Saya membuka mata ketika bus yang saya naiki mulai melewati jalanan kecil di daerah Panimbang, Pandeglang, Banten. Di kanan saya pemandangan air laut perlahan mulai terlihat pagi itu. Jalanan masih sepi dan sangat halus walaupun cukup sempit untuk ukuran bus besar yang saya naiki. Pun aspalnya masih baru karena masih terlihat pekat. Pagi itu, saya dan beberapa teman beranjak ke arah Tanjung Lesung untuk menyaksikan pembukaan Festival Tanjung Lesung 2017.
Sekitar dua per tiga perjalanan sudah kami tempuh. Dari Serang, bus yang kami naiki membutuhkan waktu 2-3 jam untuk menuju lokasi acara yang terletak di samping Beach Club Tanjung Lesung. Perut yang mulai keroncongan saya isi dengan 2 tangkup roti yang tadi saya beli di sebuah minimarket kala bus berhenti sebentar. Hingga tak lama kemudian saya masuk ke gerbang utama Tanjung Lesung.
Hawa panas di luar bus mulai menyeruak. Maklum saja, saat saya kesana masih musim panas. Ilalang di sepanjang jalan dari arah gerbang utama Tanjung Lesung pun terlihat kering namun justru indah untuk berfoto. Ada berbagai macam umbul-umbul dan baliho tentang Festival Pesona Tanjung Lesung 2017 yang menyemarakkan sepanjang jalan. Tak jauh dari gerbang utama, bus yang kami tumpangi pun tiba di pintu masuk Beach Club Tanjung Lesung.
Baru sampai bagian depan Beach Club saja, rombongan kami sudah disambut oleh beberapa bebegig yang dihias di pinggir-pinggir jalan. Bebegig adalah Bahasa Sunda dari orang-orangan sawah. Dalam festival ini, bebegig dikompetisikan. Setiap kelurahan atau institusi mengirimkan satu kreasi bebegignya. Tak heran ada berbagai macam versi bebegig dari yang dibuat menjadi ibu hamil, berkostum PNS, membawa kamera layaknya wartawan, hingga memakai kostum sepakbola layaknya pemain timnas.
Saya pun memasuki area festival. Waktu menunjukkan hampir pukul 08.00 tapi area festival masih sepi. Seyogyanya di rundown acara tertera pembukaan berlangsung dari pukul 07.00. Rombongan kami saja sudah yakin akan telat sampai lokasi. Bahkan saya sudah khawatir nggak akan bisa merekam momen pembukaan acara. Fiuhhh syukurlah pagi itu semua masih bersiap, lokasi pun masih relatif sepi. Beberapa stand masih ditata. Di mini stage yang terletak di Pasar Kolecer terdengar hingar-bingar musik dan beberapa penari yang sedang melakukan gladi resik terakhir.
Pembukaan Festival Tanjung Lesung 2017
Pasar Kolecer adalah pusat kegiatan di pagi itu. Beberapa orang sudah berkumpul di depan dan samping tempat tersebut. Di kanan kiri area ini terdapat stand-stand makanan dan kerajinan tangan. Ada pula beberapa perempuan muda yang membagikan mainan kincir angin atau kitiran. Inilah yang dalam Bahasa Sunda disebut kolecer. Ya, bebegig dan kolecer adalah 2 hal utama yang diangkat dalam Festival Tanjung Lesung kali ini.
Waktu terus berjalan namun belum ada tanda-tanda acara akan dimulai. Saya yang mulai jenuh memutuskan untuk mengambil stok gambar untuk vlog saja sambil berkeliling. Sementara matahari siang itu mulai meninggi. Di tengah-tengah asyiknya saya mengambil gambar, rombongan Menteri Pariwisata datang. Tak hanya bersama rombongan wartawan, Pak Menteri datang bersama Bupati Pandeglang Irna Narulita dan juga Gubernur Banten, Wahidin Halim.
Menteri Arief Yahya tak langsung menuju ke lokasi pembukaan acara. Ia meninjau dulu beberapa stand yang telah berdiri di lapangan. Dari stand 7 Wonders Banten hingga stand oleh-oleh Banten ia kunjungi. Tak lupa, ia pun berbincang sebentar hingga berfoto bersama beberapa UKM yang mendiami stand oleh-oleh. Selesai dari tempat tersebut, Menteri Arief Yahya pun menuju Pasar Kolecer untuk mengikuti upacara pembukaan.
Upacara pembukaan berlangsung meriah dengan penampilan seni tradisional khas Banten dan Tanjung Lesung. Beberapa tarian mewakili kehidupan masyarakat Pandeglang. Di antaranya adalah tarian yang menceritakan kehidupan masyarakatnya yang mayoritas bertani hingga hadirnya replika badak sebagai kekayaan fauna Kabupaten Pandeglang. Nggak heran jika ada badak bercula satu muncul karena Taman Nasional Ujung Kulon tempat konservasi badak bercula satu yang terkenal itu memang terletak di Kabupaten Pandeglang, Banten. Maka tak heran jika badak bercula satu merupakan salah satu ikon Pandeglang yang sangat dibanggakan.
Tak cuma itu, berbagai sambutan dari bupati, gubernur, hingga menteri pun tak ketinggalan. Puncaknya, para pejabat pemerintahan ini bersama-sama menabuh lesung sebagai pertanda Festival Pesona Tanjung Lesung 2017 resmi dibuka. Dengan pemukulan lesung ini pula yang mengakhiri acara pembukaan pada pagi hari itu.
Setelah acara pembukaan selesai, ada jeda waktu yang lumayan panjang untuk menuju acara berikutnya. Maklum saja, hari itu Hari Jumat jadi banyak orang bergegas untuk menunaikan Salat Jumat. Sementara saya memilih ngadem di tenda Pasar Kolecer karena suasana di luar panas banget. Satu gelas es teh nampaknya masih kurang untuk mengobati panasnya kepala hari itu.
Perut pun sudah mulai keroncongan ketika konsumsi belum terlihat hilalnya siang itu. Tanpa basa-basi Ibu Eneng Nurcahyati, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Banten, berbaik hati membelikan makanan pada semua tamu yang ada di dalam tenda mini stage sekalian memperkenalkan beberapa stand makanan yang ada di situ. Kebanyakan mereka yang berada di dalam tenda adalah wartawan, blogger, dan juga sukarelawan GenPI (Generasi Pesona Indonesia). Saya pun kebagian makan nasi liwet khas Banten yang mirip dengan nasi liwet Sunda namun ada taburan ikan teri dan daun jeruk di dalamnya.
Selesai makan saya sempat mengambil beberapa stok gambar untuk vlog. Namun lagi-lagi saya nggak kuat dengan panasnya. Akhirnya saya menyerah dan mengajak teman blogger lain untuk salat zuhur dengan harapan siapa tahu menemukan tempat yang sejuk sehabis salat zuhur. Sayangnya, saya tidak menemukan musala di area festival. Musala yang ada hanyalah di Beach Club dimana kami harus masuk terlebih dahulu ke dalam area Beach Club untuk sekadar salat.
Untuk yang satu ini memang sangat disayangkan mengingat jarak ke Beach Club dari area festival lumayan jauh. IMHO, lebih enak lagi kalau ada musala mandiri di area festival. Pengunjung yang mau beribadah pun nggak harus jauh-jauh berjalan. Semoga Festival Tanjung Lesung di tahun-tahun selanjutnya menyediakan musala mandiri di area festivalnya. Tak apa musala kecil yang penting mengakomodir para pengunjung yang mau beribadah tanpa harus jauh-jauh meninggalkan lokasi acara.
Menikmati Pantai dari Beach Club Tanjung Lesung
Bicara soal Festival Tanjung Lesung pastilah nggak lepas dari pantainya. Tanjung Lesung memang diklaim sebagai “Sunset of Java” dimana keindahan sunset atau matahari terbenamnya konon sangat memukau. Saya pun nggak melewatkan siang hari saat jam kosong untuk menuju pantai sehabis salat zuhur. Untuk menikmati pantai di Tanjung Lesung, pengunjung memang biasanya harus masuk terlebih dahulu ke resort-resort. Beach Club ini salah satunya.
Pantai Tanjung Lesung bisa dinikmati dengan terlebih dahulu memasuki Beach Club. Jika pada hari biasa, tempat ini memberlakukan tiket Rp 30.000 dan pada hari libur Rp 45.000. Pantai di dalam Beach Club ini memiliki karakteristik pasir putih dengan air yang seolah berwarna biru karena refleksi langit dan cahaya matahari. Di pinggiran pantainya terdapat banyak karang-karang kecil namun jika tidak berhati-hati terasa licin dan tajam. Biasanya orang-orang menikmati Tanjung Lesung dengan cara berolahraga air dari mengendarai jetski, snorkling, atau diving. Semua jasa olahraga air itu tersedia di Beach Club.
Sementara itu bagi mereka yang suka leyeh-leyeh seperti saya, ada kursi-kursi santai di pinggir pantai yang bisa digunakan untuk bobok-bobok cantik sambil menikmati deburan ombak Pantai Tanjung Lesung. Bagi mereka yang lapar, bisa memanjakan perutnya di Nelayan Resto yang letaknya persis di pinggir pantai dan menghadap ke laut.
Beach Club Tanjung Lesung juga memiliki camping ground yang disewakan pada pengunjung. Mereka yang ingin bersantai sambil menikmati sepoinya angin bisa menyewa tenda seharga Rp 250.000 per 4 jam pemakaian. Sementara bagi mereka yang suka mengeksplore sesuatu, bisa menyewa sepeda dan berkeliling Beach Club hingga ke tepian pantai.
Hari semakin sore kala saya dan beberapa teman blogger mulai mager alias malas gerak saking terlenanya menikmati angin siang itu di Nelayan Resto. Namun, alunan suara instrumen Sunda sudah mulai terdengar. Iya, sore itu ada pertunjukan Pencak Silat Cibaliung yang memukau. Bukan cuma memukau gerakannya, formasinya pun sangat memukau, rapih dan kompak.
Sore itu, masyarakat umum mulai banyak yang mendatangi area Festival Tanjung Lesung 2017. Banyak dari mereka yang menonton pertunjukkan seni namun ada pula yang tertarik untuk selfie dengan beberapa bebegig yang dipamerkan di sepanjang jalan. Akan tetapi, gong dari semua ini adalah ketika pembawa acara mulai meneriakkan “Racuuuuunnnn”. Itu tandanya Changcuter, guest star acara ini, sudah mau muncul di panggung. Riuh penonton pun semakin membahana.
Selain ada penampilan seni, ada juga lomba lari yang diikuti oleh beberapa orang peserta. Lomba lari ini dimulai dari daerah Panimbang, Pandeglang dan berakhir di garis finish yang terletak di dekat pintu masuk area panggung utama. Namun, tampaknya kemeriahan sore itu lebih terpusat di depan panggung utama. Akhirnya setelah bersabar menunggu, pada sekitar pukul 16.00 The Changcuter pun muncul dengan membawakan “Racun Dunia”. Tak lama setelah kemunculannya, Tria sang vokalis dan personil lainnya sukses membuat penonton sore itu ajojing.
Selesainya penampilan Changcuter sore itu berarti selesai juga pembukaan dan hari pertama Festival Tanjung Lesung 2017. Hari mulai gelap dan beberapa orang mulai pergi dari area festival. Panggung dan stand-stand di sekitar area festival pun berangsur sepi. Saya dan teman-teman blogger pun berpindah tempat menuju penginapan untuk kemudian pulang ke Jakarta kembali pada malam harinya.
Buat yang penasaran mau tahu seperti apa kemeriahan pembukaan Festival Tanjung Lesung 2017, tonton aja vlog di bawah ini ya: