5 Hal yang Dirindukan dari Kampung Halaman Tercinta, Purworejo

5 Hal yang Dirindukan dari Kampung Halaman Tercinta, Purworejo

Sebagai kampung halaman buat saya, Purworejo emang ngangenin banget. Setiap sudutnya sangat ngangenin. Kangen terhadap Purworejo semakin menjadi-jadi tatkala saya mengingat kapan terakhir kali pulang kampung, yaitu akhir tahun lalu. Sampai sekarang belum pulang kampung lagi dan makin kangen. Parahnya lagi, rencana mudik tahun ini terpaksa saya dan suami batalkan karena dokter obgyn kami tidak merekomendasikan buat mudik Lebaran dulu. Huhuhu, sedihnya.

Tapi ya mau gimana lagi, daripada terjadi hal-hal yang nggak-nggak karena nggak nurut sama dokter ya udah deh saya tahan dulu kangen beratnya. Padahal, tiket kereta api buat mudik sudah di tangan lhoo dan pas hunting susahnya setengah mati. Trus sekarang harus dibatalin aja gitu, huhuhu. Sediiiiihhh.

(Baca juga: Mudik)

Padahal juga, udah kebayang nanti mau ngapain aja pas mudik.  Ya mau kulineran lah, eksplor tempat-tempat indah lah, bikin vlog, bikin tulisan ini itu, dan masih banyak lagi. Udah kebayang juga bakal ngabuburit di Alun-Alun Kutoarjo dilanjut buka puasa dengan makan lotek. Atau segudang rencana reuni dan eksplor Purworejo di hari-hari setelah Lebaran. Tapi semuanya harus dipendam dulu karena izin dokter belum memperbolehkan kami pulang.

(Baca juga: Tips Mudik Lebaran Menggunakan Kereta Api)

Maka, untuk mengobati rasa kangen yang luar biasa sama kampung halaman, saya bikin tulisan ini. Sebegitu kangennya kah sama Purworejo? Iya. Emang apa sih yang bikin kangen? Nih saya kasih tahu ya.

1.  Kuliner

Bukan hanya saat Bulan Ramadan, saat hari-hari biasa pun kuliner di Kabupaten Purworejo sungguh bikin kangen. Bakmi Jawa, dawet ireng, lotek, Sate Winong, geblek, rica-rica enthog, ayam kampung goreng, dan masih banyak lagi. Beberapa makanan memang sudah ada yang diperjualbelikan di luar Purworejo, bahkan di Jakarta pun ada. Tapi cita rasanya beda banget. Yang benar-benar asli dan masuk di lidah ya cuma ada di Purworejo.

(Baca juga: Icip-Icip Sate Winong Pak Mustofa untuk Pertama Kalinya)

Contohnya saja Bakmi Jawa. Di Purworejo, banyak banget ditemui warung bakmi, dari yang ada di pusat-pusat kuliner sampai yang tempatnya nyempil di pedesaan tapi tetap didatangi banyak pembeli. Salah satu warung bakmi kesukaan saya ya Bakmi Kangen Pak Edi yang letaknya di pojok timur Pasar Kutoarjo. Bakminya enak, porsinya banyak, dan harganya murah.

Baca Juga:   Piknik ke Museum, Bisakah Mengasyikkan?

Yang membedakan Bakmi Jawa di Purworejo dan Jakarta adalah Bakmi Jawa yang dijual di Purworejo dan sekitarnya itu nggak pakai telur, baik bakmi goreng ataupun bakmi godok (rebus). Rasanya juga agak manis karena ada campuran kecap di bumbunya. Sementara Bakmi Jawa yang ada di Jakarta rata-rata pakai telur di dalam mie-nya jadi cenderung agak amis dan menurut saya malah jadi kayak Indomie telur. Rasanya pun cenderung asin. Nah inilah bedanya dan yang bikin kangen (bahkan pas nulis ini pun air liurnya udah mau netes bayangin Bakmi Kangen Pak Edi).

2. Pemandangan pedesaan

Di sekitar Purworejo itu masih banyak sekali hamparan sawah-sawah, apalagi di pedesaan. Mungkin di sekitar rumah saya sudah agak jarang karena sudah agak ´ngota´, adanya pemandangan stasiun. Tapi coba deh bergeser sedikit ke rumah suami saya, hamparan sawah dimana-mana. Kalau lagi hijau atau menguning kayak permadani. Kalau lagi beruntung, kita bisa melihat aktivitas pertanian di sawah. Seruu!!

Satu hal yang paling saya senangi saat pulang ke rumah adalah nongkrong pagi-pagi di tepi sawah. Kalau lagi di rumah suami sih niatnya sambil cari sinyal karena di area rumahnya susah sinyal, tapi bonusnya banyak. Biasanya saya keluar sehanis subuh. Di waktu itu, saya bisa menghirup segarnya udara pagi yang kadang masih disertai kabut tipis, melihat embun di antara dedaunan, menunggu matahari terbit, dan melihat gugusan pegunungan. Kegiatan nongkrong di pinggir sawah ini sungguh bikin betah.

3. Bebas macet

Biasa banget menghadapi macetnya Jakarta, pas pulang ke Purworejo itu rasanya kayak surga. Jalanan lengang dan jarang banget macet, Kendalanya paling cuma jalanan yang rusak dan banyak yang bolong. Jarang banget macet bukan berarti nggak pernah macet sama sekali ya. Saat hari-hari Lebaran, jalanan utama di Purworejo akan jadi sangat macet karena dipenuhi oleh mobil-mobil berplat luar kota, Tapi tenang aja, bapak mertua saya yang sudah canggih soal jalanan bisa ´blusukan´ cari jalan tikus lewat pedesaan. Pas lewat jalan pedesaan ini, kita sering dapat ´bonus´ pemandangan di kanan kiri jalan.

Baca Juga:   Syahdunya Senja dan Deburan Ombak di Pantai Jatimalang, Purworejo

Saking bebas macetnya Purworejo, kalau janjian sama orang harus benar-benar ontime karena nggak ada alasan macet. Misalnya jarak 20 km bisa ditempuh dalam 30 menit, ya berarti estimasi itu benar adanya. Beda sama di Jakarta yang jarak 10 km aja kadang bisa ditempuh dalam 2 jam kalau macet banget, kalau nggak macet ya 30 menit lah. Jadinya susah kalau mau memperkirakan waktu di perjalanan. Bebas macet inilah yang bikin saya selalu kangen sama Purworejo dan berharap kelak suatu saat bisa tinggal lama di sana lagi.

4. Serbamurah

Kalau yang ini jangan ditanya lagi, untuk beberapa hal murahnya kebangetan banget. Biaya hidup di Purworejo relatif murah. Kos-kosan aja masih banyak yang harganya Rp 300.000. Belum lagi makanan, Rp 5.000 saja masih dapat nasi sayur yang mengenyangkan. Atau saya pernah malah dapat makan sate plus lontong Rp 5.000 di Pasar Cepedak, Bruno. Murah bingits! Apalagi jajanan-jajanan pasar, beli Rp 10.000 saja sudah seabrek-abrek. Inilah yang bikin senang kalau lagi di Purworejo (dan tentunya ngangenin).

Kalau lagi pulang kampung, berasa jadi orang kaya. Uang Rp 100.000 aja bisa dapat macam-macam atau bisa buat makan berdua seharian. Kebayang kalau di Jakarta paling cuma bisa buat makan berdua sekali. Yang jadi boros justru karena murah, kita jadi pengen makan semuanya, beli ini itu. Akhirnya jadi banyak jajan dan ujung-ujungnya nggak kemakan.

5. Wisata alam

Duluuu saat masih sekolah, saya tahunya wisata alam Purworejo ya Pantai Ketawang dan itu sangat membosankan karena nothing special dari Pantai Ketawang. Pasirnya pasir hitam (pasir besi), ombaknya besar, dan katanya suka banyak orang tenggelam di Pantai Ketawang. Makanya saat masih tinggal di Purworejo, saya hampir nggak pernah pelesiran wisata alam karena tahunya ya itu-itu aja.

Baca Juga:   Jasmine Park Cisauk, Mini Zoo & Resto yang Nyempil di Tengah Permukiman Penduduk

Sekarang justru kebalikannya. Banyak tempat-tempat wisata baru yang dikelola swadaya masyarakat dan baru dibuka untuk umum. Tempat dan pemandangannya nggak kalah sama tempat-tempat wisata kekinian yang suka ada di instagram. Beberapa tempat wisata, khususnya yang di daerah Bruno, saya sudah kenal dengan pengelolanya yang baik banget. Makanya setiap pulang kampung pengennya eksplor  keindahan-keindahan tersembunyi yang ada di Purworejo dan malah pengen banget buat mempromosikannya ke masyarakat luas.

(Baca juga: Mempopulerkan Purworejo di On Track Magazine)

Kalaupun tak bisa eksplor ke tempat-tempat wisata yang sesungguhnya, main-main di pedesaan Purworejo sudah jadi wisata alam yang lebih dari cukup buat saya. Hamparan sawah di kanan kiri, sungai yang airnya jernih, pohon-pohon besar yang rindang, atau pemandangan kerbau yang sudah digembalakan jadi semacam ´pencuci mata´ gratis yang sangat susah didapat saat di Jakarta. Kalaupun ada, masuknya harus bayar karena statusnya yang sudah jadi semacam desa wisata komersil, hihihi.

Nah itu dia 5 dari banyak hal yang amat saya rindukan dari Purworejo. Belum tahu kapan lagi saya akan pulang kampung karena nunggu kemauan dari suami plus lampu hijau dari obgyn. Tapi yang pasti, saya berharap dalam waktu dekat bisa melepas rindu sama kampung halaman tercinta.

Monggo mampir Purworejo dan rasakan sendiri hal-hal yang bikin kangen itu!

 

11 Comments
Previous Post
Next Post
Ayomakan Fast, Feast, Festive 2023
Rekomendasi

Jelajahi Kuliner Bersama AyoMakan Fast, Feast, Festive 2023