkan ke blog terkesan kaku. Akhirnya, mulai tahun lalu dirinya mulai aktif ngeblog di blog www.lidbahaweres.com.
(Baca juga: Kunci Konsistensi Menulis ala Ira Guslina)
Mbak Alida biasanya menyempatkan menulis di sela-sela kesibukan kerjanya sebagai Korda. Buatnya, menulis blog justru jadi hiburan di kala penat kerja dan padatnya berbagai aktivitas. Nah, buat yang tertarik pengen kenalan sama Mbak Alida yuk kepoin blog dan media sosialnya. Siapa tahu ada yang mau tanya-tanya soal suka duka sebagai jurnalis, isu perempuan, kuliah S2 kriminologi UI, bagaimana kerja di Kompas TV, dll bisa ditanyakan langsung ke Mbak Alida.
Blog: www.lidbahaweres.com
Twitter: @lidbahaweres
Instagram: @lidbahaweres
Facebook: Rach Alida Bahaweres
Email: lidbahaweres@yahoo.com atau lidbahaweres@gmail.com