Setelah menikah dan punya keluarga baru, mayoritas perempuan akan menjadi ‘Menteri Keuangan’ keluarga alias pemegang kendali keuangan. Saya termasuk di antaranya. Jadi kalau laki-laki adalah kepala keluarga, perempuan diibaratkan sebagai lehernya yang bertugas mengendalikan kepala. Apalagi sekarang saya sudah nggak kerja dan penghasilan murni dari suami. Kalau tidak bijak mengelola pemasukan dan pengeluaran, salah-salah keuangan keluarga malah bisa berantakan.
Beruntung, beberapa waktu yang lalu saya diundang oleh KEB dan juga Visa untuk menghadiri “Financial Check Up With Pritha Ghozie” di Attarine Cafe. Acara ini berguna untuk mengecek seberapa sehat kondisi keuangan keluarga kita. Wah buat saya yang kadang memang pusing mikirin pemasukan dan pengeluaran (apalagi setelah Lebaran) dan nggak pernah mencatat runtut cashflow, event ini jadi acara yang sangat bermanfaat buat menambah ilmu. Jadi benar-benar nggak boleh disia-siakan.
Visa Mendukung Program Literasi Keuangan
Pada acara yang didukung penuh oleh OJK ini, Visa memiliki niat baik dengan tujuan untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan pada saat ini hanya 25% penduduk Indonesia yang melek tentang keuangan. Apalagi 70% perempuan adalah pengendali keuangan keluarga.
Mbak Adhe Hapsari, Director of Corporate Communications, Visa for Indonesia, Vietnam, Cambodia, and Laos menyatakan bahwa workshop ini hanya permulaan. Karena nantinya materi workshop akan berkelanjutan dan pastinya semakin berbobot serta menambah ilmu tentang keuangan.
Niat baik Visa untuk membuat masyarakat Indonesia melek literasi keuangan ini pun diwujudkan dalam bentuk website dimana banyak informasi dan tips seputar keuangan ada dalam website tersebut. Website yang dimaksud adalah www.practicalmoneyskills.com (berbahasa Inggris) atau www.practicalmoneyskills.co.id (berbahasa Indonesia). Saya pun tertarik untuk melongok sedikit pada website tersebut dan ternyata benar yang dikatakan Mbak Adhe. Banyak informasi, tips, bahkan permainan tentang keuangan ada di website tersebut.
Cek Kesehatan Keuangan Keluarga bersama Prita Ghozie
Sesi ini adalah sesi yang ditunggu-tunggu. Pasalnya Mbak Prita Ghozie bukan cuma akan membocorkan tips-tips seputar keuangan tetapi juga mengecek apakah kondisi keuangan kita masih bagus atau sudah masuk dalam tahap mengkhawatirkan.
Mbak Prita membuka sesi tersebut dengan menyebutkan hal-hal apa saja yang biasa dilakukan perempuan dan bisa jadi penyebab masalah dalam keuangan keluarga. Hal-hal inilah yang membuat saya manggut-manggut sambil senyum-senyum sendiri. Beberapa hal tersebut antara lain:
- Bad habit: perilaku buruk dalam mengelola keuangan seperti boros, tidak suka menabung, kembalian yang sering tercecer, dan uang yang sering tercuci.
- High lifestyle: gaya hidup yang terlalu tinggi, misalkan sering membeli barang-barang branded
- Debt size: suka berhutang untuk hura-hura atau sesuatu yang bukan menjadi kebutuhan
- Inflation (inflasi): adanya perubahan nilai mata uang yang ditandai dengan meningkatnya harga barang kebutuhan
Nah karena hal-hal di atas yang kadang tanpa disadari dilakukan perempuan sebagai ‘Menteri Keuangan’ keluarga, maka perlu sekali dilakukan check up kondisi keuangan. Mengapa financial check up ini menjadi penting? Karena untuk mengetahui ada atau tidaknya ‘penyakit’ dalam kondisi keuangan keluarga kita. Iya, sama halnya dengan tubuh, kondisi keuangan juga butuh di-check up secara rutin untuk mengetahui apakah ada yang salah atau kurang tepat dan perlu diperbaiki di dalamnya. Jika kita terlalu cuek dengan adanya sedikit ‘penyakit’ pada kondisi keuangan, bisa-bisa justru penyakit tersebut semakin mengganas dan tanpa kita sadari membuat kondisi keuangan keluarga menjadi bangkrut, hiiiii. Nggak mau kan pastinya?
Check up keuangan keluarga ini sekilas memang terlihat sepele. Mengapa? Pasalnya banyak orang atau keluarga yang tidak sadar dengan kondisi keuangan keluarga yang tidak sehat. Biasanya hal ini ditandai dengan beberapa hal:
- Walaupun punya utang atau cicilan tapi selalu merasa bisa membayarnya setiap bulan. Perasaan terlalu ‘nyaman’ yang seperti inilah yang kadang membahayakan.
- Merasa punya pekerjaan dan gaji tetap sehingga punya keyakinan bisa survive selama ada pekerjaan.
- Merasa memiliki banyak tabungan
- Tidak punya rencana keuangan
Saya mungkin termasuk dalam kriteria-kriteria di atas. Apalagi saat ini masih hidup berdua dengan suami dimana penghasilan dari suami sudah lebih dari cukup untuk hidup kami berdua.
“Biasanya kaget sama kondisi keuangan tuh ketika kita dihadapkan sama bayaran sekolah yang nilainya lumayan,”ucap Mbak Prita Ghozie.
Iya, bagi mereka yang sudah punya anak biasanya kaget ketika harus bayar uang sekolah di tahun ajaran baru yang nominalnya lumayan besar. Apalagi jika tidak punya simpanan karena selama ini terlalu nyaman karena keuangan sehari-hari selalu cukup. Nah, di sinilah sebenarnya terindikasi ada yang ‘tidak sehat’ pada keuangan selama ini. Namun mungkin luput dari perhatian kita.
Lebih lanjut Mbak Prita menjelaskan ada 4 kategori keuangan setelah dilakukan check up financial:
- Kategori tidak sehat jika pengeluaran tidak lebih besar dari penghasilan, terlalu banyak utang (utang kartu kredit misalnya), dan tidak punya aset.
- Kategori sehat itu ditandai dengan pengeluaran yang seimbang dengan pemasukan, terlambat membayar tagihan kartu kredit, dan investasi yang minim.
- Kategori mandiri ditandai dengan penghasilan yang lebih besar daripada pengeluaran, tidak punya utang kartu kredit, dan bisa berinvestasi dengan maksimal.
- Kategori sejahtera ditandai dengan penghasilan lebih besar dari pengeluaran, memiliki penghasilan pasif dari aset, tidak punya utang, dan bisa banyak berderma.
Kondisi keuangan keluargamu berada di kategori yang mana nih? Semua orang pasti pengen di kategori mandiri atau syukur-syukur sejahtera. Nah, untuk menjadi kategori tersebut paling tidak kita harus tahu 3 perangkat keuangan antara lain:
1. Tabel Kekayaan Bersih (Tabel Aset dan Kewajiban)
Karena kondisi keuangan keluarga berbeda dengan perusahaan, maka kita perlu mengetahui apa saja aset dan kewajiban. Selanjutnya untuk menghitung total kekayaan bersih, kita tinggal kurangi total aset dengan total kewajiban. Bagi yang belum paham mana aset dan mana kewajiban, bisa simak tabel di bawah ini.
2. Arus Kas Masuk dan Keluar
Idealnya seorang ‘Menteri Keuangan’ keluarga selalu mencatat cashflow keuangan, berapa saja yang masuk dan keluar sekecil apapun itu. Bon atau struk yang sering kita dapat seharusnya dicatat dengan rapi bukan hanya disimpan begitu saja. Namun sayangnya, kadang kita lupa atau malas untuk mencatat itu semua. Salah satu contoh mudahnya ya saya. Bon belanja biasanya justru saya simpan sampai lumutan di dompet atau bahkan kadang saya buangin karena sudah memenuhi dompet. Duh, yang bagian ini jangan ditiru ya! Untuk memudahkan melacak ‘jejak’ pengeluaran dan pemasukan yang paling gampang adalah bertransaksi menggunakan kartu debit.
Arus kas masuk itu biasanya meliputi pemasukan rutin (gaji) dan tidak rutin (bonus, tunjangan hari raya, komisi, dan hadiah). Sama halnya dengan arus kas masuk, arus kas keluar pun meliputi 2 aspek yaitu: rutin (biaya rumah tangga, cicilan, pinjaman) dan tidak rutin (biaya liburan, kurban, pajak bumi dan bangunan).
Nah, untuk tahu biaya apa saja yang masuk pengeluaran rutin dan tidak rutin kita juga harus paham pos-pos pengeluaran. Untuk lebih gampangnya, berikut beberapa pengelompokkan pos-pos pengeluaran:
- Pos pengeluaran wajib dan tetap, meliputi: ciciln pinjaman, uang sekolah, gaji ART & supir, premi asuransi
- Pos pengeluaran wajib & fluktuatif, meliputi: listrik, telepon, biaya makan/dapur, transportasi, tabungan & investasi
- Pos pengeluaran tidak wajib dan tetap, meliputi: internet, TV kabel, les anak & pribadi, majalah, koran, arisan
- Pos pengeluaran tidak wajib & fluktuatif, meliputi: hiburan, hadiah, angpao, kafe & kongkow, liburan
3. Rasio-Rasio Keuangan
Ada 3 hal mendasar yang harus diketahui dalam rasio-rasio keuangan, antara lain:
- Rasio Dana Darurat
Yaitu menggambarkan berapa besar harta lancar yang tersedia untuk membayar biaya hidup sesuai dengan standar hidup yang diinginkan jikalau terjadi penurunan penghasilan. Manfaat dana darurat antara lain:
- Bisa digunakan sebagai biaya kesehatan jika ada anggota keluarga yang sakit (biaya dokter, obat, atau rumah sakit yang tidak bisa ditunda)
- Bisa digunakan untuk dana bertahan hidup jika terjadi musibah atau bencana alam seperti kebakaran, banjir, atau tanah longsor.
- Bisa digunakan jika sewaktu-waktu tertimpa PHK dalam pekerjaan.
- Perbaikan kerusakan pada alat rumah tangga yang signifikan seperti AC bocor, kulkas rusak, atau genteng bocor.
Untuk menyimpan dana darurat kita harus disiplin yaitu dibuat terpisah, besarnya minimal 3 kali pengeluaran rutin bulanan, dan ada tambahan untuk kondisi-kondisi spesial.
- Rasio Menabung
Rasio ini menggambarkan porsi tabungan/ investasi dibandingkan dengan penghasilan. Idealnya setiap habis gajian, gaji yang diperoleh tidak semuanya habis masuk dalam pos-pos pengeluaran, tetapi juga masih ada sisanya untuk ditabung.
- Rasio Berutang
Yaitu indikator yang menunjukkan seberapa besar utang yang kita miliki dibandingkan dengan total penghasilan. Dari rasio ini nantinya akan terlihat apakah gaji yang kita peroleh setiap bulan hanya akan habis untuk membayar cicilan utang.
Agar hidup tidak terlilit utang, kita pun harus cermat dalam berutang. Apa itu cermat berutang? Mbak Prita menyebutkan bahwa jika kita memiliki utang, berutanglah secara produktif. Utang produktif memiliki 3 aspek, yaitu:
- Nilai manfaat: nilai manfaat utang harus lebih panjang dari nilai pembayaran cicilan.
- Mendatangkan hasil: dengan bantuan pinjaman tersebut kita jadi memiliki aset yang berpenghasilan.
- Suku bunga pinjaman: terdapat perbandingan suku bunga yang efektif bukan tertera atau flat
Mbak Prita mencontohkan salah satu bentuk utang yang produktif adalah kredit mobil yang bisa digunakan sebagai transportasi online pada weekdays. Sementara pada weekend, si empunya mobil tetap bisa menikmati mobil yang ia beli untuk jalan-jalan.
Tak cuma itu, Mbak Prita pun menganjurkan bagi siapapun yang memiliki atau menggunakan kartu kredit untuk bijak dalam penggunaannya. Jadikan kartu kredit sebagai alat yang berfungsi menggantikan uang tunai bukan tambahan penghasilan. Terapkan pada diri sendiri bahwa kartu kredit adalah alat yang digunakan untuk memudahkan bertransaksi pada saat darurat. Selain itu, pengguna kartu kredit juga usahakan untuk membayar utuh semua tagihan setiap bulannya dan jangan mengemplang.
Praktik Cek Kesehatan Keuangan
Rasanya nggak afdol jika Mbak Prita hanya menjelaskan panjang lebar tentang cek kondisi keuangan keluarga tanpa praktik langsung. Ia pun meminta kami untuk mengisi kertas yang sebelumnya telah dibagikan panitia untuk mengecek kondisi keuangan keluarga kita. Mbak Prita meminta tidak harus detail dalam pengisiannya, yang penting angka prosentase pengeluaran dimasukkan sesuai posnya.
Sambil mengisi kertas tersebut, Mbak Prita pun menjelaskan lebih lanjut tentang indikator hasil financial check up. Ada 3 indikator hasil financial check up, yaitu:
1. Saving Ratio (Rasio Menabung)
Merupakan komitmen investasi setahun dibagi penghasilan rutin setahun. Hasilnya dinyatakan, antara lain:
- Gawat darurat jika prosentasenya 0-5%
- Pemula jika prosentasenya 10%
- Sehat ideal jika prosentasenya 25-30%
2. Debt Service Ratio (Rasio Membayar Cicilan)
Merupakan komitmen utang setahun dibagi penghasilan rutin setahun. Hasilnya dinyatakan, antara lain:
- Gawat darurat jika prosentasenya di atas 35%
- Pemula jika prosentasenya 30%
- Sehat ideal jika prosentasenya 0-20%
3. Liquidity Ratio (Rasio Likuiditas)
Merupakan aset kas lancar yang dibagi pengeluaran rutin. Hasilnya dinyatakan, antara lain:
- Gawat darurat jika besarnya 0 yang artinya tidak bisa membayar kewajiban
- Pemula jika besarnya 2 kali pengeluaran rutin bulanan
- Sehat ideal jika besarnya 12 kali pengeluaran rutin bulanan
Nah, setelah tadi kami diminta untuk mengisi kertas untuk financial check up akhirnya tibalah untuk mencocokkan hasilnya.
Hasil isian versi saya adalah:
- Zakat sedekah 2,5 %
- Menabung dana darurat 40%
- Biaya hidup 20%
- Cicilan pinjaman 0%
- Investasi 27,5%
- Gaya hidup 10%
Idealnya hasil financial check up adalah:
- Zakat sedekah 5 %
- Menabung dana darurat 10%
- Biaya hidup 30%
- Cicilan pinjaman 30%
- Investasi 15%
- Gaya hidup 10%
Beda jauh ya? Cuma gaya hidup yang sama prosentasenya. Alhamdulillah saya dan suami bebas cicilan dan utang jadi tak ada beban untuk mengisinya dengan angka 0. Hasil financial check up setiap keluarga akan berbeda tergantung pada kebutuhannya. Yang paling penting, ujar Mbak Prita, dalam berumah tangga keterbukaan soal kondisi keuangan suami-istri sangat penting agar kondisi keuangan bisa ditata dengan baik.
Jadi, gimana kondisi kesehatan keuangan keluargamu? Cek juga yuk!