Jauh sebelum jadi blogger dan serius dengan blog, kamera ponsel bukanlah pertimbangan penting saat membeli handphone. Buat saya, dulu, kamera ponsel hanya aksesoris karena memang saya nggak suka foto dan nggak suka selfie. Dulu, ponsel bagi saya yang terpenting adalah memiliki layar yang besar dan nggak lemot. Tetapi semuanya berubah ketika saya mulai serius menjadi blogger. Kamera khususnya kamera ponsel merupakan salah satu modal dan ‘peralatan perang’ buat blogger.
Setelah serius di dunia blogging, ternyata peranan kamera ponsel sangat penting. Selain untuk mengambil gambar buat kepentingan foto blog, kamera ponsel juga berfungsi untuk memotret saat blogger datang ke sebuah acara (reportase) dan merekam video untuk dijadikan vlog yang memang sekarang sedang ngetrend. Kamera ponsel juga berpengaruh terhadap kualitas foto instagram. Yah, maklum saja blogger kan sering sekali mengikuti lomba dengan cara mengunggah foto/video di instagram. Jadi memang kamera ponsel merupakan salah satu senjata yang digunakan seorang blogger.
Nah, ngomong-ngomong soal kamera ponsel, saya punya pengalaman seru. Dari yang ngenes sampai akhirnya heroik dan membanggakan paling tidak buat saya. Semua itu dimulai ketika saya mulai serius di dunia blogging dan ikut beberapa acara bersama para blogger. Dari dunia blogging ini saya akhirnya melek dan terpacu untuk memperoleh ponsel dengan kamera yang mumpuni.
Berawal dari Gagal Eksis di Media Sosial Bareng Diana Rikasari
Saya ingat sekali kejadiannya. Waktu itu, acara ini adalah acara blogger pertama bersama brand besar yang saya ikuti. Saya belum kenal blogger siapapun di acara itu. Senang sekali rasanya pas terpilih ikut acara yang diadakan oleh brand motor tersebut. Waktu itu harapan saya sebelum datang ke acara adalah selain ketemu para blogger juga bisa bertemu dengan Diana Rikasari, foto bareng, unggah di Instagram, dan dapat banyak like.
Di hari sebelumnya, saya sudah tes kamera ponsel untuk persiapan memotret di acara. Pakai kamera ponsel saya kok agak ngeblur atau bahasa gaulnya kepyur. Entah apa yang terjadi dengan kamera ponsel saya. Padahal pixelnya sudah 13MP dan merknya lumayan terkenal. Sebelumnya saya juga browsing tutorial membersihkan kamera ponsel di internet dan dipraktikin tapi tetap saja hasilnya kepyur. Kalau dipakai di outdoor siang hari hasilnya masih mending, tapi kalau dipakai di dalam ruangan dengan cahaya remang atau di ruangan yang pakai lampu sorot tajam, ya sudahlah saya angkat tangan. Gambarnya jadi blur nggak karuan.
Karena nggak kunjung dapat solusi atas kamera ponsel saya, akhirnya diputuskan menggunakan kamera ponsel suami untuk esok harinya. FYI, kami nggak punya alat dokumentasi lain saat itu seperti kamera digital, DSLR, atau mirorrless buat foto. Jadi memang saya sangat mengandalkan kamera ponsel. Berarti otomatis handphone suami saya bawa dan dia pakai ponsel seadanya yang nggak terpakai di rumah. Suami sudah oke dan disepakati pindah simcard dilaksanakan esok harinya.
Keesokan harinya sayang seribu sayang, di hari H acara ternyata saya dan suami pergi buru-buru. Hari itu suami ada meeting jadi nggak sempat pindah simcard ke handphone yang lain. Sementara, saya nggak mungkin membawa handphone suami dan membiarkannya tanpa ponsel karena itu modal utamanya buat kerja. Akhirnya saya pasrah saja mengandalkan kamera ponsel saya. Dan apa yang terjadi?
Benar saja, kamera ponsel saya kepyur buat foto. Kondisi acara saat itu adalah malam hari, di dalam mall, ada backdrop dengan lampu tembak sana-sini. Foto yang dihasilkan? Duh, gelap, kepyur, dan kebanyakan yang terlihat malah seperti backlight karena cahaya dari lampu tembak dan lampu etalase toko-toko di mall bikin silau di kamera ponsel saya. Ini acara blogger pertama saya dimana di acara itu ada lomba foto Instagram dan blog competition setelahnya. Otomatis kekuatan dokumentasi sangat penting. Dan nyatanya, foto yang saya hasilkan kebanyakan malah kepyur.
Puncaknya adalah di akhir acara ketika saya berniat foto bareng dengan Diana Rikasari. Saat itu berharap banget fotonya bagus karena objek yang difoto sudah oke, eheemm Diana Rikasari-nya maksud saya. Ini foto juga rencananya akan di-posting di social media biar kelihatan eksis dengan seleb blog. Ternyata oh ternyata, fotonya sama aja kepyur. Lampu-lampu dari jajaran etalase toko malah membuat backlight. Muka saya dan Diana Rikasari jadi seakan ngeblur. Padahal saya lihat beberapa blogger berfoto dengan background yang sama hasilnya oke-oke saja.
Melihat hasil foto yang nggak sesuai harapan, saya pun batal mengunggahnya di social media manapun, hiks. Padahal niatnya pengen eksis. Gagal deh eksis bareng Diana Rikasari di blog. Foto itu akhirnya cuma nampang di blogpost buat blog competition dan itu pun nggak menang. Sampai sekarang saya nggak pernah unggah foto itu di social media.
Pinjam Handphone Suami
Belajar dari peristiwa gagal eksis bersama Diana Rikasari, saya bilang sama suami kalau ada acara blogger saya mau bawa handphone-nya. Acara pindah simcard suami harus dilaksanakan sehari sebelumnya biar nggak buru-buru. Untunglah suami mengiyakan, apalagi setelah melihat hasil foto-foto acara blogger bersama Diana Rikasari yang ternyata hasilnya memang mengenaskan. Mungkin suami saya juga iba melihat keseriusan saya buat ngeblog tapi terkendala oleh alat dokumentasi.
Akhirnya, jalan tengah yang ditetapkan memang menggunakan kamera ponsel suami. Kamera handphone suami memang nggak bagus-bagus amat tapi yang pasti lebih tajam dan lebih bagus hasil fotonya dari kamera ponsel saya. Bisa jadi karena ponsel suami saya baru dan kameranya masih terpelihara dengan baik. Terbersit keinginan sesaat saya saat itu buat minta dibelikan handphone baru pada suami. Tapi saat itu keadaannya belum memungkinkan buat kami untuk membeli handphone baru karena selain uang kami sudah habis-habisan untuk beli dan pindahan ke rumah baru, ponsel saya juga masih berumur satu tahun dan belum rusak. Cuma kameranya aja yang kepyur.
Beberapa event blogger kemudian saya ikuti dengan menggunakan kamera ponsel suami saya. Salah satunya adalah Fun Blogging 8. Ribet memang tapi demi hasil yang bagus ya mau gimana lagi. Kalau pas lagi nggak kerja dan ada event blogger, biasanya saya minta suami untuk ikut dan menunggui sementara ponselnya saya buat motret. Jadi kami nggak perlu ribet bongkar pasang simcard suami ke handphone lain. Tapi kan acara blogger bukan hanya pas weekend. Ya sudahlah, saya sabar-sabarin saja.
Sekali dua kali bongkar pasang simcard dan handphone memang nggak masalah. Tapi berkali-kali rasanya repot juga. Belum lagi kalau selesai acara saya tidak bisa langsung pulang ke rumah. Rute saya harus ke kantor suami dulu buat mengembalikan ponselnya. Suami nggak mungkin seharian pakai handphone jadul yang menyulitkannya buat kerja (terima-kirim pesan, kirim-terima email, hingga browsing). Disini saya merasakan benar buat dapat foto yang bagus effort-nya harus secapek ini. Berkali-kali capek pinjam ponsel suami dengan proses bongkar pasang simcard dan mengembalikan ke kantornya, akhirnya membuat saya tiba pada fase “merengek minta hape baru”.
Mengerahkan Teman-Teman demi Kamera Ponsel Baru
Rengekan minta handphone baru ke suami dikasih embel-embel “Nggak apa-apa deh hape murah, yang penting hasil fotonya bagus”. Tujuannya apa? Biar suami mengabulkan, hehe. Tapi ternyata suami masih belum mau membelikan hape baru buat saya. Buat dia, nggak apa-apa pinjam dulu ponselnya buat memotret kalau ada acara blogger. Tapi buat saya, hal itu lama-lama dirasa malah ribet.
Lalu, jalan terang itu datang dari Icha alias Annisa Steviani. Icha, yang notabene teman kuliah saya dulu minta tolong saya buat menggantikannya ikut acara ngobrol bareng antara brand provider dengan blogger. Icha nggak bisa datang karena ada pekerjaan yang nggak bisa ditinggalkan dan meminta saya buat menggantikannya. Saya sih oke aja. Yah, daripada diam di rumah.
Akan tetapi, sebelum acara dilaksanakan ada prosedur yang harus dilakukan peserta terlebih dahulu saat itu. Masing-masing peserta harus membuat tulisan di forum yang dimiliki provider tersebut. Tulisan paling banyak like dan comment akan diberi hadiah berupa smartphone. Wah, saya jadi tambah semangat. Selain hadiahnya, juga karena semangat berkompetisinya. Apalagi yang ikut acara tersebut adalah para blogger senior yang saya kagumi di antaranya Mak Indah Juli, Mak Icoel (Sumarti Saelan), dan Mak Sari Melati.
Walapun peserta cuma beberapa orang, saya semangat sekali buat mendapatkan like dan comment terbanyak. Setelah posting tulisan, saya bikin pengumuman dan pesan berantai buat teman-teman saya via aplikasi messenger untuk like dan comment di link yang berisi postingan saya. Tak lupa, saya share juga ke beberapa akun social media saya. Selain ke teman-teman, saya juga kirim pesan berantai ke sepupu dan adik saya yang kemudian saya minta teruskan ke teman-temannya. Tentunya jika saya menang, adik dan sepupu saya ini saya janjikan persenan. Nggak hanya itu, suami saya pun ikutan kirim pesan berantai juga ke teman-temannya.
Sementara saya sendiri setiap waktu mantengin itu postingan. Saya mantengin saat itu saya sudah di posisi berapa dan bersyukurnya saya masih di posisi teratas dengan like dan comment terbanyak. Beruntung juga respon yang diberikan teman-teman saya bagus. Mereka support juga dengan memberikan like dan comment di postingan tersebut. Duh, saya sudah berbunga-bunga menantikan hadiah smartphone karena dari pengamatan terakhir, posisi saya masih teratas dan peserta di bawahnya masih terpaut jauh. Benar saja, akhirnya saya yang keluar sebagai pemenang.
(Baca juga:Â Berkah Ngeblog di Hari Ibu)
Saya senangnya bukan kepalang. Kontan saja saya pamerkan sama suami ke kantornya. Setelah dicoba, kamera ponsel hadiah itu lumayan juga, lebih bagus daripada hasil foto dari ponsel saya dan suami. Sampai sekarang, ponsel itu masih jadi andalan saya buat memotret di acara-acara blogger walaupun sudah memiliki kamera mirrorless. Selain lebih praktis dan bisa langsung posting, memotret dengan kamera ponsel hasil hadiah itu ada kebanggaan tersendiri karena di kamera itu ada unsur perjuangan saya buat mendapatkannya. Yang pasti, beruntunglah suami saya yang tidak langsung memenuhi rengekan saya saat itu karena selain dia ‘aman’ secara finansial ia juga mengajarkan saya untuk berusaha keras demi mendapatkan apa yang diinginkan.
Saat ini, ponsel tersebut sudah ikut saya kemana-mana termasuk ikut saya buat mengabadikan kegiatan saat ke Pulau Belakang Padang beberapa waktu yang lalu. Biarpun sepele, tapi kamera ponsel memang penting banget kegunaannya buat blogger. Saya pun berandai-andai, andai saja dari dulu sudah tahu kalau ada ponsel Zenfone 2 Laser ZE550KL pasti saya nggak serepot itu.
Apalagi pas tahu Asus Zenfone 2 Laser ZE550KL punya kamera depan 13 Megapixel dan kamera belakang 5 megapixel yang dilengkapi dengan Laser Autofocus yang konon dapat menangkap fokus pada objek foto kurang dari 0,03 detik. Jadi pasti akan praktis banget buat dibawa ke acara blogger dan saya nggak perlu berdiri berlama-lama di depan cuma buat fokusin kamera ponsel saat mau memotret.
Tapi nggak apa-apalah, biar telat tahu tapi paling tidak saya jadi punya banyak pengalaman berharga. Salah satunya adalah bahwa kamera ponsel adalah salah satu modal buat blogger maka tak heran beberapa blogger rela berinvestasi di ponsel mahal dengan kamera mumpuni demi hasil foto yang maksimal. Selain itu, pengalaman lain yang saya dapat adalah tentang perjuangan, bahwa saya khususnya harus berjuang keras untuk mendapatkan apa yang saya inginkan. Karena terkadang apa yang kita minta belum tentu dapat dikabulkan oleh orang lain dalam waktu yang singkat.
Tulisan ini diikutsertakan dalam ‘Giveaway Aku dan Kamera Ponsel by uniekkaswarganti.com‘