Ada yang bilang kalau setiap kehamilan itu beda-beda. Kehamilan pertama nggak bisa disamakan dengan kehamilan kedua, begitu seterusnya. Pun tingkat kesulitan kehamilannya. Ada yang semakin banyak hamil semakin terasa ringan dan biasa, tapi ada juga yang nggak. Begitu pula sama saya.
Setelah jeda lama nggak hamil (sekitar 3 tahun), akhirnya saya hamil juga untuk yang ketiga kalinya. Yeaaayyy *throw confetti*. Setelah melalui perjalanan panjang program hamil, akhirnya merasakan kembali sensasi, suka, dan duka hamil. Satu hal yang saya pelajari dan petik pelajarannya adalah bahwa setiap kehamilan punya karakteristik sendiri alias nggak bisa disamakan. Penanganannya pun berbeda di setiap kehamilan.
(Baca juga: Cerita Program Hamil Ketiga: Akhirnya Garis Dua)
Di kehamilan pertama saya, prosesnya berjalan lumayan lancar. Mual muntah ada tapi nggak parah-parah banget. Saya pun masih bisa bekerja. Yang paling saya ingat di kehamilan pertama adalah saya yang tiba-tiba jadi suka makan pedas dan minum air putih dingin. Jadi setiap makan harus pedas dan minumnya air putih dingin, harus banget itu.
Lain lagi di kehamilan yang kedua. Walaupun singkat, tapi saya sempat merasakan perbedaan di kehamilan kedua yaitu lebih lebih mabok dari kehamilan yang pertama. Mual muntahnya dahsyat banget sampai nggak bisa masuk makanan. Apalagi saat itu saya ditinggal di kontrakan sendirian, tambah-tambah aja nggak nafsu makan karena nggak ada temannya dan saat itu bulan puasa dimana susah banget cari makanan (go food belum musim waktu saya hamil kedua ini).
Nah, di kehamilan ketiga ini juga lain lagi dari kehamilan pertama dan ketiga. Mabok alias morning sick banget sih nggak, masih bikin KO yang kehamilan kedua tapi nggak tahu kenapa badan jadi sensitif dan ringkih banget. Kena air kotor sedikit aja nggak bisa, langsung gatal dan terserang bakteri, huhu. Untungnya kehamilan ketiga ini saya udah bebas tugas nggak kerja jadi bisa mengatur waktu sebisa dan semampu saya. Selain hal di atas, ada beberapa hal lagi yang berubah dan harus diubah demi kepentingan kesehatan saya dan janin dalam kandungan. Apa saja sih itu?
Yang berubah:
– Sensitif terhadap bau
Sepertinya hampir semua bumil mengalami ini ya pas hamil. Tapi buat saya, sensitif terhadap bau-bauan ini baru terjadi di kehamilan ketiga ini. Hampir semua bau yang terlalu menusuk hidung bikin saya eneg dan parahnya bisa sampai muntah. Dari bau sampah, cucian piring kotor, makanan basi, pengharum ruangan, asap rokok, asap kendaraan, deterjen, bumbu giling buat ikan, sampai-sampai bau parfumnya adik saya aja bikin eneg banget.
Karena sensitif banget sama bau inilah saya jadi kewalahan. Saya nggak bisa beberes dapur (apalagi dapur saya kitchen set-nya baru dan masih bau tinner), nggak sanggup cuci piring yang ada sisa makanan dari kemarin, hampir muntah saat goreng ikan, bahkan eneg kalau masuk kamarnya adik saya. Alhasil saya, suami, dan adik pun membuat kesepakatan di rumah sebagai jalan tengah, antara lain:
- saya hanya melakukan tugas memasak, menyapu, dan pekerjaan lain yang ringan dan nggak bersentuhan sama bau
- Adik dan suami saya bergantian mencuci piring dan buang sampah
- Pekerjaan membersihkan kamar mandi dan toilet yang tadinya saya lakukan sendiri jadi dilakukan sama suami
- Nggak memasak pakai bumbu giling jadi (yang biasa beli di pasar) dan semua bumbu akhirnya dibikin sendiri sama saya
(Baca juga: Lelaki yang Turun ke Dapur)
Rada senang sih pas ternyata pekerjaan rumah jadi berkurang. Tapi sedih juga karena suami jadi capeknya double triple, setelah pulang kerja masih harus cuci piring dll. Walaupun dia suka bilang ¨Ya nggak apa-apa, itung-itung aku biar gerak¨ tapi tetap aja capek, huhuhu. Kadang suka KZL juga sih karena para kaum lelaki di rumah juga suka menunda pekerjaan padahal kalau saya ´sehat´ bisa saya tangani sendiri. Hmmm, ya gimana lagi, di kehamilan ini toh saya akhirnya belajar bekerja sama dan berkompromi dengan anggota keluarga yang lain.
– Suka makanan berkuah dan eneg sama makanan pedas
Di kehamilan yang ketiga ini saya dari awal sudah mengatur mindset bahwa saya harus doyan makan. Walaupun misalnya sehabis makan muntah lagi, tapi tetap saja harus diisi makanan. Prof Jacoeb juga bilang bahwa semual apapun saya harus makan karena nutrisinya bukan buat kepentingan saya saja tetapi juga janin dalam kandungan.
Karena sudah tahu punya maag dan makanan pedas bisa meningkatkan asam lambung sehingga bikin mual, entah kenapa lidah saya jadi rada menolak makanan pedas. Nggak menolak banget sih, tapi frekuensi makan pedas jadi berkurang drastis. Kadang masih makan, tapi setelah itu malah menyesal karena bersugesti jadi tambah mual.
Selain itu, saya jadi suka banget makanan berkuah. Dari soto, bakso, sop, sayur asem, lodeh, dan masih banyak lagi. Lidah dan badan rasanya segar banget kalau habis makan makanan berkuah. Saking senangnya makanan berkuah, saya bahkan sempat hampir tiap hari sarapan Soto Kudus di dekat rumah sama suami.
– Mudah ngantuk
Kalau hari-hari biasa saya memang bukan morning person alias orang yang gampang bangun pagi, tapi kalau dipaksakan masih bisa. Nah, saat hamil ini saya lebih-lebih nggak bisa bangun paginya. Bawaannya ngantuk mulu. Habis bangun buat salat subuh kadang tidur lagi, habis suami berangkat kerja setelah zuhur juga tidur lagi, trus habis ashar kadang masih tidur lagi. Bawaannya ngantuuukkk melulu, nggak ngerti kenapa. Pernah dipaksa buat beraktivitas ringan, nulis, atau sekadar nonton TV juga bawaannya tetap ngantuk. Mata kayak nggak kuat melek. Adakah yang mengalami hal semacam ini juga saat hamil?
– Lelah berfikir
Nah, kalau gejala yang ini juga masih ada kaitannya sama yang di atas. Karena mudah sekali mengantuk, saya juga jadi cepat lelah buat berpikir. Otak rasanya susah kalau diajak mikir yang berat-berat. Itulah kenapa sejak tahu hamil dan berkutat sama tanda-tandanya (mual, muntah, dsb) saya jadi nggak produktif. Kalau biasanya sehari saya bisa posting paling nggak 1 postingan instagram dan dalam waktu 1 bulan minimal 8 tulisan di blog, 2 bulan terakhir ini rasanya failed. Susah produktif.
Saya bahkan bisa selama seminggu nggak posting instagram. Selain males foto dan ngubek stok foto, saya buntu banget buat bikin caption. Sama sekali buntu. Selain itu, lihat saja postingan blog saya yang menurun drastis. Sebulan paling banyak 5 postingan, hiks. Makanya saya lagi musuhan nih sama Google Analytics, takut lihat PVnya.
Saya yang biasanya bisa bikin tulisan panjang (lebih dari 1000 kata) dalam waktu 1-2 hari, saat hamil jadinya susah banget rasanya buat merangkai kata. Buat bikin tulisan 600an kata saja bisa seminggu, itu pun harus dipaksa. Kayaknya susah banget buat mengurai ide jadi kalimat, trus merangkai kalimat jadi kalimat pun kayak nggak nyambung. Bolak-balik ngetik tapi dihapus lagi karena pas dibaca ternyata aneh atau nggak sinkron. Walaupun begitu, akhirnya 2 tulisan buat majalah jadi juga setelah beberapa hari. Inilah alasan kenapa beberapa job atau tawaran endorse dari teman saya hold dulu pas bulan Maret-April ini. Ya karena otak saya lagi buntu.
(Baca juga: Mempopulerkan Purworejo di On Track Magazine)
Yang Diubah:
Selain banyak sesuatu dari diri saya yang berubah secara alamiah saat hamil ketiga ini, ada juga beberapa hal yang secara sengaja diubah sejak tahu bahwa saya positif garis dua saat testpack. Diubah di sini maksudnya dihilangkan sejenak, ditambah, atau dikurangi. Sengaja banget hal-hal ini dilakukan demi kepentingan kehamilan. Iyes, saya memang agak parno sejak 2 kali keguguran dulu. Lagi pula entah mengapa mindset di otak saya sudah disetel bahwa kehamilan saya itu spesial, yang perlu penanganan khusus.
(Baca juga: Trauma Healing Pascakeguguran Berulang)
Maka berbahagialah mereka yang saat hamil masih bisa kemana-mana, dandan cantik, traveling naik gunung berenang di laut, ke luar negeri, menclok sana-sini buat ikutan acara blogger, dan banyak kegiatan lain yang mungkin sekarang nggak bisa sepenuhnya saya lakukan.
Kalau dulu di kehamilan pertama saya masih bisa kerja, doorstop menteri, lari buat ngejar narsum, atau gotong-gotong tripod, tapi kehamilan ketiga ini berbeda. Saya udah nggak mau dan bisa-bisa disemprit pak suami, huhu. Jadi ya sudah, kalau kata orang Sunda ´wayahna´, terima aja demi kebaikan bersama.
– Pola Makan
Selain makanan kesukaan yang berubah, saat hamil ini pola makan saya pun harus diubah. Biasanya saya makan sehari 2 kali, di siang dan malam sebelum jam 19.00. Sementara pagi hanya sarapan buah. Nah saat hamil ini, pola makan otomatis diubah karena saya tiba-tiba jadi laperan pakai banget, haha. Untungnya, nafsu makan saya masih menggebu saat hamil ini. Mual sih teteup tapi makan juga jalan terus. Kalau lapar ya makan karena takut kalau dibiarin trus nurutin mualnya (dan nggak nafsu makan) malah kenapa-kenapa. Prof Jacoeb pun bilang harus tetep makan biarpun mual karena asupan makanannya buat kepentingan janin.
(Baca juga: Mencoba Hidup Sehat Tanpa Tapi…)
Jadwal makan sejak hamil ini bisa 2 kali lipat dari hari biasa. Pagi hari yang biasanya hanya makan buah, mau nggak mau harus sarapan lumayan berat kayak nasi uduk atau roti. Kalaupun makan buah, jam 08.00-an sudah lapar lagi, huhu. Setelah itu bisa makan lagi 3-4 kali sehari, antara jam 10.00, 14.00, 18.00, dan 21.00. Saya ciriin, setiap 4 jam biasanya sudah lapar lagi. Hasrat makan ini selalu saya turutin karena kalau nggak malah mual, asam lambung naik, dan perut perih (karena saya ada maag). Untungnya saat masuk trimester 2 mualnya sudah nggak begitu kebangetan. Jadi makan pun udah lumayan enak.
– Aktivitas blogging
Sejak ketahuan positif hamil, suami memang jadi posesif banget. Saya yang biasa kemana-mana naik gojek lanjut Transjakarta, dianjurkan naik Gocar biar nggak kegoncang-goncang dan bisa duduk tenang. Sementara saya sendiri nggak terlalu suka naik taksi online karena lama dan macet (apalagi kalau mau keluar masuk daerah Ciledug). Kalau kelamaan di taksi online, rasanya mual dan nggak nyaman. Oleh karena itu, sebagai jalan tengah saya mending mengurangi aktivitas pergi ke event blogger kalau nggak ditemani suami.
Ditemani suami pun kadang saya mikir banget. Kalau event-nya yang nggak saya suka banget mendingan ditolak. Pasalnya kalau sama suami pun saya kemana-mana naik motor karena ogah naik taksi online. Salah-salah malah saya emosi duluan karena macet kalau naik taksi online. Sedangkan setelah hamil, saya suka pegal punggung kalau kelamaan bonceng motor. Duh, serba salah memang. Akhirnya walaupun ada suami yang nganterin saya mendingan skip aja deh acara blogger. Kalaupun mau datang ya ke acara yang lokasinya benar-benar dekat, mudah dijangkau, atau acaranya benar-benar saya suka.
(Baca juga: #MarriedLifeSeries: Kok Nggak Beli Mobil?)
Sebenarnya saya suka agak gimana gitu pas nggak bisa datang ke acara blogger. Padahal saya kan pengen kumpul bareng teman-teman, foto-foto, update IG dengan foto-foto pas event blogger, dapat ilmu, plus berbonus fee. Tapi ya gimana lagi, bukannya saya menolak rezeki tapi saya sedang menjaga rezeki yang sedang Allah titipkan buat saya. Toh rezeki bukan berupa uang saja kan, hamil dan punya anak juga termasuk rezeki besar. Rezeki yang saya idam-idamkan sejak dulu dan selalu terucap dalam doa saya.
– No make up
Satu pertanyaan yang saya tanyakan sama Prof Jacoeb pas saya udah ketahuan hamil adalah ¨Saya boleh pakai make up nggak?¨ dan Prof Jacoeb dengan tegas bilang nggak usah pakai make up dulu. Alasannya karena kandungan di make up bisa jadi terserap di kulit, masuk ke aliran darah, dan menjadikan sesuatu yang nggak diinginkan seperti cacat atau kelainan bawaan, tuna rungu, bocor jantung, dll pada janin. Saya pun harus nurut demi memberikan yang terbaik untuk calon anak saya.
Nah, masalahnya saya blassss nggak pede kalau tanpa make up. Yang pertama jelas kalau nggak pakai alis, yang kedua kalau nggak pakai lipstik, dan yang ketiga kalau nggak pakai eyeliner. Asli, kalau 3 item itu nggak dipakai, wajah saya pias banget dan terlihat aneh. Mau mengandalkan aplikasi editing foto pun juga nggak bisa, haha. Alhasil saya mengalah buat nggak make up-an selama hamil. Tapi bukan berarti nggak sama sekali, masih 1 atau 2 kali kalau mau bepergian, itu pun pakai alis aja biar wajahnya berbentuk sedikit, huhuhu.
Selain mengurangi drastis frekuensi memakai make-up, saya pun mengganti beberapa produk kecantikan yang saya pakai. Saya yang biasanya pakai sabun muka dari klinik kecantikan, ganti jadi pakai Cetaphil. Tadinya pun sabunan pakai Biore saya ganti jadi Cetaphil juga, tapi akhirnya ganti lagi pakai Body Shop. Sementara itu saya nggak pakai pelembab, body lotion, atau produk lain apapun itu. Rasanya gimana? Duh kulit sebadan-badan kering banget tapi ya terima aja selama 9 bulan ke depan ini demi kebaikan bersama.
(Baca juga: [Review] Cetaphil Gentle Skin Cleanser, Pembersih Wajah yang Praktis)
Selain 3 hal yang keliatan diubah banget, masih banyak hal lain yang harus saya ubah sejak hamil ketiga ini. Yang kecil-kecil nggak terhitung deh. Tapi demi kebaikan calon anak saya, apapun akan saya lakukan.
Kalau kalian atau istri kalian yang sedang atau pernah hamil, apa saja yang berubah dan diubah saat hamil? Share juga yuk di kolom komentar.